Hari ini gua udah bangun dari pagi karena rumah mau ada acara. Ya meskipun cuman acara rutinan ibu ibu arisan, tapi gatau kenapa gua tergugah bangun pagi banget buat bantu-bantu Mama masak.
Mama nggak masak banyak, soalnya temen arisan Mama tuh ngga ada sepuluh orang. Ini bukan yang arisan RT tapi arisan sesama temen Mama dan temennya Bunda gitu.
Papa kerja kaya biasa. Dirumah cuman gua, Mama sama Bunda.
"Nanti siang kamu ambil brownies pesenan Mama sama beli Sirup ya, Ren."
"Iya Ma."
"Nanti biar Bunda suruh Injun nganter."
"Nggak usaaaah, Bun. Aku sama Lia aja."
"Lia emang belum kerja?" Tanya Mama gua sambil ngaduk bumbu.
"Oiyaya, kerja kayaknya."
"Lagian ada Renjun kenapa harus sama yang lainnya? Jangan sungkan lah, kayak sama siapa aja kamu nih." Bunda bicara sambil senyum kecil.
Gua ikut senyum sambil menghela nafas dan lanjut motong daging. Kebetulan banget orang yang tadi kita bahas tiba-tiba dateng bikin gua merasa nggak nyaman meskipun saat ini ada di rumah sendiri.
Tapi sebisa mungkin gua nggak menghiraukan dia dan fokus sama kerjaan gua.
Renjun nyamperin bundanya. "Bun, tadi tante Dara telfon. Tapi belom aku angkat udah mati. Nih." Katanya sambil nyerahin HP Bundanya.
"Oh pasti nanya deh nanti arisannya jam berapa. Padahal di grup arisan udah di share belom si mba Wen?"
"Udah kok. Duh kebiasaan pasti Mba Dara tuh ngga buka grup." Mama ninggalin kompornya dan ngecek HP yang dari tadi tergeletak di meja.
"Ma ini dagingnya udah."
"Masukin ke bumbu."
Gua melaksanakan perintah Mama tanpa banyak tanya. Semua berjalan dengan baik sampai tiba saatnya masukin daging terakhir, bumbu panas itu muncrat kena tangan gua.
"Aduh!" Gua reflek mengaduh sambil niupin pergelangan tangan.
"Lu gapapa?" Tanya Renjun reflek sambil naro gelas berisi air yang tadi dia minum di atas meja. Kedua alisnya terangkat, pupil matanya melebar.
Gua ngangguk. "Ngga, ngga apa-apa."
"Bagus deh, lanjutin masaknya. Bun, aku pulang mau main ke rumah Haechan."
"Heh heh heh.. sini dulu."
"Kenapa lagi si Bun?"
"Main mulu. Gimana Haechan mau cari kerja kalo kamu recokin terus. Balik aja mandi, nanti abis ini ambil brownies sama Rena."
Renjun hening beberapa saat sambil natap gua. "Okay." Jawabnya singkat dengan nada datar. Setelahnya cowok itu berlalu ninggalin rumah gua.
Nggak bohong, pikiran gua tertuju ke Renjun. Dari yang rasa penasaran sama kehidupan dia setelah selama ini, sampe akhirnya nyesek sendiri. Gatau kenapa, sesek aja di dada ngebayangin kalau yang dulu dulu udah beneran berubah.
Gua juga gak pernah nyangka kalau gua ternyata sesuka itu sama Renjun. Padahal udah melewati waktu yang panjang tanpa dia dan rasanya baik-baik aja. Tapi begitu pulang dan lihat dia, gua merasa ciut lagi. Gua merasa semakin butuh dia. Cuman, sebisa mungkin gua buang jauh jauh perasaan itu.
Wajar kalau setiap lihat dia, gua inget banyak kenangan manis di masa kecil sampai kita remaja dan mulai saling suka. Toh, dia pacar pertama gua dan setelah itu belum pernah pacaran lagi. Ya iyalah ingatan sama dia susah dilupainnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
When I Love You | Renjun [✓]
FanfictionMusuhan dan menang pas adu mulut bukan hal yang menarik lagi. Diam diam kita mencoba hal baru, yaitu jatuh cinta. ㅡ Cinderéyna,2O19.