Jagad berulang kali mencoba menghubungi Joy, namun panggilannya terus-menerus masuk ke pesan suara. Ia juga sudah mencoba memencet bel rumah gadis itu, tapi Joy nggak keluar-keluar juga.
Hingga di percobaannya yang entah ke berapa kali, Joy akhirnya mengangkat teleponnya.
"Halo?" Suaranya terdengar parau.
"JOY—" Jagad tanpa sadar meninggikan suaranya, namun ia buru-buru merendahkan suaranya dan menekan kekhawatiran yang mengganjal di dadanya. "Lo lagi ritual pemanggilan setan apa gimana? Ditelpon dari tadi nggak diangkat-angkat."
"Bacot, limbah. Gue lagi tidur."
"Gue di depan."
"Di depan... Mana?"
"Jurang. Ini tinggal lompat."
"Yes! Dadah! Usahain jangan selamat, ya!"
"Anying." Jagad jadi mengumpat, tapi mulai bisa mengendalikan dirinya kembali saat mendengar tawa Joy di ujung sana. "Cepetan keluar. Gue bawain makan."
"Aw, aku disurprisein, nih?"
"Gue tunggu gantinya di Lagom. Makasih."
"Nggak gue bukain, brengsek!"
Tapi setelah berkata begitu, Jagad justru mendengar derap langkah menuju ke gerbang, dan sesaat kemudian, wajah pucat Joy terlihat usai mendorong gerbang sedikit agar Jagad bisa memasukkan motornya.
Jagad memasukkan ponselnya ke dalam saku sebelum menyalakan mesin motornya kembali dan memarkirkannya di halaman rumah Joy.
Begitu Jagad turun dari motor, cowok itu langsung melangkah mendekati Joy dan berhenti tepat di hadapannya, menelisik gadis itu dengan tatapan serius.
"Ular bisa sakit juga?"
"Gat."
"Hm?"
"Ada rencana mati, nggak?"
Jagad cengengesan, lalu mengulurkan tangannya untuk menyentuh kening Joy. "Lo panas juga."
"I know i'm hot."
"Ini lo sekarat begini masih aja, ya."
"Cie, khawatir—uhuk!"
"Nah kan, lo disuruh mingkem sama Tuhan." Jagad langsung memegang pundak Joy, membalikkan tubuhnya dan mendorong punggung gadis itu lembut. "Ayo, masuk."
Joy awalnya pasrah-pasrah saja didorong begitu, tapi tiba-tiba gadis itu menghentikkan langkahnya. "Bentar!"
"Apa lagi?"
Dengan tatapan dramatis campur curiga, Joy langsung berucap, "Kok lo semangat banget nyuruh gue masuk ke dalam? Mau ngapain?!"
Dituduh begitu bukannya klarifikasi, Jagad malah mengedipkan sebelah matanya kepada Joy, membuat Joy langsung melotot.
"MUSNAH DARI HADAPAN GUE, SAT! DASAR MESUM!"
"Buset, Joy. Lagi sakit gini aja masih bisa-bisanya teriak." Jagad bahkan sampai termundur karena diteriaki Joy begitu. "Becanda, elah. Ini baksonya keburu dingin."
Tadi sebelum ke rumah Joy, Jagad sempat singgah untuk membeli bakso di tempat yang awalnya akan ia datangi bersama Sera.
Joy masih menatap Jagad curiga, namun gadis itu akhirnya memilih untuk berbalik, lanjut melangkah masuk ke dalam rumahnya dan langsung berjalan menuju dapur.
"Lo laper juga?" Joy bertanya sambil meraih dua mangkuk untuk bakso yang Jagad beli.
"Kenapa emangnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
01 - Out Of Control [Completed]
Fiksi Remaja[Book #01 of Candramawa Universe] ❝Ya udah, sama gue aja sini.❞ Jagaditya Waradana. Semuanya sudah kelewat muak sama cowok yang mulutnya nggak jauh beda sama limbah itu. IQ-nya 160. Anak Olimpiade Kimia. Tapi gobloknya pakai passion. Bassist milik...