Part 12

12.1K 882 50
                                    

Malam pada saat Nadia dan Devan dijodohkan sudah satu minggu berlalu. Tapi baik Nadia maupun Devan belum ada yang menjawab perjodohan itu. Perasaan Nadia dan Devan bimbang, jika Nadia memilih Devan maka dia sama saja menghianati Devon, apalagi setelah Nadia putus dari Devon Nadia akan menjalin hubungan dengan Devan yang notabene nya adalah kembaran Devon. Itu pasti akan membuat hubungan persaudaraan Devon dan Devan semakin merenggang.

Saat ini Nadia sedang berjalan dengan Lina dan Risa menuju gerbang sekolah karena bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak tadi.
"Lin, Ris Aku kesana dulu ya." pamit Nadia untuk menghampiri Devon yang sudah menunggunya diparkiran motor bersama dengan Arka dan Rano.
"Kalo gitu kita ke depan dulu Nad." ucap Lina lalu kembali melangkahkan kakinya menuju gerbang sekolah bersama dengan Risa.

Setelah Lina dan Risa pergi menuju ke gerbang sekolah, Nadia menghampiri Devon yang sedari tadi menatap ke arahnya.
"Kak, ada yang mau Aku omongin sama Kakak." ucap Nadia saat sudah berada dihadapan Devon, tak lupa Nadia juga menyapa Arka dan Rano terlebih dahulu.
"Ngomong apa?" tanya Devon menatap Nadia.
"Aku mau kita ngomong nya berdua aja. Soalnya ini penting." jawab Nadia. Sedangkan Devon yang melihat keseriusan dimata Nadia segera menyuruh Nadia untuk menaiki motor nya.

"Gue cabut." pamit Devon pada Arka dan Rano yang sedari tadi hanya menonton interaksi antara Devon dan Nadia.
"Yoi." jawab Rano. 
"Nanti malem jangan lupa Dev." timpal Arka mengingatkan Devon jika nanti malam ada yang menantang nya balapan.

Devon pun menyalakan mesin motornya dan melajukannya menuju ke danau yang ada ditengah hutan. Karena menurut Devon tempat itu cocok untuk membicarakan hal yang serius. Sedangkan Nadia hanya diam membiarkan Devon akan membawa nya kemana. 

Setelah sampai didanau tengah hutan, Devon turun dari motor nya lalu menggandeng tangan Nadia untuk duduk direrumputan pinggir danau.

"Mau bicara apa?" tanya Devon menatap Nadia.
"Kak, A-aku dijodohin sama orang tua ku Kak." ucap Nadia takut-takut. Mendengar ucapan Nadia, seketika tangan Devon mengepal erat tatapan mata nya pun berubah menjadi sangat tajam.
"Siapa?" tanya Devon dengan nada bicara yang geram menahan amarah.
"Kak De-devan." jawab Nadia terbata. Saat ini Nadia begitu takut dengan Devon. Karena baru kali ini Nadia melihat Devon marah. Sedangkan Devon yang mendengar jika Nadia dijodohkan dengan Devan mengetatkan rahangnya dengan kuat untuk menahan amarah nya didepan Nadia. Nadia yang melihat itu pun menunduk takut. 
"Udah Lo jawab?" tanya Devon.
"Belum." jawab Nadia masih menunduk tak mempunyai keberanian sedikit pun untuk menatap Devon.

"Gue anter pulang." ucap Devon singkat kemudian bangkit dari duduknya lalu menarik tangan Nadia yang masih menuju motornya yang tak jauh dari danau. Nadia hanya diam dan menurut pada Devon.

Saat diperjalanan Devon mengantar Nadia pulang, tak ada satu pun dari mereka yang membuka suara. Fikiran Devon saat ini dikuasai oleh amarah yang bisa meledak kapan pun. Sedangkan Nadia hanya diam sembari memeluk Devon dari belakang.

Setelah sampai didepan gerbang rumah Nadia, Nadia turun dari motor Devon. Kali ini, Nadia memberanikan diri untuk menatap Devon. Didalam mata Devon terlihat sangat jelas sekali jika Devon sedang menahan amarah.
"Masuk, Gue pamit." ucap Devon seketika membuat Nadia mengalihkan pandangan nya dari mata Devon.
"Iya Kak." jawab Nadia. Devon pun melajukan motor nya meninggalkan pekarangan rumah Nadia dengan kecepatan diatas rata-rata. Saat ini Devon sangat membutuhkan pelampiasan untuk melampiaskan kemarahannya. Masih dengan amarah yang menguasainya, Devon memilih pulang untuk menemui Devan.

Sesampainya dirumah, Devon memarkirkan motornya digarasi lalu segera masuk kedalam rumah dengan membuka pintu utama secara kasar, membuat Brata, Veni, Davin dan Devan yang sedang berada diruang keluarga terkejut dengan suara pintu yang dibuka secara kasar oleh Devon.

Tanpa menunggu waktu lama, Devon melangkahkan kakinya masuk untuk mencari Devan dengan tangan yang masih mengepal erat dan rahang yang mengetat. Melihat Devan yang sedang duduk disebelah Davin, Devon langsung menarik dan mencengkeram kerah baju Devan agar berdiri. Tanpa aba-aba, Devon membogem pipi kiri Devan dengan keras hingga membuat Devan terhuyung ke belakang.

Davin yang berada didekat Devan dan Devon segera menarik Devan menjauh dari Devon agar Devon tak bertindak lebih jauh lagi. Sedangkan Brata yang melihat anak kesayangannya dipukul oleh anak yang dibencinya itu langsung naik pitam, begitupun dengan Veni.

Bugh...

"APA MAKSUD KAMU PUKUL ANAK SAYA HAH?.." tanya Brata berteriak marah setelah membogem rahang Devon.

"Saya hanya ingin memberi dia pelajaran." jawab Devon dingin sambil menunjuk Devan yang kini sudah duduk disofa dengan Veni.
"Apa maksud kamu?" tanya Brata masih belum mengerti ucapan Devon.
"Saya ingin memberi pelajaran agar dia tidak merebut apa yang Saya punya." jawab Devon dengan geram menatap tajam Devan.
"Oh... Pacar kamu maksudnya." ucap Brata yang tak dijawab oleh Devon.
"Itu semua saya yang merencanakan agar kamu dan pacar kamu itu putus." lanjut Brata dengan nada bicara mengejek, membuat emosi Devon kembali naik.

"Apa alasan Anda melakukan itu?" tanya Devon tanpa mengurangi nada dinginnya.
"Alasannya sangat simpel sekali, saya ingin kamu hancur secara perlahan dan membuat kamu pergi dari rumah ini dengan sendirinya tanpa saya suruh. Karena saya muak melihat kamu dirumah ini." ucap Brata tak memikirkan perasaan Devon.

Mendengar perkataan Papanya membuat hati Devon merasa seperti ditusuk oleh ratusan anak panah. Tapi bukan hanya Devon saja yang merasa hatinya tertohok, namun Davin dan Devan pun merasakan hal yang sama. Sedangkan Veni tersenyum miring mendengar ucapan suaminya itu, seolah-olah dia setuju dengan ucapan suaminya.

Davin dan Devan tak menyangka jika Papa mereka berbicara seperti itu pada darah daging nya sendiri. Namun, yang bisa Davin dan Devan lakukan hanyalah diam untuk tidak melawan ataupun menyanggah ucapan Papanya, walaupun perkataan Papanya sudah keterlaluan. Karena dengan perkataan itu, secara tidak langsung Brata telah berbicara jika hidup Devon sangat tidak diinginkan oleh mereka.

"Kalau itu yang anda inginkan, saya akan angkat kaki dari rumah ini sekarang juga." ucap Devon dingin.
"Baguslah kalau begitu, itu artinya saya tidak perlu susah-susah untuk mengusir kamu, lagi pula meskipun kamu sudah pergi dari rumah ini, saya akan tetap menjodohkan Devan dengan Nadia." ucap Brata yang semakin membuat dada Devon bergemuruh dengan amarah.
"Saya akan pergi dari rumah ini, tapi anda ingat ini baik-baik. Kalau anda masih ingin menjodohkan anak kesayangan anda itu dengan Nadia, maka saya tak segan-segan menyakiti anak kesayangan anda itu." ucap Devon sambil menunjuk Devan dengan tajam.

Setelah mengatakan itu, Devon pergi meninggalkan ruang keluarga menuju garasi untuk mengambil motor nya lalu pergi dari rumah besar ini yang lebih cocok disebut neraka bagi Devon.

Diruang keluarga, Devan mulai memberanikan diri untuk berbicara pada Papanya.
"Pah, menurut Devan papa udah keterlaluan bicara kayak gitu ke Devon. Karena bagaimanapun juga, Devon juga anak papa, jadi gak seharusnya papa bicara kayak gitu ke Devon." ucap Devan.
"Apa yang Devan bilang bener pah, menurut Davin papa udah keterlaluan." ucap Davin juga menyetujui ucapan Devan.
"Davin, Devan mending kalian masuk kamar. Dan ingat jangan pernah kasihani anak gak tau diri itu." ucap Veni memerintah dengan nada marah. Sedangkan Davin dan Devan yang mendengar perintah Veni segera melaksanakannya untuk pergi ke kamar mereka. Mendengar ucapan kedua putranya, Brata tak peduli sama sekali. Mungkin Brata sudah tidak memiliki rasa kasihan sedikit pun untuk Devon.

⏳⏳⏳

Makin gak jelas aja nih cerita.

Devon [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang