Mereka berangkat dari Demak pada pukul tujuh pagi. Sebelumnya Zahid menjemput Hanan terlebih dahulu. Sekitar satu jam lamanya, mereka berkutat di jalanan. Langganan macet berada di kawasan Sayung, sebelum sampai ke Terboyo lalu menuju jalan Raden Patah tempat Lawang Sewu berada. Tempat yang hari ini akan mereka kunjungi.
Namun tampaknya, Zahra tidak terlalu antusias dengan bangunan tua yang dulu adalah kantor pusat NIS atau Netherlands Indische Spoorweg Maatschapij yang sempat dijadikan Djawatan Kereta Api Republik Indonesia tersebut. Cuaca panas semakin membuat bibir gadis itu merengut. "Zahra capek? Mau minum?" Hanan merogoh ke dalam ranselnya. Mengeluarkan botol air ukuran 700 mili, lalu membukakan tutupnya. Sudah ada sebuah pipet di dalamnya.
Bagi yang melihat interaksi antara Zahra dan Hanan, pasti akan menyangka, bahwa gadis itu adalah ibu dari putrinya. Interaksi mereka begitu alami. Rasa sayang yang terpancar dari sepasang mata indah milik Hanan itu tidak dibuat-buat. Tulus. Sebab anak kecil seperti Zahrapun bisa merasakan ketulusan hati seseorang yang berada di dekatnya. Jadi, mungkin saja apa yang dikatakan Ibu dan kakak perempuan Zahid memang benar, Hanania adalah sosok ibu yang tepat untuk putrinya.
"Zahra tadi sudah makan, Mas?" tanya Hanan tiba-tiba, setelah selesai memberi gadis kecil itu minum. Zahid yang tidak menyangka akan mendapatkan pertanyaan tersebut, agak gelagapan.
Ia berpikir, gadis seperti Hanania ini bakal canggung dalam membuka percakapan dengan lawan jenis. Apalagi yang belum lama dikenalnya.
Ternyata dia keliru, gadis itu cukup interaktif dan bisa mengambil inisiatif untuk membuka pembicaraan. Satu poin plus. Soalnya tidak mungkin Zahid menikahi orang yang sungkan bicara padanya. Bagaimana caranya mau berkomunikasi kalau begitu? Dan rumahtangga macam apa yang akan dijalaninya tanpa komunikasi yang baik?
"Sudah. Tadi sudah dibikinkan nasi kuning sama Umi. Dia juga sudah minum susu," jawab Zahid.
"Zahra," kali ini Hanan sudah berjongkok di hadapan gadis kecil itu. "Nggak betah di sini?" suaranya kecil, lembut dan mendayu. Seperti angin surga. Membuat Zahid sukses dibuat terpukau---bengong, seperti kena tenung bidadari cantik. Rasanya hanya Alisa yang dulu bisa mempunyai kemampuan untuk meluluhkan hati putri kecilnya. Juga dirinya sendiri.
Hmmm, mungkin yang dikatakan Ibunya memang benar.
Zahid memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana jin abu-abu. Pagi ini ia sangat memesona dalam balutan kemeja biru berlengan pendek, bernuansa lembut. Matanya tak lepas dari mengawasi interaksi antara putrinya dengan sang calon istri.
"Zahra mau ke mana?" tanya Hanan lagi. Lembut. Zahid pun kalau ditanya seperti itu juga tak akan mampu menjawab. Mungkin ia akan lebih memilih untuk mengikuti ke manapun Hanan menggandengnya.
Hanan menoleh ke arah Zahid. "Mas kita ke Kota Lama aja gimana? Kayaknya, Zahra nggak begitu suka di sini. Kan di sana nanti ada tamannya," usul Hanan.
Zahid merasa telah menjadi seorang Ayah yang payah hari ini karena tidak memperhatikan bahwa putrinya tidak suka berada di tempat itu. Ia memilih kawasan Lawang Sewu karena pertimbangan praktis, bahwa semua orang kalau ke Semarang pasti ingin melihat Lawang Sewu. Dia lupa kalau tempat itu sering dikaitkan dengan hal mistis. Dan yang diajaknya kemarin adalah putrinya yang masih berusia belum genap lima tahun.
Yah, sebenarnya acara jalan-jalan ini bisa terlaksana karena setiap detik dirinya melulu direcoki oleh kakak perempuannya dan juga Ibunya. Zahid hanya menurutinya dengan setengah hati. Malahan dia hanya berperan mirip pengawal saja hari ini. Diam, tidak ada senyum yang tulus. Bahkan ketika bersama putrinya sendiri.
Hari ini pikirannya memang sedang bercabang. Antara pekerjaan, perjodohan dan seorang perempuan dewasa yang matang, yang ia pikir akan cocok dengannya. Hingga tidak fokus, bahkan mengabaikan kesenangan putrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Yang Menunggu
RomanceTsurayya Hanania Asyra, seorang gadis 23 tahun yang berprofesi sebagai guru TK. Yang lincah dan ceria, lalu tiba-tiba harus menerima dijodohkan dengan lelaki berusia 34 tahun. Di sisi lain, ada remaja 18 tahun yang mengejar-ngejarnya. Ke manakah cin...