Hari-hari berikutnya, Zahra semakin lengket dengan Hanan. Ke mana-mana bocah cilik yang cantik itu minta ditemani oleh Bu Nan-nya. Hanan tidak keberatan. Yang penting Zahra merasa nyaman. Hal itu menimbulkan sedikit rasa iri bagi teman-teman Zahra.
Selain Zahra, yang suka mengintil Hanan adalah Nizam. Bocah itu kini sudah tidak mengenakan diaper lagi. Hanan berbicara kepada orangtua Nizam, bahwa dia akan bertanggung jawab masalah toilet training anaknya. "Sayang lo, Bu. Nizam sudah ngerti. Lagipula sepertinya dia juga sudah ndak nyaman pakai diaper. " Kata Hanan meyakinkan Ibu Nizam, ketika mengantar balitanya itu ke sekolah Tempo hari.
"Saya sih terimakasih, Bu Nan. Tapi kalau di rumah itu neneknya ndak telaten. Maklum, sudah sepuh. " keluh Mama Nizam.
"Ya, saya ngerti. Nanti saya atur, biar gampangnya. Ibu pulang kerjanya sore?"
"Ya. Jam lima saya sudah di rumah. Kalau malam yang ngurusin Nizam saya. Bapaknya masih di Taiwan, Bu. "
Hanan tersenyum. Mungkin Ibu Nizam yang umurnya bisa saja hanya dua atau tiga tahun di atas Hanan ini hampir curhat colongan. Wajahnya yang putih dan ayu, berubah muram. "Kapan-kapan Bu Hanan mampir rumah saya, saya mau konsultasi. "
Hanan hanya mengangguk. Sebentar kemudian, Ibu Nizam sudah pamit.
***
Hari ini ada kegiatan outdoor bagi murid pra-TK. Mereka akan digiring ke alun-alun.
Pagi hari itu tidak terlalu panas, namun guru-guru tetap membawa payung lebar untuk mengantisipasi jika ada murid yang tidak tahan dengan panas matahari.
"Ayo, baris dua-dua!" Bu Heni dengan perut bulatnya mengomandoi dari depan. Murid pra-TK yang berjumlah sekitar empat puluhan itu tidak segera mematuhi komando Bu Heni.
Beberapa malah main kejar-kejaran di halaman TK, beberapa lagi kabur ke perosotan. Satunya main dorong-dorongan, ada beberapa yang tertib, namun tidak banyak.
Beberapa wali murid yang menunggui, ikut mengatur para anaknya. Hanif sendiri sudah frustrasi, karena beberapa anak malah memberantakkan mainan dari kontainer. Jilbabnya sudah menceng-menceng. "Kalau kayak gini, mendingan tadi aku makan semua nasi sebakul buat sarapan!" gerutunya.
Motto hidup Hanifatul Rasyidah adalah, apapun masalahnya, makanan lah penyelesaiannya! Dan itu membikin pipinya tambah gembul semakin hari.
Hanan sendiri tak kalah repot. Kakinya digelayuti Zahra dan Nizam, dia masih harus menata murid-muridnya untuk berbaris.
Daffa dan Nabil yang kejar-kejaran, namun ia tidak bisa bergerak cepat. Untung saja, dalam waktu empat puluh lima menit, mereka sudah bisa berbaris dengan tertib. Karena Bu Dewi memberikan contoh berbaris yang rapi lewat video bebek yang sedang diangon. Semua balita itu tampak tertarik, lalu akhirnya lima belas menit kemudian, mereka sampai di alun-alun.
"Ayo duduk melingkar!" Bu Heni memberi aba-aba. Hanan, Hanif, Bu Winda, Bu Feni, segera mengatur para murid dibantu para Ibu-ibu yang menunggui anaknya. Kegiatan mereka hari itu adalah menyanyi, mewarnai, permainan, lalu makan bersama.
Bu Leli dan Bu Nisa datang dengan motor membawa serta dua tas keresek hitam besar berisi snak. Fokus para murid sudah nyaris buyar, melihat bungkusan snack yang menyembul keluar dari tas keresek jumbo itu. Namun, Hanan dan yang lainnya berhasil mengembalikan perhatian para anak-anak balita itu.
Hari Kamis adalah waktu outdoor untuk para murid pra-TK, sementara anak TK A dan TK B adalah Jum'at dan Sabtu.
Saat sedang asyik-asyiknya di tengah permainan, tahu-tahu Nizam bangkit dari duduknya, lalu keluar dari lingkaran. "Bu guyu!" teriakan cadel itu membuat Hanan menoleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Yang Menunggu
RomanceTsurayya Hanania Asyra, seorang gadis 23 tahun yang berprofesi sebagai guru TK. Yang lincah dan ceria, lalu tiba-tiba harus menerima dijodohkan dengan lelaki berusia 34 tahun. Di sisi lain, ada remaja 18 tahun yang mengejar-ngejarnya. Ke manakah cin...