LANGIT COME BACK?

21 4 0
                                    

LANGIT COME BACK ?

Satu semester berjalan,

Dengan motor baru yang Om dan tantenya belikan untuk Sore, saat pergi ke sekolah Senja dan Sore selalu berboncengan. Tidak terasa sudah satu semester bersama-sama, rasanya sekolah jika memiliki teman yang baik maka pelajaran dan semua tugas tidak menjadi beban. Apa lagi Senja itu pintar, jadilah Sore mudah menjalaninya. Heheh tapi tidak selalu nyontek kok.

“Liburan kemana Re?” Tanya Bunda.
“Engga kemana-mana bun, tapi paling nanti pulang sebentar ke rumah Om sama tante.”
“Iya dijenguk dong, Om sama Tantenya” Celetuk Senja.
“Kamu mau kemana Nak?” Tanya Bunda kepada Senja.
“Disini saja, sama Bunda ngurus adik-adik panti”
Sore berencana mengajak Senja ke luar kota dan menikmati keindahan kota-kota lain di Indonesia, tapi sayangnya Bunda akan sendirian kalau Senja pergi.

Sore akhirnya meninggalkan Panti beberapa hari, karena ia harus menemui Om dan tantenya. Sedangkan Senja tetap berada di panti menemani bunda, tidak lama kemudian ada suara motor di depan panti.
Motor Ninja putih yang ditunggangi laki-laki berjaket kulit, dan berhelm putih itu parkir di depan panti. Ternyata dia adalah Langit, Langit pulang untuk berlibur dan tempat pertama setelah rumah Wijaya adalah Panti asuhan tempat dia dibesarkan.

“Langit?”
“Hai Senja” Langit melambai ke arah Senja.
“Ahh.. Langit, kamu pulang?” Senja langsung menghampiri Langit dan hampir memeluknya.
“Loh kenapa ngga jadi mendekat? Itu beberapa langkah lagi loh. Hehe”
“Ih apa sih kamu, engga. Aku ngga akan meluk kamu” Jawab Senja sambil memundurkan langkahnya.
“Iya, jangan sekarang. Nunggu halal saja” Kata Langit sambil mengajak Senja masuk untuk menemui Bunda.

Langit sangat rindu dengan suasana panti, walaupun hidupnya kini lebih enak dari yang dulu tapi ia selalu rindu akan kesederhanaan yang pernah ia rasakan.

“Bunda, Senja. Sore mana?”
“Dia sedang pulang menemui Om dan tantenya” Jawab Bunda.
“Cie, kangen ya?” Senja bertanya sambil tertawa.
“Iya kangen ngajak berantem sama dia. Hehe”
“Awas loh, benci jadi cinta. Langit dan Sore” Bunda mulai meledek Langit. Lalu Bunda pergi meninggalkan Langit dan Senja.

Langit merasa lega karena bisa bertemu Senja, dan Senja pun merasa demikian. 2 sahabat yang terpisahkan oleh jarak kini bisa bersama-sama, mungkin akan ada saat di mana Senja mengungkapkan apa yang sebenarnya Sore rasakan kepada Langit. Karena cinta tanpa kata itu akan terasa hampa tidak dianggap.

“Langit, kamu pasti capek. Aku buatkan minum dulu ya?” Senja melangkah ke arah dapur.
“Yang dingin, ya Senja” Teriak Langit.

Menatap beberapa foto lama yang tergantung di dinding panti dan sebagian ada di atas lemari, ada fotonya  juga dengan Senja dan Sore saat kecil. Saat kita melihat foto masa lalu terkadang kita akan dibawa ke dalam ingatan-ingatan masa kecil  yang penuh dengan kepolosan, Langit terus menatap wajah Senja di foto itu.

“Jangan dipandang terus fotonya Ngit, nanti luntur”. Hehe Senja terus saja meledek Langit.
“Kamu ini bisa saja, eh. kamu waktu kecil lucu ya?”
“Loh, baru tahu? Aduh kamu kemana saja Langit?” Senja mulai terlalu percaya diri.
“Dasar Senja narsis” Langit mengelus kepala Senja.
“Hustt... don’t touch me!” Senja langsung menghindar.
“Oh iya lupa, kenapa sih rasanya sekarang sulit sekali dekat dengan kamu Nja?”
“Kan kita bukan mahram Ngit” Senja berulang kali menjelaskan hal itu.

Langit menghela nafas dan berkata didalam hatinya “Padahal kita dulu sering main bersama bahkan peluk-pelukan”. Senja menyadari pikiran Langit tentang ke dekatan mereka dulu.
“Aku tahu kamu pasti merasa aneh, karena dulu saat kecil kamu bebas memelukku kan Ngit?”
“Loh, sejak kapan kamu bisa membaca pikiranku Nja?” Langit heran karena Senja bisa memahami apa yang sedang ia pikirkan.
“Hehe.. tidak, aku hanya menduganya. Kan kamu habis memandangi foto masa kecil kita”
“Iya Nja, aku merasa rindu saat-saat itu”
“Anak kecil itu tidak tahu Ngit, mungkin kita belum baligh dan belum memahami apa itu mahram. Sekarang kita sudah dewasa, saat nya kita belajar batasan-batasan yang ada” Senja mencoba menjelaskan.

Tapi Sore tidak demikian, Langit dan Sore masih bisa bercanda seperti dulu. Karena tingkat keimanan Sore belum seperti Senja, Sore masih seperti anak milenial lainnya yang belum paham akan hal itu. Kalau pun dia paham, sebagian orang memiliki cara pandangnya masing-masing dalam menjalani kehidupan bersosial.

Kita manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang seharusnya bisa saling menghargai satu sama lain, disini Langit harus belajar demikian. Ia harus bisa membedakan antara memperlakukan Sore dan Senja, lalu jika disuruh memilih. Siapakah yang akan Langit pilih? Senja atau Sore?

“Kamu mungkin masih bisa bercanda dengan Sore seperti dulu, tapi tidak denganku Ngit”
“Iya Senja, aku minta maaf”
“Terima kasih atas perasaan yang aku miliki untukku” Celetuk Senja.
“Apa? Perasaan? Maksud kamu?” Langit sempat mendengarnya, dan dia berpikir apa Senja tahu tentang rasa sayangnya kepada Senja melebihi seorang sahabat?
“Oh, tidak. Lupakan ngit, kamu pasti capek. Silahkan ke kamar” Senja menyuruh Langit untuk istirahat.

Dan langit akhirnya  masuk ke kamar dengan penuh tanda tanya didalam hatinya, apa Senja sudah tahu bahwa dia mencintai Senja? Langit takut kehilangan Senja hanya karena perasaan yang lebih dari seorang sahabat. Karena Langit tahu Senja bukan orang yang mudah jatuh cinta, dan bahkan cintanya hanya untuk satu tujuan, yaitu Lillahi Ta’ala.

SENJA DI LANGIT SORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang