K3 | 8

7 1 0
                                    

8
•• •••

Hanya bisa mengagumimu dari jauh, berharap bisa tertawa dan bahagia bersama.

•• •••

Andra, Ardhan, Biru, dan Gilang sedang duduk di kursi mereka masing-masing dengan menghadap ke cermin yang dibawa oleh tukang potong rambut. Cermin seadanya. Sedangkan mereka berempat yang baru saja duduk langsung menengok satu sama lain.

"Cerminnya kecil banget dah, ini muka gue yang cakep nya kebangetan kagak keliatan semua," komen Gilang dengan tingkat pede paling tinggi.

"Bang, ini cerminnya gak ada yang lebih kecil lagi?" Tanya Andra.

"Ada," jawabnya sambil memberi kaca bedak kepada Andra dan hanya dibalas helaan nafas.

"Bang, itu tuh sarkas," sahut Biru.

"Sarkas itu apa dek?" Tanyanya bingung.

"Ah masa lo gak tau sarkas sih," sahut abang-abang tukang cukur lainnya.

"Ini kenapa permasalahin kaca? Apa mau ibu ambilin kaca aula yang segede gaban?" Tanya Bu Santi.

"Boleh tuh, Bu," sahut Gilang cepat dan dibalas pelototan Bu Santi.

"Lo tau gak sih, Lang? Itu tuh semacam peringatan," sahut Ardhan.

Gilang menengok Ardhan, "peringatan?" Tanyanya kecil tidak mengerti.

"Bang, cepat potong rambut mereka, jangan dibuat jalur kutu, saya mau ngasih tugas anak kelas sepuluh dulu," pamitnya.

Setelah Bu Santi pergi, mereka berempat mulai bawel terhadap tukang potong rambut, dari mengenai potongan rambut, menanyai pekerjaan, bahkan sampai hubungan asmara, belum sempat menanyai itu semua sebuah fakta membuat mereka terdiam sesaat.

"Bang, jangan pendek-pendek cukur rambut saya nya, ntar tingkat kepedean saya berkurang kalau rambut saya pendek," ucap Gilang.

"Gaya banget lo, Lang. Kayaknya rambut lo pernah hampir botak gitu tapi lo biasa aja, tetap tengil dan pede," sahut Andra.

"Sebenernya gue tuh gak pede, tapi masih ke bantu lah sama muka gue yang cakep,"

"HEH LO PEDE AMAT DAH JADI MANUSIA,"

"Gak pede gak hidup," sahutnya santai sambil menyisir rambut menggunakan tangannya.

Perdebatan antara Andra dan Gilang berlanjut sampai sebuah interupsi suara mengalihkan keduanya.

"Bang, emang sering ke sekolah-sekolah kayak gini?" Tanya Ardhan.

"Enggak sih, baru ini," jawab yang mencukur rambutnya.

"Biasanya nyukur daerah mana, Bang?"

"Daerah mana?" Tanyanya bingung.

"Hah?"

"Hah?"

"Hah?"

Sedangkan keempatnya saling bertatap satu sama lain, "abang-abang sekalian buka potong rambut alias buka salon alias barbeshop gitu di mana?" Tanya Gilang.

"Kita berempat mah gak buka barbershop, dek. Tadi mah kita lagi ngobrol di bawah pohon depan sekolah, terus dipanggil sama ibu-ibu yang ternyata guru di sini, terus ditanya bisa potong rambut apa engga, ya kita jawab bisa," jawab abang yang memotong rambut Biru.

Gilang mengaga sebentar, "terus ini alat semuanya darimana?" Tanyanya sambil menunjuk kaca, contoh potongan rambut, gunting, dan lainnya. Gilang mengira semua alat-alat di sini dibawa oleh abang-abang sekalian.

KISAH KASIH KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang