#15#

84 18 9
                                    

"Belum dijemput ?"

"Belum. Aku akan menunggumu sampai dijemput dulu, baru aku pulang"

"Tenang saja, orang-orang Hyung-ku takkan berani menyentuhku. Seantero sekolah melihatku datang baik-baik saja, kalau terjadi sesuatu, dia yang punya motif paling kuat"Mino menjelaskan mengapa Irene tak perlu lagi mengkhawatirkannya, gadis itu tampak waspada sepanjang hari, ia bahkan berjaga-jaga bila ada yang menyamar menjadi salah satu siswa. Irene, si pintar yang kebanyakan membaca novel. Selain pelajaran sekolah, khayalanlah yang mengisi otaknya.

"Kau mau kemana ?"tanya gadis itu ketika keduanya sampai di gerbang utama sekolah.

"Ke Apotek didepan sana"

"Ikut !"

Irene segera meraih ujung baju Mino dan siap mengekori laki-laki itu. Anehnya, Mino tak menolak kali ini. Tak ada muka masam seperti yang kerap ia tunjukkan jika Irene membuntutinya kemana-mana. Ia bahkan mengurai senyum diam-diam ketika gadis itu bertingkah imut dengan menarik ujung bajunya.

Keduanya berjalan kaki karna Apotek tak begitu jauh dari sekolah. Mino sesekali memperbesar langkahnya agar Irene kesulitan mengekorinya dengan cara menarik ujung bajunya, ia bahkan mengatupkan mulutnya agar gadis itu tak mendengar gelak tawa yang jarang diumbarnya.

"Tolong... Siapapun tolong aku...hhmmmpphh"teriakan itu terdengar sayup-sayup dari celah antar toko yang baru saja dilewati Mino dan Irene. Keduanya sempat bertukar pandangan demi memastikan suara tadi bukan sekedar ilusi.

Tanpa pikir panjang Mino masuk ke lorong sempit itu demi memastikan apa yang ia dengar barusan.

"Lee Sung Hoon ?!"Irene histeris begitu melihat Sung Hoon terkapar dengan wajah penuh lebam dan luka.

"Ya !. Apa kalian laki-laki ?!. Beraninya keroyokan cihhh.... Dari sekolah mana kalian , ha ?!. Maju satu persatu !"tantang Mino yang melepas tas dan jasnya, ia bahkan bersiap dengan kepalan tangan dan posisi kuda-kuda.

"Mino-ya, jangan. Ayo keluar dari lorong ini dan panggil polisi"cegah Irene, gadis itu keringat dingin melihat segerombolan anak remaja yang tampak seumurannya sanggup memukul Sung Hoon habis-habisan seperti preman.

"Gwenchana, tak ada CCTV disini. Mundur lah cukup jauh, ini berbahaya"

Irene masih tak paham apa maksud Mino namun ia mencoba percaya dan melangkah mundur. Irene sontak terpejam dan meringis begitu mendengar suara pukulan. Diintipnya dari celah jemarinya bagaimana Mino menghabisi anak-anak itu satu persatu. Sedikit rasa lega menguat begitu melihat laki-laki itu tak terluka dan dengan gesit menghajar orang yang melukai teman mereka. Mino bahkan menjadikan tembok sebagai tumpuan menendang leher salah seorang dari mereka. Kepalan tangannya entah sudah berapa kali menghujam perut dan wajah anak-anak itu. Mino benar-benar membalas persis seperti yang mereka lakukan pada Sung Hoon.

"Irene-aa, bisa bantu aku bawa tas Sung Hoon ?"Mino mengaitkan lengan Sung Hoon ke pundaknya, memapah teman sekelasnya yang penuh luka dan tak berdaya.

Irene yang dimintai pertolongan berlari kecil dan mengambil tas Sung Hoon, ia meringis begitu melihat luka Sung Hoon lebih dekat. Ia kemudian segera meraih ponselnya untuk menghubungi nomor darurat.

"Tak perlu, biar aku saja"cegah Mino yang langsung menekan salah satu tombol di jam tangan miliknya.

Dalam waktu 10 menit, ambulance tiba dihadapan mereka dan petugas rumah sakit dengan sigap membaringkan Sung Hoon di brankar. Mino sontak menarik Irene untuk ikut bersamanya ke rumah sakit.

"Bagaimana bisa...?"Irene masih terjebak dengan tanda tanya perihal ambulance dan jam tangan.

"Aaah, ambulance ?. Jam tanganku dilengkapi tombol darurat, jadi rumah sakit akan langsung mengirim ambulance ke lokasiku"jelas Mino santai sambil melirik jam tangannya yang dilengkapi GPS.

FALL [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang