Dua bulan berlalu begitu cepat, kupikir Farhan sudah berhasil melupakan Luna, meskipun room chatku dengannya banyak curhatan tentang Luna.
Aku dan beberapa kawan sekelasku duduk di kantin, termasuk Farhan. Saat sedang asik berbincang, tiba-tiba Farhan jadi tidak fokus dan terus-terusan mengerlingkan mata ke belakangku. Karena penasaran, kutolehkan wajahku ke belakang, oh ternyata.
Ternyata pikiranku salah, perasaannya pada Luna tak berkurang sedikitpun. "Eeheemm!" aku membuyarkan pandangannya.
"Kenapa, An?" tanya Ika yang tadi asik berbicara.
"Enggak, tenggorokanku gatal," sahutku sambil mengusap leher.
Farhan mengulum senyum, hanya aku dan dia. Yang lain asik bicara, tak menyadari apa-apa.
Luna tak kunjung hilang, terus saja berdiskusi dengan temannya tak jauh dari belakangku. Farhan mematung, dia terus saja menatap perempuan itu, sesekali ia tersenyum sendiri. Lama-lama aku muak melihat pertunjukan ini.
"Aku duluan, ya," ucapku seraya bangun dari duduk.
Aku terus melaju ke toilet, entahlah, aku tidak mengerti apa yang terjadi dengan perasaanku. Seperti ada api yang membara di hatiku saat Farhan menatap pujaan hatinya dengan penuh cinta. Sesak.
Aku menatap pantulanku di kaca besar yang ada di toilet. Rasa yang tidak bisa kuartikan itu membulat dan keluar sebagai tetesan air mata. Halo? Ada apa dengaku? Apa-apaan ini?
Mataku merah, aku keluar dari toilet sambil mengusap mataku.
"An," panggil Farhan yang berdiri tepat di hadapanku.
Aku menunduk agar ia tak tau kalau aku baru saja tersengut.
"Kamu kenapa?" tanyanya sambil memegang kedua pipiku, ia mentapku heran. "Kamu nangis?"
"Engga kok, aku kelilipan," sahutku melepaskan tangannya dari pipiku.
"Kamu gak pandai bohong, An," tukasnya.
"Aku gak kenapa-kenapa!" sergahku sebelum meninggalkannya.
*****
"Fix," cetus Aulia sambil memetik jarinya, lalu menunjukku.
Aku, Ika, dan Azra jadi terheran, menatapnya penuh tanya.
"Apanya yang fix?" tanya Ika.
"Masa gak ngerti sih?" Aulia balas bertanya.
Kami bertiga menggelengkan kepala.
"An, kamu itu jatuh hati sama Farhan," ungkap Aulia.
"Ya, gak mungkin lah, ngaco kamu," bantahku.
"Kalau kamu gak jatuh hati sama Farhan, gak mungkin ada rasa cemburu di hati kamu, An. Pahami dirimu sendiri," jelasnya.
Azra dan Ika menetapku lekat.
"Ah, pokoknya gak mungkin," tuturku.Aku jatuh cinta pada Farhan? Mana mungkin. Kalaupun iya, kenapa harus Farhan? Kan, aku sudah tau kalau dia mencintai orang lain. Ini sungguh rumit.
Setelah ketiga sohibku pamit pulang, aku jadi berpikir sendiri. Apa iya aku jatuh hati? Kalau iya bagaimana?
Sudahlah Andini, kalau kamu memang jatuh hati padanya, yang perlu kamu lakukan sekarang adalah menjauh darinya, kurangi komunikasi dengannya, dan satu hal yang paling penting ; berhenti bercakap mesra dengannya, seakan kalian adalah sepasang kekasih. Batinku.
"Argh! Mana bisa!" aku melempar bantal, cairan dari mataku kembali keluar. Kenapa aku selalu jatuh cinta pada orang yang salah?
Ponselku berbunyi singkat, pertanda pesan masuk. Kuraih pelan.
Farhan : An, kamu kenapa?
Andini : Gak kenapa-kenapa.
Farhan : Cerita dong, aku aja sering cerita ke kamu, masa kamu gamau cerita sama aku?
Atau jangan-jangan....Andini : Jangan-jangan apa?
Farhan : Kamu cemburu ya?
Andini : Cemburu sama siapa?
Farhan : Tadi kan, Yuda duduknya di sebelah Azra, wkwk.
Andini : Galucu
Farhan : Cie, cemburu...
Tak kuhiraukan lagi pesan darinya, kumatikan ponselku agar tidak berisik.
*****
Hari ini aku tidak ke kantin, aku lebih memilih untuk baca buku saja di perpustakaan, sendirian. Semoga kali ini tidak ada yang datang untuk menggangguku.
"An," bisik seseorang dari belakang, membuatku kaget.
Siapa yang berani menggangguku kali ini?
Kutolehkan wajahku ke belakang, oh...ternyata dia."Ngapain ke sini?" tanyaku sambil lanjut membaca buku.
Ia duduk di sampingku. "Mau temenin kamu," ujarnya.
"Gak usah! Gak butuh temen!" ketusku.
"Butuhnya Yuda, ya?" tanyanya membuatku kesal.
"Farhan! Lo bisa gak sih? Stop sebut nama Yuda."
"Cie marah!"Tak kupedulikan lagi dia, kubiarkan dia bicara sendiri. Walaupun sebenarnya kesabaranku sudah loncat-loncat.
"An, aku mau curhat," katanya pelan, membuatku menoleh ke arahnya.
"Kenapa?" tanyaku.
"Jadi, temenku lagi marah sama aku, sekarang dia pasti pengen timpuk aku pake buku yang dia pegang, tapi aku tau kalau dia sayang sama aku, meskipun lagi marahan dia masih sayang sama aku, makanya aku jadi sayang sama dia," ceritanya panjang lebar.
Aku mendengus kesal.
"An, kok dia bisa marah sih sama aku? Salah aku apa?"
Aku masih bungkam, tak peduli apapun pertanyaannya.
"Kira-kira, besok bakal baikan gak, ya?" Ia menyikutku.
"Ganggu aja, ih!" kesalku, lalu meninggalkannya sendirian.
Sayang? Dia sayang padaku? Ah, mana mungkin, dia kan memang begitu orangnya, suka gombal, semua orang juga digombalin sama dia. Tapi, kenapa hatiku seperti dipenuhi bunga saat dia bilang 'sayang' ?
Ih, udah deh. Jangan baper!
Itu aja kok baper, makanan yang jatuh juga dipanggil 'sayang'.VOTE :)
KAMU SEDANG MEMBACA
TEMAN
RomanceJangan buat seseorang mencintaimu, jika kamu tak siap untuk memberikan hatimu. Karena cinta tak berbalas itu menyakitkan!