SATRIA
Aku tersenyum. Untuk pertama kalinya setelah seminggu yang terasa sangat melelahkan, aku bisa benar benar tersenyum.
Perlahan aku bangkit dari tempat tidur, masuk ke kamar mandi, membersihkan badanku yang terasa lengket setelah aktivitas di kampus lalu langsung ketiduran karena kepalaku yang terasa sangat berat.
Air hangat dari shower yang menerpa kepalaku membuat kepalaku terasa jauh lebih ringan. Bullshit. Siapa yang mau kubohongi. Kehadirannya di sini yang membuat kepalaku jauh lebih ringan.
Setelah mandi dan berganti pakaian dengan kaos oblong dan celana training yang nyaman aku keluar dari kamar mandi dan melihat pemandangan yang membuat hatiku bergejolak oleh perasaan asing yang begitu menggebu hingga terasa menyakitkan.
Yaya tengah tertidur di sofa di dalam kamarku.
Langkahku bergerak perlahan mendekatinya, lalu berhenti di depan sofa, berlutut di hadapannya.
Kepalanya bersandar di lengan sofa sementara kakinya terjulur di lantai, tangannya memeluk bantalan sofa dengan sangat nyaman.
Aku tersenyum lagi. Begitu mudahnya gadis ini membuatku tersenyum. Gadis bodoh. Apa yang ada di pikirannya hingga berani-beraninya tertidur di kamar laki-laki. Apa dia nggak punya rasa takut sama sekali? Rasa khawatir? Dia begitu mempercayaiku hingga rasanya aku ingin mengguncang tubuh mungilnya dan mengatakan padanya kalau aku nggak sebaik itu.
Andai dia tahu apa yang ada dipikiranku tentangnya.
Berawal dari ulang tahunnya yang ke 16. Saat aku hendak memberikan surprise, masuk ke kamarnya sambil membawa kue ulang tahun pada jam setengah enam pagi dan melihat dia baru keluar dari kamar mandi. Tubuhnya hanya terbalut handuk putih yang hanya menutupi hingga setengah paha. Sementara di dadanya ujung handuk hanya terselip asal-asalan hingga menampilkan belahan dadanya yang terlihat sangat penuh.
Butiran-butiran air menetes bergulir dari rambutnya yang basah mengalir ke lehernya yang jenjang lalu turun lagi ke tulang selangkanya untuk kemudian menghilang ke lembah di antara kedua bukit yang menjulang indah.
Aku menelan ludah, melegakan tenggorokanku yang terasa kering seketika.
Damn. Sejak kapan Yaya punya dada yang membulat seindah itu? Bukankah dadanya biasanya selalu terlihat rata? Apa lagi ditambah kaos kebesaran yang selalu dikenakannya, berhasil menyembunyikan apapun yang ada dibaliknya.
Ketika itu dia terpekik kaget lalu berdiri salah tingkah dengan seluruh tubuh yang merona merah. Ya Tuhan, pemandangan yang akan kuingat seumur hidupku. Seakan baru menyadari kalau nggak seharusnya dia berdiri bengong di bawah tatapan intensku, dia langsung kabur masuk kembali ke dalam kamar mandi. Namun,, pemandangan itu terlanjur terpatri di benakku.
Sejak hari itu pikiranku tentang Yaya dipenuhi hal-hal yang nggak seharusnya kurasakan pada gadis yang usianya baru 16 tahun. Apalagi gadis itu adik sahabatku yang sudah kuanggap seperti adikku sendiri.
Sekuat tenaga aku berusaha menekan hasrat terlarang itu. Dan sejauh ini aku berhasil. Aku bukan bajingan yang akan merusak seorang gadis polos hanya karena hasrat sesaat. Hasrat yang akan hilang setelah sekali dua kali dituntaskan. Bukankah itu yang selama ini selalu kurasakan?
Aku menghela napas. Menatap wajah Yaya yang tampak begitu damai dalam tidurnya. Yaya yang begitu polos, yang mungkin belum pernah merasakan penderitaan dalam hidupnya. Yang selalu terlindungi, selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sangat menyayanginya.
Apa dia tahu kalau hidup nggak semanis dunia kecilnya selama ini, kalau banyak orang jahat di luar sana yang siap memanfaatkan kenaifannya untuk kesenangan mereka sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mungkin Suatu Hari Nanti
RomanceRhea, seorang gadis remaja mencintai Satria, sahabat kakaknya yang tinggal di rumah sebelah. Tapi, cintanya ditolak karena Satria punya trauma masa lalu akibat tumbuh di keluarga berantakan yang membuatnya tidak percaya akan cinta. Kisah mereka berl...
Wattpad Original
Ada 1 bab gratis lagi