Roti Jepang (2)

369 71 23
                                    

Setelah melewati beberapa tikungan dan hampir ketabrak Truck-kun, Feliciano dan Kiku pun sampai di tempat tujuan dengan selamat.

Itu adalah sebuah toko roti dengan plang bertuliskan "Beilschmidt's Bakery".

Feliciano memarkirkan vespa berwarna pink miliknya, sedangkan Kiku muntah pelangi di semak-semak. Lalu, mereka berdua pun memasuki toko itu.

Aroma roti yang baru dipanggang langsung menyebar ketika mereka membuka pintu. Terdapat pula berbagai aneka roti yang tertata rapi di etalase, begitu menggiurkan selera.

"Kiku, Kirana bella mau roti yang seperti apa, ve?~" tanya Feliciano.

"Etto, tadi dia birang roti jepang...." Kiku berusaha menerka-nerka. "Yakisoba pan? Meron pan? Dorayaki?"

"Ve~ Ayo kita tanya langsung saja lewat telepon!" Feliciano mengeluarkan ponselnya.

"Eh? Fericiano-san punya nomornya?"

"Aku punya semua nomor perempuan di sekolah—kecuali Bu Rika, ve~"

Fericiano-san ternyata cukup terkenar di karangan perempuan, ya..., batin Kiku sambil sweatdrop.

Feliciano pun menelpon Kirana dengan mengaktifkan loud speaker. Saat Kirana mengangkatnya, Kiku langsung berbicara, "Haro, Kirana-san! Ini Kiku. Saya mau tanya roti jepang seperti apa yang Kirana-san mau?"

"Yang gambar H*llo K*tty aja, Mas!"

"H*rro K*tty?!"

"Atau enggak yang daun sirih aja, ya!"

"Da-Daun sirih?!"

"Iya! Cepet, ya, Mas! Nanti saya masakkin nasi goreng gratis, deh!"

Tut... Tut.... Sambungan terputus.

Kiku menghela napas berat sambil menggaruk leher belakangnya yang tak gatal. "Memangnya ada roti jepang yang seperti itu?" Ia jadi bingung sendiri.

Feliciano menepuk bahu Kiku dan memberi saran, "Ayo kita tanya saja sama yang jualnya, ve~ Katanya di sini bisa pesan roti custom~" Kiku mengangguk. Mereka pun menghampiri sang penjual roti.

"Selamat datang di Beilschmidt's Bakery! Ada yang bisa saya bantu?" ucap seorang pria berbadan kekar dengan suara nge-bass.

"Kami mau pesan roti custom, ve~"

"Baik, roti seperti apa yang kalian mau?"

"Etto, gambarnya H*rro K*tty...."

Si penjual roti yang bernama Ludwig itu mangut-mangut. "Rasanya? Coklat, keju, atau kalian ingin varian lain?"

"Rasanya daun sirih, ve~"

Ludwig sweatdrop seketika. "Nein! Tidak ada rasa seperti itu!" ucapnya tegas.

"Ano, apa benar-benar tidak bisa?"

"Maaf, tidak bisa."

"Ve! Tapi katanya di sini bisa pesan custom!"

"Kami tidak menerima pesanan yang aneh-aneh!"

"Ta-tapi kami sedang daram keadaan darurat!!"

"Hah? Darurat?"

"INI ANTARA HIDUP DAN MATI SESEORANG, VEE!!!"

"APA HUBUNGANNYA DENGAN ROTI?!"

Feliciano dan Kiku terus mendesak pria asal Jerman itu membuatkan roti bergambar H*llo K*tty dengan rasa daun sirih, bahkan berjanji membayar lebih. Ludwig terus menolak, tetapi kedua warga negara asing itu tak berhenti memohon dan mulai menangis. Ludwig pun mulai frustasi.

"MEIN GOTT!! SAYA AKAN BUATKAN, TAPI KALIAN JANGAN NANGIS!!!"

-----@-----

Saat Feliciano dan Kiku berhasil mendapatkan roti bergambar H*llo K*tty dengan rasa daun sirih, Kirana sudah berada di depan gerbang sekolah bersama Elizabeta. Motor vespa milik Feliciano pun berhenti tepat di hadapan mereka berdua.

"Kirana-san! / Kirana bella!" panggil Kiku dan Feliciano bersamaan. Kirana menatap mereka dengan muka cengo dan Elizabeta tampak kebingungan.

"Maaf, kami terrambat!" Kiku pun segera menyerahkan kantong plastik yang ada di genggamannya.

Kirana menerima kantong plastik itu dan melihat isinya, lalu tertawa. Elizabeta yang juga melihatnya ikut tertawa, sedangkan Kiku dan Feliciano saling menatap dalam bingung.

"Aduh, maaf, Mas! Tadi saya ngomongnya kurang jelas, tapi bukan roti kayak gini yang saya maksud."

Elizabeta mengeluarkan sesuatu dari tasnya—sebuah benda yang biasa dipakai wanita saat menjamu tamu bulanan. "Ini yang dimaksud roti jepang!" ujarnya. Kiku dan Feliciano ber-oh ria dengan muka semerah tomat.

"Tapi kenapa disebut roti jepang?" tanya Kiku penasaran.

Kedua wanita itu saling memandang, lalu Kirana berkata, "Enggak perlu tau, kalian masih polos."

Kirana pun membayar roti yang salah beli tadi. "Rotinya buat kalian aja, ya." Lalu pulang duluan bersama Elizabeta.

Akhirnya, Kiku dan Feliciano pun nongkrong bersama di depan gerbang sekolah sambil memakan roti bergambar H*llo K*tty dengan rasa daun sirih itu. Mereka masih bertanya-tanya kenapa pembalut wanita disebut roti jepang.

"Omong-omong, rotinya nggak enak, vee...."

[Roti Jepang selesai]

Kelas Internasional HetaliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang