Arlita berjengit ketika Abimana tiba-tiba masuk kedalam kamar, sedangkan dirinya baru saja membuka kerudung dan membuka gelungan rambutnya yang sepinggang. Arlita sudah merasa gatal dengan kepalanya, karena harus kerudungan terus selama berada di dalam rumah. Sejak pernikahan itu terjadi, Arlita belum pernah membuka kerudungnya di hadapan Abimana. Makanya ketika laki-laki itu pamit mau mandi, Arlita merasa punya waktu untuk menyisiri rambutnya. Mungkin saja ada banyak kutu yang berkeliaran di rambut indahnya.
Abimana memandang Arlita tanpa berkedip untuk beberapa saat. Arlita terlihat sangat cantik dimatanya. Rambut ikalnya yg hitam legam dan menjuntai, terlihat semakin menarik. Sungguh ia tidak menyesal untuk kembali ke kamar demi mengambil baju ganti yang lupa dibawanya. Karena bonusnya, dia bisa melihat bidadari yang bikin hatinya berdebar tak karuan.
"Kamu bukannya—mau mandi, kenapa sudah balik lagi?" Arlita panik sambil berusaha mengambil kerudungnya. Namun, ia kalah cepat karena Abimana menahan tangannya.
"Karena Allah ingin memperlihatkan pesona bidadari yang sudah halal untuk aku lihat." ujar Abimana sambil menatap Arlita intens.
Arlita gelagapan ditatap seintens itu. Tatapan Abimana seperti ada magnet listrik yang mengirim getaran dawai hati. 'Ah...sial...sial...kenapa aku harus terjebak dalam susana seperti ini?' rutuk Arlita dalam hati.
"Tapi kamu harus mandi, Bi..." Arlita berusaha membuyarkan fokus Abimana yang enggan beralih dari menatap dirinya. Jujur Arlita merasa ngeri, jika ditatap Abimana seperti itu.
"Tapi aku lebih suka berduaan seperti ini. Kamu sanga—sangat cantik." ujar Abimana sambil menyentuh pipi istrinya dan mengusapnya dengan lembut.
Wajah Arlita langsung merona di puji cantik seperti itu. Mulut Abimana yang sangat manis sangat tidak sehat untuk jantungnya. Sekuat apapun ia berusaha tangguh, tapi kalau perlakuan lembut Abimana dan tatapannya mengandung magnet bikin hatinya berdebar tak karuan.
"Aku rasa tidak akan sulit untuk mencintai kamu my sun shine. Kamu adalah paket sempurna yang dikirim Tuhan untuk melengkapi segala kekuranganku. Mari kita berjanji, bahwa pernikahan ini untuk selamanya. Menua bersama. Merajut bahagia."
"Aku nggak bakalan luluh dengan rayuan gombalmu." Arlita berusaha menjauh dari tubuh Abimana yang begitu dekat tanpa jarak. Tapi Abimana menahannya, dan semakin memepet jarak diantara mereka, membuat Arlita semakin susah untuk bernapas.
"Lepas-Bi." Arlita mencoba untuk meronta.
"Tidak akan. Kita memang harus sedekat ini, agar cinta semakin cepat hadir" ujar Abimana, dia malah sengaja menempelkan hidungnya di hidung Arlita.
"Neng Arlita...!!" Suara Bik Cicih memecahkan fokus Abimana, dan hal itu tidak disia-siskan Arlita untuk menghindar dari kungkungan Abimana. Ia segera berlari keluar kamar dengan perasaan lega. Beberapa kali ia mengehembuskan napas, dan menentramkan debaran jantungnya yang tidak bisa diajak kompromi.
"Shitt...!!" umpat Abimana kesal. Jika tidak ada suara Bik Cicih, mungkin dia sudah memberikan first kiss buat istrinya.
Arlita segera menemui Bik Cicih yang duduk di dapur. Hatinya masih terasa berdebar, efek dari kedekatan tadi. Pasti Abimana akan kembali bersifat dingin karena berhasil menghindarinya.
"Kenapa wajah Neng Arlita memerah?" tanya Bik Cicih.
"Me-merah-kenapa-Bik?" tanya Arlita tergagap.
"Oh, Bibik paham." ujar Bik Cicih dengan senyum maklum.
"Kenapa Bibik tersenyum?" tanya Arlita tidak paham.
"Ya, Bibik pahamlah, Neng. Karena Bibik juga pernah muda dan ngalamin jadi pengantin baru."
KAMU SEDANG MEMBACA
Terikat Takdir
AdventureKali ini, Arlita sangat membenci kepulangannya ke Indonesia.Tujuan dari kepulangannya, untuk menghadiri pernikahan kakak sepupunya. Namun, ia dipaksa harus menjadi pengantin pengganti. Di karenakan Amelia, kakak sepupunya itu kabur, dihari pernikaha...