Suasana sore hari di Sekolah Bahasa Hetalia terlihat sangat damai. Di dalam ruangan kepala sekolah pun terlihat aman, semua berkas telah dibereskan, dan foto kepala sekolah berukuran 'jumbo' di dinding pun tak terlihat tersenggol sama sekali.
Bu Rika--kepala sekolah--membuka wadah makanan yang ia bawa dari rumah, isinya kue kering. Beliau mengambil satu dan melahapnya dengan khidmat. Karena harus mengurus berkas-berkas murid baru, beliau jadi terpaksa mengundurkan waktu ngemil nya. Mungkin jika beliau terus mengundurkan waktu ngemil nya itu, berat badannya bisa turun sampai 30 kilogram.
Di tengah waktu 'penghayatan'-nya yang sakral itu, beliau tersentak karena ketukan pintu, membuat kue yang masih dalam proses melumat di mulut menerobos masuk ke tenggorokan.
"M-masuk!"
Seorang pria membuka pintu. Orang itu memakai kemeja batik dengan rambut yang sudah disisir rapi, memakai tas selempang dan memegang beberapa dokumen di tangannya.
"Saya Budi, Bu. Pengajar baru di sekolah bahasa ini."
"Oh, iya, silahkan duduk."
Bu Rika mengambil minum untuk mengobati tenggorokannya yang sempat tersedak. Setelah berjabat tangan, Budi duduk menghadap beliau.
"Cih, ganggu aja!" gumam Bu Rika sambil menyimpan kembali kuenya.
Bu Rika kembali menghadap Budi. "Pak Budi yakin mau mengajar di sekolah ini?" tanya beliau.
"Saya yakin, Bu! Saya akan mengajar dengan sepenuh hati!" jawab Pak Budi dengan semangat dan senyum p*psod*nt.
"Dari ketiga guru yang mengajar di sini, tidak ada satupun yang bertahan lebih dari satu bulan, lho," ucap Bu Rika dengan mendramatisir.
Budi tertegun, menelan ludah. Sebegitu parah kah murid-murid di sini? Atau ketiga guru itu yang yang mentalnya tempe? Oh Kami-sama, semoga Budi bisa pulang dengan selamat dan sehat wal afiat hari ini.
Meski agak takut, Budi tetap tersenyum untuk meyakinkan Bu Rika. "Ibu tenang aja. Saya siap, Bu!"
"Ya udah, sekarang Pak Budi udah bisa langsung ngajar di sini," tutur Bu Rika, "kelas nomor tiga, ya."
"Terima kasih, Bu." Budi berdiri dan menjabat tangan beliau.
"Selamat bergabung, ya."
"Oh, ya, Pak Budi!" Budi menghentikan langkahnya menuju pintu keluar.
"Ini sekedar informasi aja, dari ketiga orang yang saya sebutkan tadi, yang dua itu kena depresi...."
Budi kembali tertegun. Lalu mendengarkan dengan serius kata-kata Bu Rika yang menggantung.
"... dan yang satu lagi, jadi gila."
Oke, kalau itu candaan, maka Bu Rika telah berhasil membuat Budi sport jantung. Pasalnya, kegiatan 'mengajar' dan menjadi 'gila', akan terdengar sangat mengerikan jika digabungkan. Hatinya semakin was-was jika nanti kewarasannya akan hilang sepulang mengajar dari sini.
"Entah, ya, Pak Budi nanti jadi apa," canda Bu Rika diiringi tawa.
Budi, sejujurnya, tambah takut.
-----@-----
Seorang pemuda asal Italia mendekati papan yang tertempel banyak kertas di permukaannya. Ia menatap lekat setiap poster, satu persatu, mencoba mengirim sinyal ke otaknya dari apa yang retinanya tangkap barusan.
'Nggak ngerti, ve~'
Andai ada poster bergambar pasta di sana, mungkin pemuda Italia itu akan mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelas Internasional Hetalia
Fanfiction"Pak Budi yakin mau mengajar di sini?" "Saya yakin, Bu! Saya akan mengajar dengan sepenuh hati!" "Dari ketiga guru yang pernah mengajar di sini, tidak ada satupun yang bertahan lebih dari satu bulan, lho. Dua diantaranya terkena depresi, dan satu la...