"Kau lihat itu ?"Mino menunjuk loteng diatas mereka, Irene menggenggam tiang infusnya erat.
"Kau yakin aku jatuh dari sana ?"Irene masih bingung, mencari jawaban yang tak kunjung ia temukan.
"Soal kejadiannya dan bagaimana itu bisa terjadi, kau bisa jelaskan pada Kepala Asisten Rumah ini. Aku akan membiarkan mu makan dan beristirahat sebentar, tapi tinggalkan rumah ini sebelum aku pulang. Aku akan pergi sebentar dan aku tak ingin melihatmu lagi disini"celoteh Mino ketus, ia berjalan meninggalkan Irene seorang diri dan mengambil jaket kulit miliknya didalam lemari.
Irene yang masih tak memahami situasi mencoba keluar kamar dan disambut Kepala Asisten Rumah dengan ramah. Beliau membawa Irene ke dapur untuk duduk makan dengan tenang.
Aroma teh menguar, terlihat dari uap panas yang samar-samar mengudara dari cangkir keramik disampingnya. Irene duduk tegap begitu disajikan secangkir teh oleh Pak Shin, Kepala Asisten Rumah bergaya modern ini. Ia tersenyum simpul dan memintaku lebih santai.
"Apa kamu tahu sekarang berada dimana ?"
Irene menggeleng, ia lanjut menatap taman belakang rumah ini sambil memainkan kuku kuku jarinya. Bingung dan takut menjadi satu, tak seorangpun dirumah ini ia kenal.
"Anak laki-laki tadi, namanya Song Mino. Ia tinggal disini bersama ku dan beberapa asisten rumah yang lain. Kemarin, kamu memang jatuh dari loteng kamar mandi dan menimpa Tuan Muda"
"Aku sungguh keluar dari loteng itu ?. Kenapa aku bisa keluar darisana ?"
"Jangan tanya padaku, kami semua masuk dan hanya melihat kamu sudah pingsan di lantai. Menurutku, ada beberapa hal didunia ini yang tak bisa kita jelaskan dengan nalar"tuturnya yang kembali bersandar ke kursi.
"Apa anda menuduhku Alien ?"pertanyaan konyol Irene disambut gelak tawa Pak Shin, pria paruh baya yang tampaknya lebih ramah dan humoris.
"Kami memeriksa peta konstruksi dan tak ada jalan masuk ke kamar selain pintu dan jendela, yang saat itu dan beberapa hari sebelumnya juga sudah terkunci rapat. Tak ada desain loteng untuk penyimpanan atau sebagainya. Kami bahkan memeriksa bagian dalam loteng dan tak menemukan apapun"jelas Pak Shin pada Irene yang kini menatapnya sangat serius.
"Menurut anda, aku harus bagaimana ?"
"Saya juga tidak tahu harus apa, tapi karna saya tinggal dirumah ini sebagai bawahan Tuan Muda, saya harus menuruti permintaannya. Ini ada uang untuk kamu naik bus atau subway dan ini alamat Panti Asuhan dari orang yang ku kenal. Jika kamu tak kunjung ingat dimana rumahmu, datanglah ketempat itu"Pak Shin memberikan uang dan kartu nama Kepala Pengurus Panti Asuhan.
Irene hanya bisa menghela nafas berat, tak ia sangka ia berakhir di Panti Asuhan dalam sekejap. Ia bahkan merasa seolah dalam mimpi, ya, mimpi buruk.
Usai memasukkan uang pemberian Pak Shin ke tas kecil, ia berjalan keluar rumah. Sempat ia berbalik dan menatap Pak Shin yang mengantarnya hingga ke depan pintu. Irene mulai berjalan keluar, sesekali menendang kerikil kecil yang menghalangi jalannya. Ketika menemukan halte, ia sejenak berhenti dan memandangi rute bus yang ada.
'Apa langsung ke Panti Asuhan saja ?'
"Huffffttttt...."pundaknya terasa begitu berat hingga membuatnya tak henti menghela nafas dan membungkuk lesu.
Begitu melihat bus berhenti, tanpa pikir panjang Irene naik dan duduk di kursi sudut paling belakang, membiarkan kepalanya bersandar dikaca sejenak. Ia duduk disana cukup lama, menghabiskan waktu memandangi kota yang sepertinya ia kenali namun ternyata tidak. Sesekali menatap penumpang yang silih berganti hingga malam menjemput.
KAMU SEDANG MEMBACA
FALL [HIATUS]
FanfictionSong Mino hanya remaja laki-laki yang kembali ke tanah kelahirannya dan bermimpi hidup bebas layaknya remaja seusianya. Namun di hari pertamanya, ia terjebak dalam rumitnya kisah gadis cantik yang jatuh dari loteng rumahnya. Bae Irene, tuan putri ya...