SORE COME BACK

19 3 0
                                    

SORE COME BACK.

“Assalamu’alaikum” Suara salam dari luar panti.
“Wa’alaikumsalam, wah Sore pulang” Bunda langsung menyambut Sore.
“Senja mana bun?”
“Dia sedang keluar sebentar dengan Langit.” Seketika Sore kaget mendengar nama Langit, apakah Langit sahabatnya pulang?

Beberapa menit kemudian,

“Hah, Sore? Kamu udah pulang?” Senja langsung menghampiri Sore dan memeluknya.
“Iya Nja, eh dari mana kalian?”
“Langit tadi mengantarku ke pasar Re, buat masak nanti”
“Oh gitu ya” Sore langsung ke kamarnya. Kecemburuan Sore saat itu sangat terlihat karena mengetahui bahwa Langit dan Senja menghabiskan waktu bersama beberapa hari semenjak Sore tidak ada, dan Langit tidak memberi kabar sama sekali bahwa dia sudah ada di Indonesia.

Tok..tok..tok.. Senja mengetok pintu kamar Sore.

“Re, aku boleh masuk ngga?”
“Masuk saja Nja, tidak dikunci kok” Lalu Senja menghampiri Sore yang saat itu sedang duduk dan termenung.
“Kamu kenapa Re?”
“Engga, aku baik-baik saja.”
“Kamu bohong, ada apa? Kamu marah aku jalan sama Langit?”
“Loh, kenapa? Lagian bukan urusanku”
“Kita sahabat Re, dan aku sudah tahu bagaimana perasaanmu kepada Langit” Sore hanya diam seribu bahasa, pertengakaran seperti ini sudah klise didunia percintaan.

Temanya adalah sahabat jadi cinta, namun Sore bukanlah seorang sahabat yang Egois dan tidak tahu diri. Karena baginya persahabatan lebih penting dari apapun, Senja pun demikian.

“Hai.. hai.. cewek-cewek lagi pada apa sih?” Langit menerobos masuk kamar Sore.
“Heh, lu keluar ngga sekarang! Jangan main masuk sembarangan lu” Sore mencoba mengusir Langit.
“Iiih kok Sore jadi galak sih? Obat jinak kamu habis ya?”
“Apa sih kamu Ngit, emangnya aku singa sirkus apa?” Sore memaksa Langit untuk keluar dari kamarnya.
“Siapa yang bilang kamu singa sirkus? Kamu tuh bukan singa sirkus, tapi harimau sumatra”
“Wahh... bentar lagi punah donk?” Sahut Senja sambil tertawa kecil.
“Sseenjjaa... kamu kok belain Langit sih?”
Lalu Langit pun akhirnya merangkul Sore dan berkata “Benar kata Senja, kamu itu Harimau Sumatra yang terancam punah. Jadi wanita kaya kamu ini sudah mulai langka, jangan sampai ada yang menyia-nyiakan. Kalau ada yang menyakiti kamu, bilang ke aku. Maka orang itu akan hilang. Wuusss. Hehe” Langit meniru dialog Dilan. Akhirnya Senja dan Sore pun tertawa mendengarnya.

“Dasar Langit copy paste”
“Apa copy paste?”
“Iya kamu cuma bisa ngikutin omongan Dilan, kamu ngga bisa berekspresi sendiri. Huh” Sore berkata demikian dan membuat Langit merasa tertantang.

Langit menatap mata Sore dengan tatapan tajam, mendekatkan dirinya kepada Sore yang sedang berdiri di depan. Dan mereka saling menatap satu sama lain, lalu jantung Sore berdetak dengan sangat cepat. Karena sebelumnya walau mereka sering bercanda Langit tidak pernah sedekat ini dengan Sore, lalu......................

“Hei, apa-apaan ini. Bukan mahram jangan main tatap-tatapan” Celetuk Senja sambil berjalan ditengah Langit dan Sore seakan memisahkan mereka yang semakin dekat.
“Ih, Senja cemburu euy” Langit merasa percaya diri berkata demikian.
“Iya nih, Senja pengen ya di tatap Langit?” Sore membalas candaan Langit.
“Silahkan jika kalian mau berbuat seperti itu, tapi tidak didepanku. Karena sesungguhnya orang yang melihat suatu kemaksiatan namun hanya diam saja maka dosa akan ikut ditanggung. Dan aku tidak mau ikut menanggung dosa kalian” Senja menjawab dengan tegas dan berlalu meninggalkan kamar Sore.

Merasa tidak enak karena seharusnya Sore dan Langit itu tahu bagaimana prinsip seorang Senja, tidak bisa melihat hal-hal yang seharusnya tidak dilakuan.

“Senja, maafkan aku” Sore menghampiri Senja yang sedang memotong bawang di dapur.
“Iya Re, aku tahu. Sudah tugasku saat kalian lupa, maka aku yang akan mengingatkanmu”
“Aaahh, Senja. Aku sayang kamu” Sore memeluk Senja yang sedang fokus memotong bawang.

Terdengar isak nafas sepeti orang sedang menangis, dan mata Senja berkaca-kaca. Lalu Sore semakin meminta maaf karena ia takut Senja menjadi sedih karena sikapnya.

“Kamu kenapa mau nangis gitu Nja?”
“Engga apa kok, kamu ke kamar saja istirahat”
“Ih, mata kamu berair Nja. Jangan nangis. Please”
“Apa sih kamu, aku ngga nangisin kamu. Buat apa juga?”
“Loh, terus?”
“Lihat tuh, aku sedang memotong bawang merah. Makanya pedes mataku” Dan Sore tertawa sambil memeluk Senja, karena ia terlalu takut kehilangan sahabatnya.

Karena kerap persahabatan akan diuji dengan banyaknya cobaan, kadang kesalahpahaman kecil bisa menjadi masalah yang besar dan mengubah semua keadaan. Maka dari itu kita yang sekarang masih punya sahabat, pegang erat tangannya jangan sampai masalah sekecil apapun membuat kita kehilangan orang yang paling mengerti kita. Apa lagi sahabat yang senantiasa mengajak kita pada kebaikan.

SENJA DI LANGIT SORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang