prologue

118K 3.9K 30
                                    

ALI

"BUGG!!!", aku melayangkan pukulanku ke arah sandsack yang kini mengayun keras kesana kemari.

Aku melangkahkan kakiku beberapa langkah ke belakang, menghindari hantaman sandsack yang akan kembali mengayun ke arahku. Aku membungkuk. Menumpukan kedua tanganku yang masih berbalut sarung tinju ke lututku. Napasku tersengal, peluh membanjiri seluruh tubuhku. Cukup untuk hari ini, pikirku.

"Li, ini minumnya.", aku mendengar suara Kak Alya di belakangku.

Sebotol air minum muncul di sampingku. Aku merebutnya dari genggaman Kak Alya. Aku menegakkan tubuhku dan berbalik menatapnya. Aku melihat tangan kanannya sibuk memasang handwrap ke tangan kirinya. Aku tersenyum ke arahnya.

"Lo masih aja pukul-pukulan kayak cowok.", kataku padanya, setelah meneguk air minum dan mengatur napasku.

"Gue cuma ngelakuin apa yang gue suka.", jawab Kak Alya tanpa menoleh ke arahku.

"Cewek apaan yang sukanya fighting?!", kataku menggodanya.

"Biarin!", jawab Kak Alya ketus lalu berlalu meninggalkanku. Aku terkekeh.

"Alya! Kamu mau ngapain? Siang ini ada photoshoot. Kamu ngga lupa kan? Kok malah di sini?", aku menoleh, melihat Umi berdiri di ujung tangga masuk dojo latihan. Wajahnya tampak khawatir.

"Bentar aja, Umi. Latihan doang kok. Abis ini Alya siap-siap.", jawab Kakak perempuanku.

Ia kini membuka kakinya dan bersiap melayangkan pukulannya ke sandsack miliknya yang bergantung di seberang ruangan. Aku terkekeh melihatnya.

"Tenang aja 'Mi. Kak Alya setengah cowok kok. Hiburannya cuma ini, katanya tadi.", kataku pada Umi.

Aku melihat Kak Alya menoleh padaku, menatapku tajam, bibirnya mengkerucut. Aku yang mengenalinya sebagai peringatan tanda bahaya, lantas berlari dan melangkahi dua-dua anak tangga sekaligus menghampiri Umi dan bersembunyi di baliknya. Benar saja, Kak Alya menggapai gulungan handwrap terdekat dan melemparnya ke arahku, tapi lemparannya meleset, aku terkekeh dibalik tubuh Umi.

"Heh! Udah. Udah. Ali, kamu ini masih aja suka gangguin Alya. Cepetan mandi, ada kuliah kan?!", omel Umi sambil berlalu meninggalkanku.

Aku masih menahan tawa dan menoleh pada Alya yang kini melempar cibirannya ke arahku. Aku hanya mengangkat sebelah alisku dan berlalu meninggalkannya. Aku mendengar suara sandsack yang berdebam seiring langkahku menjauh. Dojo Abahku tak pernah sepi. Peminatnya bertambah hampir setiap bulan. Aku sampai kewalahan mengurusnya, untung ada Kak Riri yang selalu membantuku.

Aku melangkah masuk ke kamarku. Melepas sarung tinju dan handwrap yang membungkus kedua tanganku. Lebam keunguan tampak menghiasi punggung tanganku. Aku menyambar handuk di gantungan dan melangkah masuk ke kamar mandi dengan ringan. Sandsack memang selalu membuat suasana hatiku jauh lebih baik, pikirku.

------------------------------------------------------

PRILLY

"Oke. Bagus.. Bagus.. Senyum lagi.. Yak! Bagus.. Berputar.. Oke! Angkat dagunya, yak begitu! Oke.. Sekali lagi..", aku mendengar fotografer itu berbicara diantara jepretan kamera dan blitz yang menghujani aku dan rekan photoshootku kali ini, Kaia. Aku terbiasa memanggilnya Kak Alya karena usianya yang sedikit lebih tua daripada aku.

"Thanks Prill.", kata Kak Alya kepadaku.

"Sama-sama kak.", aku tersenyum ke arahnya.

"Seandainya ya bisa kerja bareng lo terus. Pasti seru!", kata Kak Alya yang kini sibuk menghapus makeup dari wajahnya yang aslinya memang cantik.

yellowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang