Ini hari yang sibuk untuk latihan cheers.Kami sedang melakukan rutinitas sebagaimana biasa dan aku mulai kesulitan harus mempertahankan keseimbangan. Aku sudah berusaha sebaik-baiknya untuk menahan tubuhku. Begitu juga temanku, Linda. Rambut Linda yang pirang seperti pasir sampai berkeringat basah karena berkonsentrasi.
Inilah kenapa aku tidak suka latihan rutin seperti ini. Kami bahkan masih belum menyelesaikan seluruhnya.
Di bagian baris terbawah, ada Naomi, Mary, dan Takada, kapten tim cheerlearders kami. Masalah muncul dari Mary yang sering canggung.
Misa, yang berada di paling atas, melompat turun dari punggungku dan punggung Linda dengan loncatan indah. Rambut pirangnya berkilauan dan tampak imut dengan kunciran pigtail yang sebagiannya menyisa ke bawah. Aku senang Misa sudah tidak di punggungku lagi. Selanjutnya nanti adalah giliranku melompat turun. Rambut cokelatku yang dikuncir ekor kuda sudah tak beraturan gara-gara latihan ini.
"Kerja bagus semuanya. Hanya Mary saja yang masih agak sedikit goyah," kata Misa. Senyumnya semanis lip gloss strawberry di bibirnya.
Aku dan Linda pun turun dari punggung Naomi, Mary, dan Takada yang berdiri di paling bawah. Aku lega kembali memijak tanah. Kata-kata Misa tadi terdengar bagus. Selain karena Misa adalah yang paling ringan di antara kami, juga karena Misa pemegang komando kedua di dalam klub cheerleaders. Misa lebih langsing dariku. Aku belum pernah tanya padanya, tapi kurasa berat badannya hanya sekitar 90 pon.
Misa membungkukkan tubuh, hendak mengambil ponselnya. Roknya yang lebih pendek dariku terangkat dan memamerkan thong warna merah muda di baliknya. Untung saja kakakku nggak lihat, sebab jika dia memergoki ada cowok lain yang mengintip pacarnya, dia bakal menendang mereka keluar pagar.
Takada bangkit. Ia mulai menegur Mary dan berceramah panjang.
Setahun yang lalu, Takada dan kakakku sempat berkencan, tapi kemudian kakakku jatuh cinta pada Misa. Sekarang kakakku pacaran dengan Misa, sedangkan Takada tidur dengan cowok-cowok ganteng lainnya. Takada bisa saja terlihat kuat, tapi jauh di dalam hatinya, aku yakin bahwa dia nggak ingin terlihat seperti orang bodoh.
"Okay girls, semuanya sudah selesai. Sampai bertemu di latihan besok," seru Takada.
Aku mendesah karena sahabat baikku, Mary, lagi-lagi mengacaukan latihan kami barusan. Aku sudah tak bisa menghitung berapa kali latihan rutin kami jadi suram karena dia. Jika saja itu aku yang mengacau, tentu aku bakal dikeluarkan dari tim. Tapi kelihatannya, Takada membiarkan Mary karena penampilannya masih tetap bagus. Aku nggak bilang kalau aku nggak pernah mengacau, sebab kenyataannya, aku pernah berbuat demikian. Saat itu, aku mendapat posisi di base paling bawah dan aku nggak bisa menahan berat badan Linda.
Aku iri pada Mary dan Misa. Mungkin kamu akan berpikir, dengan menjadi seorang cheerleader sepertiku, maka aku akan punya banyak penggemar cowok yang naksir padaku.
Itu salah besar!
Misa dan Takada sudah mengambil alih semua cowok-cowok itu, sedangkan Matt sudah jadian dengan Mary. Aku bahkan nggak dimasukkan dalam pilihan cadangan. Aku dianggap terlalu datar dan biasa-biasa saja bagi siapa pun, apalagi bagi pitcher tim baseball kami, Mihael Keehl, alias Mello.
Nggak bermaksud terlalu berterus terang, tapi... aku suka padanya. Dia sering jadi bintang lapangan. Aku sudah menyukainya sejak SMP. Aku hanyalah seorang cheerleader yang naksir pada bintang lapangan.
Ya, aku selalu jadi cheerleader di sepanjang masa sekolahku.
Sebagaimana kakakku, Light, yang selalu bergabung dengan klub olahraga di sepanjang hidupnya. Light gabung dengan baseball semenjak masuk SMA.
Saat aku melangkahkan kaki dengan sepatu converse-ku, aku melihat kakakku. Dia juga baru selesai latihan dan membawa pelindung kepalanya.
Aku mendengar seruan "Hoi, Yagami!" Dengan segera, aku bersembunyi di balik pohon. Rambutku sewarna betul dengan batang kayu pohon ini.
Mello berjalan mendekati kakakku. Dia masih dengan seragam latihan baseball. Rambut pirangnya yang hanya sedagu dikuncir asal ke belakang. Napasku tercekat di tenggorokan.
"Kamu nggak boleh tahan bolanya seperti itu!" serunya.
Kakakku tertawa lalu melemparkan bola baseball yang dipegangnya pada Mello. Mello menangkap dengan sigap. Mereka selalu saling memastikan kalau rekannya dapat menangkap bola dengan benar.
Tiba-tiba terdengar celetukan yang membuat wajah Mello merah.
"Tahu nggak, bro? Kamu nggak bakal jadi pemarah begini kalau mengenal cinta."
Berdiri di sana maskot tim baseball kami, Matt, yang barusan berbicara. Maskot kami itu seperti setan, sebab kami semua adalah para iblis. Kami suka sikapnya yang nakal dan menjulukinya sebagai maskot.
"Carikan aku cewek pintar, nanti aku akan berkencan," sahut Mello.
"Oke," balas Matt. Kemudian ia melihat ke arahku dan menyapa. "Hai, Sayu." Mello juga menoleh sekilas padaku, tapi ia langsung pergi.
"Latihannya sudah selesai," ujar Light. Aku mengangguk dan mengikuti kakakku menuju Mustang merahnya.
Misa juga tiba di sana. Aku menepis pikiranku bahwa aku bakal dapat tempat duduk di belakang yang sempit. Hampir saja aku ikut duduk saat mendengar Misa berkata dengan nada ceria. "Jadi Light, kamu dan aku nanti bakal ngapain di rumahku?"
Aku kaget. Biasanya Misa yang datang ke rumah kami. Saking terkejut dan nggak bisa mikir, aku langsung lompat keluar dari mobil kakakku.
Bodoh!
Samar kulihat sepeda motor yang tengah melaju kencang ke arahku. Aku nggak bisa melihat wajah pengendaranya karena dia memakai helm. Pengendara itu terkejut dengan kemunculanku yang mendadak di tengah jalan dan berusaha mengendalikan motornya. Tepat di depanku, dia berhasil mengerem.
"KAMU GILA YA?!" marahnya.
Itu Mello yang barusan melepas helm-nya dan memarahiku. Aku kini bisa melihatnya dalam setelan celana jeans dan T-shirt bertuliskan 'Everyone screams for chocolate' dengan gambar batangan cokelat. Jaket kulit hitamnya menambah kesan keren pada penampilannya, sebagaimana boots hitam yang selalu dipakainya selain saat olahraga. Semuanya terlihat nggak biasa dan memberi kesan anak punk.
Aku tercekat. Ini sungguh buruk. Kuulangi sekali lagi, ini betul-betul hari yang buruk terperosok dalam kondisi sememalukan ini tepat di depan orang yang kautaksir.
Namaku Sayu Yagami.
Aku siswi tahun pertama SMA Wammy House. Umurku 15 tahun. Aku punya kakak laki-laki dan dia siswa tahun ketiga di sini. Ayahku adalah kepala markas besar kepolisian. Namanya Soichiro Yagami. Ibuku seorang ibu rumah tangga. Namanya Sachiko Yagami.
.
.
.
.
.
DAFTAR ISTILAH:
Baseball : olahraga yang dimainkan oleh 2 tim. Seperti permainan kasti, ada tim yang bermain dan memukul bola, ada tim yang berjaga dan melempar bola.
Pitcher : pemain utama tim baseball yang bertugas melempar bola dengan tujuan agar pemain lawan tidak dapat mencetak skor.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOMERUN (Translated)
FanfictionSayu Yagami adalah seorang cheerleader yang diam-diam naksir pitcher andalan klub baseball di sekolahnya. Akan tetapi, menjadi seorang cheerleader tidaklah mudah. (Diterjemahkan dari fanfiksi Death Note AU! milik "Demonic Mello". Please visit the or...