#14#

93 18 33
                                    

"Jika aku melakukannya, bisakah kau menjawab pertanyaan ku ?"

"Tentu saja, tanyakan apapun"

"Neo nuguya ?"

"Song Min Ho. Sungguh, hanya itu yang bisa kuberitahu saat ini"tuturnya tenang seiring lepasnya genggaman tadi.

"Kajja, ayo turun. Kau bilang ingin pulang kan ?"Mino memimpin jalan dan membuka pintu besi itu untuk Irene.

"Aaakkhhh..."Irene mengerang kesakitan begitu suara derit engsel pintu memancing bunyi denging ditelinga nya makin menyakitkan.

Mino sontak mendekat dan memegang erat bahu Irene dan meminta gadis itu berhenti terpejam begitu erat. Irene yang tak kunjung membaik tiba-tiba rubuh dan membuat Mino kian panik, nafas gadis itu tak teratur dan keringatnya mengucur melewati pelipisnya hingga akhirnya jatuh pingsan.

Mino kemudian melepas infusnya dan menggendong Irene turun dari atap. Ia berlari ke kamarnya secepat mungkin. Kalut dan takut tergurat jelas diwajahnya ketika berlari menggendong gadis itu.

"Maaf, Tuan muda. Kami diperintahkan untuk tidak mempersilahkan orang lain masuk tanpa izin Direktur"beberapa penjaga melarang Mino membawa Irene ke kamar rawatnya dan menghalanginya tepat ditengah-tengah lorong.

"Minggir !!!"

"Maaf, Tuan muda. Kami hanya melakukan perintah Direktur"

"KUBILANG MINGGIR, YA MINGGIR !!!"Mino membentak kedua penjaga suruhan hyung-nya dan bahkan menendang tulang kering mereka satu persatu.

"Anda tidak bisa melakukan ini, Tuan muda. Direktur Song sangat ketat menjaga kunjungan ke ruangan anda"salah seorang dari penjaga terus membujuk Mino mengeluarkan Irene ketika ia bahkan baru saja membaringkan gadis itu.

"Dia bukan pengunjung, aku yang membawanya. Selagi kau diam, tak ada yang terjadi"

=0=

Pandangannya tak lepas dari spion luar disisi kanan sejak mobilnya keluar dari rumah. Ia tertawa getir tiba-tiba, lalu mengeluarkan belati yang ia siapkan disaku celananya.

"Lucunya. Bukankah kami lucu, Pak ?"tanyanya sambil memainkan pisau itu ditangannya.

"Apa tidak sebaiknya Tuan Muda kembali ke Amerika ?. Jika kembali kesana, anda tidak perlu merasa dimusuhi seperti saat ini. Lagipula, sejauh ini anda melakukannya dengan baik disana"bujuk Pak Shin hingga di beberapa jam terakhir sebelum tiket pesawat hangus, beliau pikir Mino akan membaik bila menenangkan diri di Amerika. Melakukan berbagai hobinya seperti olahraga beladiri, berenang, atau main squash.

"Aku tak ingin kembali kesana. Aku menyadari bahwa aku hanya bertahan hidup disana. Dan tak seorangpun perduli akan itu"

Mino kemudian memasukkan kembali belati itu ke sakunya, tak ada pilihan lain selain turun dari mobil begitu Pak Shin berhenti tepat didepan gerbang utama sekolah. Pria paruh baya itu sempat ingin ikut turun demi melindungi Mino,namun untuk kesekian kalinya Mino melarang pria itu. Ia tahu betul apa yang akan dialami Pak Shin jika mencoba membantunya.

"Mino-ya..."gadis itu menghampiri Mino dan menggenggam tangan kanannya yang menggenggam belati dibalik saku celananya.

"Jangan. Ada aku disini, mereka tak akan berani macam-macam"bisik Irene yang membuat Mino mengeluarkan tangannya dari balik sakunya.

Keduanya lantas melewati gerbang utama tanpa hambatan, sedangkan para pria berpakaian serba hitam yang mengawasi Mino sejak tadi terpaksa gigit jari.

Irene dan Mino yang melangkah beriringan kembali jadi sorotan siswa lainnya, bahkan hingga di lorong sekolah puluhan pasang mata menatap tajam kearah pria disisi Irene. Mino, satu-satunya siswa yang berani pada Suho dan tak perduli soal The Pacific. Sayup-sayup terdengar suara siswa yang tak henti membicarakan skandal keduanya yang ketahuan masuk Club malam menggunakan kartu identitas palsu, ditambah lagi rumor soal Mino anak mafia kian berhembus kencang setelah beberapa siswa yang masuk gerbang melihat mobil Mino dibuntuti sekelompok preman.

FALL [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang