Roda waktu berputar, menggiring malam menuju siang. Menciptakan seutas baru harapan. Sebuah rantai transparan tersambung dengan perlahan. Hari-hari terlewati, dan sepertinya segala sesuatu mulai membaik. Tak ada lagi mendung di wajah rupawan Taehyung. Tak ada lagi mimpi buruk dalam tiap malam Namjoon. Tak ada Jimin yang frustrasi akan dirinya sendiri.
Namun, tak ada Jungkook yang benar-benar baik-baik saja. etiap hari tubuhnya melemah kehilangan daya, walaupum dalam beberapa hari terakhir dirinya lebih sering menghabiskan waktu bersama dengan Jimin, kakak kandungnya. Bahagia, tetapi disaat yang sama dirinya juga takut hal buruk akan terjadi diluar perkiraan. Jungkook takut menghadapi kenyataan.
Dalam senandung doanya kepada Sang Kuasa, Jungkook selalu memohon cerita indah dalam lembar lama yang tergores tinta baru. Ia ingin membangkitkan kenangan masa lampau sehingga perlahan apa yang dulu pernah hilang akan kembali. Dia tak ingin memaksa Jimin untuk mengingat, sebab dirinya percaya jika suatu saat skenario ini akan berakhir, dan Jungkook juga berharap jika di adegan selanjutnya ia masih diperkenankan untuk memainkan perannya tanpa banyak prahara.
Mengenai kondisi kesehatan Jungkook akhir-akhir ini, Jimin tidak bisa untuk berpangku tangan saja. Penurunan drastis akan daya tahan tubuhnya tentu menjadi sorotan utama Jimin. Bukan sekali dua kali ia mendapati kondisi Jungkook yang memburuk, tetapi bahkan tak jarang dirinya dibuat panik sebab Jungkook yang tiba-tiba terbatuk dengan raut wajah kesakitan sampai anak itu kadang kesulitan bernafas. Hal itulah yang mendasari Jimin untuk menyeret Jungkook kerumahnya secara estetik dengan alasan bahwa Jin hyung adalah seorang dokter jadi ia bisa mendapat penanganan secara gratis dan akurat.
Pertanyaan-pertanyaan yang terasa menginterogasi terus Jungkook terima dari belah bibir Seokjin yang memang kadang bisa jadi manusia super cerewet setelah Taehyung. Merajuk karena malah diomeli oleh si kakak sepupu, Jungkook akhirnya hanya menjawab asal tanpa ada keseriusan.
Masih dengan genggaman stetoskop di tangan kiri, Seokjin yang tengah duduk dihadapan Jungkook memandang lekat anak itu seraya menunggu jawaban.
"Ishh..! Aku ini pasien, bukan narapidana"
Berdecak gemas atas jawaban Jungkook, dokter muda itu menyentil manja kening si manis —tidak sampai membuatnya kesakitan, hanya saja Jungkook yang manjanya tengah kumat pura-pura mengaduh demi menarik perhatian Jimin yang duduk dikasur —bersebelahan dengan sang adik.
"Jin hyung! Jangan pukul-pukul. Kasihan" seru Jimin sembari mengelus sayang kening Jungkook sehingga menimbulkan decakan sensi dari makhluk berbahu lebar dihadapan mereka saat ini.
"Pasien seperti mu bahkan lebih menyebalkan dari buronan. Lihat saja nanti, biar ku adukan pada Taehyung"
Jungkook mendelik lebar atas ucapan Seokjin. Yang benar saja bawa-bawa Taehyung, bisa-bisa telinganya tambah lebar karena mendengar omelan plus-plus yang ia terima dari si mata elang. Lagipula kenapa bisa sampai ke Taehyung, sih? Bagaimana Seokjin tahu kalau Jungkook baru bisa kicep jika berhadapan dengan makhluk jelmaan dewa Yunani itu.
"Jangan libatkan dia! Kak Taehyung bisa lebih agresif mengomel daripada dirimu, hyung"
Menarik sudut bibirnya, Seokjin merasa menang karena berhasil membuat Jungkook terpojok.
"Jadi, mari selesaikan ini dengan cepat. Kali ini jawab pertanyaanku dengan benar"Jungkook mendesah pasrah. Lagipula dia juga tak bisa terus menghindar dari kenyataan.
"Mulai lagi""Jeon Jungkook. Kapan terakhir kali kau ke rumah sakit?"
"Hei! Kau sudah menanyakan itu tadi" pekiknya tidak terima. Seokjin memang menanyakan hal yang sama, namun jawaban yang ia dapat sebelumnya sama sekali tidak memuaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] CASSIOPEIA || Brothership
Fanfic(END) Layaknya berlian di angkasa luar Dialah sang pangeran yang selalu indahkan kelamnya malam Si surai kecoklatan yang sarat akan kasih sayang Sembunyikan kekurangan dibalik sebuah senyuman Dia yang hantarkan senja menuju petang Sosok lembut yang...