Wattpad Original
Ada 2 bab gratis lagi

Part 7

88.8K 7.6K 317
                                    


"Satria kok jarang kelihatan yaa?" Sendok berisi nasi kuning yang tadinya dalam perjalanan ke mulutku langsung terhenti di tengah jalan mendengar pertanyaan Mama.

Hari masih sangat pagi. Mama, Papa, Mas Abhi dan aku sedang duduk di meja makan menikmati sarapan pagi berupa nasi kuning buatan Bi Yati.

Aku melanjutkan suapanku yang sempat terhenti, nggak menjawab keheranan Mama. Aku sendiri nggak tahu dia ke mana, semenjak hari dia jemput aku di sekolah hampir seminggu yang lalu aku nggak pernah lagi melihatnya.

"Sibuk pacaran kali." Mas Abhi menjawab dengan suara yang nggak jelas karena mulutnya masih penuh nasi kuning.

Mama mendongak dari piringnya mendengar jawaban Mas Abhi. Keningnya berkerut samar, entah ini perasaanku saja atau gimana, tapi aku merasakan Mama melirikku diam-diam.

Apa Mama tahu aku naksir Satria? Tapi nggak mungkinlah. Yang tahu perasaanku cuma aku sendiri, dan Anggi dan sekarang tentu saja Satria. Aku juga nggak pernah memuja muja Satria di depan siapa pun, sikapku ke dia cenderung bossy malah, Satria yang banyakan ngalah.

"Satria udah punya pacar?" Tanya Mama lirih, lagi-lagi aku merasakan lirikannya.

"Udah. Aku dong yang comblangin. Temenku di Aussie dulu, cantik banget, heran dah kenapa dia mau sama Satria," oceh Mas Abhi lagi membuatku semakin menunduk fokus pada nasi kuningku.

Bisa nggak sih nggak usah bahas Satria dihadapanku, apalagi bahas Satria sama pacarnya, itu kayak menaburkan garam pada sariawan, perih.

"Tiap hari pagi-pagi banget dia udah keluar rumah. Selalu pamit ke Papa bilangnya banyak tugas, nanti sarapannya di kampus aja." Papa ikut nimbrung, tiap pagi sebelum sarapan Papa emang selalu duduk di teras depan sambil baca koran.

Jadi Satria juga menghindar? Dia bersedia memberiku waktu untuk menata hati? Tapi sedihku kok bukannya semakin ringan malah bertambah?

Apa di kampus dia benar benar sarapan? Satria itu kalau nggak diingetin suka lupa makan, apa lagi kalau tugas-tugasnya banyak, tahulah kuliah di kedokteran kayak apa.

Ada pacarnya yang bakal ingetin dia, Ya. Bukan urusanmu lagi. Suara batinku berteriak mengingatkan. Bikin kesedihanku tambah berlipat.

Siangnya sepulang sekolah aku melihat mobil Satria sudah terparkir di halaman depan rumahnya. Tumben, biasanya mobilnya nggak pernah kelihatan sama kayak orangnya.

Ada godaan yang sangat kuat untuk melangkah ke rumah sebelah. Seminggu nggak lihat dia, sementara biasanya tiap hari ketemu itu menyiksa banget. Gimana ceritanya nanti pas aku di Aussie. Kangen banget pasti.

Aku menghela napas, hanya berdiri terpaku di depan pagar rumahku sementara mataku tak lepas dari pintu rumah sebelah yang tertutup rapat

Lalu tiba tiba pintu ganda berwarna putih itu terbuka. Tampak oma keluar dari dalam rumah.

Kalian jangan bayangkan oma itu kayak oma-oma biasanya yang sudah tua dan keriput. Oma masih kelihatan sangat bugar dan cantik di usianya yang sudah mendekati tujuh puluh.

Nggak banyak keriput menghias wajahnya, rambutnya juga rajin dicat dengan pewarna tradisional. Tubuhnya juga pas, nggak gemuk tapi juga nggak kurus. Oma kelihatan awet muda.

Mungkin efek rajin makan sayur dan air putih. Oma juga rajin senam Tai Chi tiap pagi di lapangan kompleks. Pengen kayak oma kalau sudah tua, tapi kayaknya nggak mungkin dengan kebiasaan makanku yang cenderung karnivora.

"Ngapain bengong di sana, Ya?" Dulu Oma manggil aku Rhea tapi semenjak cucunya selalu manggil aku Yaya, ia jadi ikut-ikutan.

Aku berdiri salah tingkah. Walaupun aku udah dekat sama Oma bahkan sebelum Satria pindah ke sini, tapi tetep aja rasanya malu kalau ia tahu aku bengong di sini tengah melamunkan cucunya.

Mungkin Suatu Hari NantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang