Hero Bukan Jones

963 123 17
                                    

Setelah selesai pundung, Alfred berjalan menuju kantin. Dia ingin memakan burger untuk menghilangkan rasa galaunya, dengan porsi jumbo tentunya.

Di tengah perjalanan, Alfred tak sengaja melihat seorang wanita yang sedang mencakar-cakar tembok. Wanita itu berambut pirang dan mengenakan gaun ungu gelap. Di sekitarnya terdapat aura mengerikan yang membuat orang-orang merinding. Dia bergumam dalam bahasa yang tidak Alfred mengerti.

Alfred tanpa ragu mendekati wanita itu. Mungkin wanita itu sedang dalam masalah atau sedang datang bulan. Jadi, Alfred mengambil resiko untuk mengajaknya bicara walaupun nanti wajah gantengnya akan dicakar-cakar. Kenapa? Karena dia hero!

"Hey dudette, are you o–"

Wanita itu menoleh, menampakkan paras cantiknya. Mata violetnya yang indah melebar saat melihat Alfred. Kulitnya begitu mulus dan berwarna putih pucat, dengan pipi yang sedikit memerah. Ekpresi datarnya yang tak terbaca membuat Alfred terpana seketika.

"–kay...."

Alfred merasa ada sesuatu yang ganjal; hatinya dag-dig-dug tak karuan.

Could it be love?

//azeek

Alfred masih menatap wanita itu, masih terpesona dengan keindahan makhluk ciptaan Tuhan di depannya. Lalu, pikirannya mulai meliar. Ia dapat melihat masa depan di mana ia menikah dengan wanita cantik itu dan dikaruniai tiga orang anak, lalu tinggal di Amerika dan hidup bahagia sampai kakek-nenek.

Mereka berdua saling tatap selama beberapa menit, sampai akhirnya kenyataan menampar Alfred—menyadarkannya dari khayalan.

"Oops! S-Sorry, dudette! You're just hot as hell!"

Alfred menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, sedikit gugup. Wanita di depannya menatapnya dengan bingung, membuat kadar kegugupan Alfred bertambah.

"S-Say, w-why are you scratching the wall? Umm, is there anything the hero can help you with?" ujar Alfred dengan menekankan kata 'hero'.

Wanita itu tidak menjawab dan hanya menatap Alfred dengan datar. Alfred jadi resah karena dia tidak mendapat respon. Ia tidak tahu kenapa tiba-tiba ia bertindak gugup. Biasanya, dia tidak pernah kikuk seperti ini di hadapan wanita lain—yah, kecuali pada orang yang dia taksir. Mungkin itulah sebabnya, dia masih jomblo sampai sekarang.

Kemudian, suara bergemuruh terdengar dari perut wanita itu, memecah keheningan. Suaranya semakin keras menandakan bahwa cacing-cacing di perutnya sedang demo meminta asupan nutrisi. Wajah wanita itu langsung memerah seketika. Dia memalingkan wajahnya sambil memegang perut keroncongannya.

'Aww, she's so cute!!' jerit Alfred dalam hati.

"You're hungry, aren't you? Let's go to the canteen, then! I'll treat you."

Alfred menarik tangan wanita itu sebelum dia sempat menjawab. Wanita itu hanya pasrah sambil menundukkan kepalanya. Rona merah masih terlihat di kedua pipinya.

"Kyaaa! I'm holding her hand! I'm holding her fucking hand!" jerit Alfred dalam hati. Alfred tak henti-hentinya tersenyum. Wajahnya memerah seperti tomat Spanyol. Batinnya terus menjerit bahagia sampai akhirnya mereka tiba di kantin.

Di kantin, Alfred melihat Arthur dan Yao yang sedang makan di salah satu kursi. 'Kapan mereka sampai di sini?!' batinnya. Padahal terakhir ia lihat, mereka masih bersama Asep.

Bodo amatlah. Yang penting sekarang, Alfred bisa membuktikan bahwa dia bukanlah seorang jones lagi. Hohoho.

Alfred bersama wanita itu mendekati meja Arthur dan Yao. "Hey, dudes! May I and my girlfriend sit here?"

Arthur dan Yao menyemburkan teh yang mereka minum. Mereka melongo melihat Alfred membawa seorang wanita.

"Aiyaa! Siapa wanita itu, aru?" tanya Yao.

"Can't you see? She's my girlfriend!" ucap Alfred bangga.

Alis enam lapis milik Arthur menekuk. "Listen here, you bloody wanker. You can't bloody forcing someone to be your girlfriend!"

"What the fuck, Arthur! I didn't force her!" sanggah Alfred.

Wanita—yang katanya pacar Alfred—itu menatap dalam kebingungan.

"Well then. If she's really your girlfriend, tell me her name, occupation, and how you two met!" tantang Arthur, tentu saja dia tidak percaya Alfred punya pacar secepat itu.

"Uhm, w-well...." Alfred berpikir sejenak. Keringat dingin mengucur deras dari pelipisnya. Sialnya, dia tak sempat bertanya nama wanita itu.

Gawat. Dia akan ketahuan. Arthur dan Yao pasti akan kembali memanggilnya jomblo ngenes lagi!

Wanita di samping Alfred menarik ujung jaket bomber yang dikenakan Alfred. "Lapar," ucapnya datar.

Alfred menghela napas lega. "Ah yes, let's go get the food first." Ia pun buru-buru menarik wanita itu ke depan konter kantin. Alasan yang bagus untuk menghindari pertanyaan Arthur.

Saat mereka sudah tiba di depan konter dan sudah memesan makanan, Alfred meminta maaf. "I-I'm sorry about that, dudette," ucap Alfred. Ia melanjutkan, "I didn't mean to make you my false girlfriend."

Wanita itu memiringkan kepalanya. Lalu, ia berkata, "Maaf, tapi aku tak mengerti apa yang kamu bicarakan sedari tadi."

Alfred bingung.

"Eh?"

"Aku tidak mengerti bahasa Inggris."

"EHHHHH?!?!"

Alfred membeku di tempat.

'Dia tak mengerti apa yang aku ucapkan.... Pantas saja dia diam dari tadi...!' batin Alfred menangis.

"But—t-tapi, aku pikir kau orang asing?"

"Aku dari Rusia."

Semenjak itu, Alfred mencatat di dalam otaknya bahwa tidak semua bule bisa bahasa Inggris.

-----@-----

"Arthur, apa menurutmu si Alfred itu beneran punya pacar, aru?"

"Tidak. Aku yakin si bodoh itu hanya salah paham. Tak lama lagi wanita itu akan meninggalkannya. Oh, aku harap dia menamparnya juga."

-to be continued-

Kelas Internasional HetaliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang