Part 32

19.2K 1K 53
                                    

Keesokan harinya, Brata serta keluarga nya berangkat menuju rumah sakit tempat Devon di rawat. Semalam Brata mendapat kabar dari Surya jika Devon sudah sadar walaupun kondisinya masih lemah. Brata dan keluarga lainnya tentu saja bahagia mendapat kabar itu.

Brata, Veni, Davin dan Devan sudah sampai di rumah sakit. Mereka menelusuri koridor rumah sakit menuju ruang rawat Devon.

Setelah sampai di depan ruang rawat Devon, di bukanya pintu berwarna hitam itu dengan pelan. Baik Surya, Barga dan Devon yang berada di dalam ruangan itu langsung mengalihkan pandangannya ke arah pintu saat mendengar suara deritan pintu di buka.

Brata beserta istri dan anak nya langsung mendekati Devon yang sedang duduk dengan punggung yang di sandarkan. Brata segera memeluk Devon dengan menggumamkan kata maaf, mata Brata pun terlihat berkaca-kaca. Sedangkan Devon yang tak mengerti apa-apa hanya terdiam, bingung dengan keadaan.

Di dalam fikirannya terdapat banyak pertanyaan. Apakah orang tuanya sudah tidak membencinya? Bagaimana mereka bisa ke Polandia untuk menemui nya? Dan mengapa kedua orang tuanya terlihat sedih saat melihat keadaannya saat ini? sangat berbeda sekali dengan orang tuanya yang waktu lalu. Yaitu orang tuanya yang tidak memperdulikan keadaannya sama sekali.

Brata melepas pelukannya, Veni yang melihat itu langsung lebih mendekati ke arah Devon untuk memeluk putranya itu. Namun hanya sebentar, Veni melepas pelukannya lalu mengelus rambut Devon dengan lembut. Tanpa sadar, air mata yang sedari tadi Veni tahan, jatuh begitu saja.

"Maafin mama Dev." Ucap nya menggenggam tangan Devon yang terbebas dari infus dengan erat.

"Dev, maafin mama sama papa ya, mama sama papa nyesel udah perlakuin kamu dengan kasar." Ucap Veni menghapus air mata yang mengalir di pipinya.

Brata terlihat menenangkan istrinya itu dengan mengelus bahunya lembut. Surya, Barga, Davin dan Devan hanya diam melihat itu.

Sedangkan Devon beralih menatap Surya dan Barga secara bergantian. Surya dan Barga hanya mengangguk saat mengerti arti tatapan Devon.

Devon memandang wajah Veni dengan dalam lalu mulai berucap.

"Saya akan berusaha memaafkan kalian. Maaf kalo saya belum sepenuhnya maafin kalian, karena itu semua butuh waktu. Saya butuh waktu untuk mencoba melupakan perlakuan yang kalian perbuat dulu pada saya. Jujur saja, yang kalian lakukan sebelumnya itu masih membekas." Ujar Devon panjang lebar meskipun perkataannya masih sedikit tersenggal karena dia juga menggunakan nassal canula untuk membantunya bernafas.

Brata dan Veni mencoba memaklumi Devon, mereka mencoba mengerti saat Devon berbicara formal dengan menggunakan kata Saya saat berbicara pada mereka.

"Tidak masalah Dev, papa tau kamu butuh proses. Yang penting kamu sudah mencoba untuk memaafkan kami." Ujar Brata yang di angguki Veni.

"Ayah, apa kata dokter tentang perkembangan kondisi Devon?" Tanya Brata pada Surya. Kini, Surya, Barga, Brata dan Veni duduk di sofa yang ada di sana. Sedangkan Davin dan Devan duduk di kursi yang ada di samping brankar Devon.

"Kata dokter, tidak ada perubahan pada kondisi Devon, kondisinya masih lemah dan harus di pantau karena sewaktu-waktu kondisinya bisa saja menurun." Jelas Surya.

"Penderita kanker paru-paru stadium 4 sangatlah mustahil untuk bisa sembuh, kemungkinan hidupnya pun sangat kecil." Lanjut Surya.

Brata dan Veni menghembuskan nafasnya dengan berat mendengar penuturan Surya.

Setelahnya tak ada lagi yang berbicara, di ruangan itu hanya ada suara dari televisi yang menyala.

Di tengah suasana ini, handphone Barga berbunyi membuat semua atensi mengarah pada Barga.

Devon [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang