Kami tiba di rumah dan aku menelepon Mary. Dia cerita kalau Takada tampak nggak enak badan hari ini. Aku turut mengungkapkan rasa simpatiku. Kemudian aku cerita padanya apa yang terjadi saat latihan.
Mary berkata padaku, "Kamu harus lebih sering hang out dengan dia. Kalaupun kalian nggak langsung berhasil jadian, setidaknya kamu udah bukan orang asing lagi baginya."
Aku bergumam setuju.
"Besok-besok, cobalah bersikap lebih santai. Kamu kelihatan kayak mau pingsan kapan saja."
Aku tertawa, lalu aku bertanya apa yang harus kulakukan untuk mendekati Mello dan mengajaknya keluar.
"Hm, Mello suka video games, olahraga, balapan, dan film action atau horor."
Secara mental, aku langsung mencentang olahraga. Aku bisa melakukannya. Maksudku, aku memang payah di baseball, tapi kalau Mello menganggap senam gymnastik sebagai olahraga, kami bisa bersenang-senang melakukannya. Aku juga cukup baik di sepak bola. Asalkan jangan kiper, aku bisa main sepak bola dengan baik. Untuk renang pun juga begitu. Aku tak yakin sanggup berenang mengelilingi seluruh sekolah, tapi aku cukup gesit dan cepat. Olahraga basket sih jelas nggak karena Mello sudah pasti jauh lebih unggul dariku. Itu nggak akan memberinya tantangan dan bisa membuatnya bosan.
Aku kemudian mengingat-ingat koleksi video game-ku. Aku bisa main game RPG dengan baik, terutama Final Fantasy VII. Aku juga bisa bermain bagus di game tembak-menembak, tapi payah di game lainnya. Terutama Mario Party sih. Aku buruk banget main itu dan nggak pernah menang sampai ke Top 10 untuk menyelamatkan nyawaku. Tapi kurasa, Mello lebih berminat dengan game James Bond. Otakku seolah-olah melupakan kalau dia seksi, dan membayangkan Mello dalam setelan ala James Bond sambil berkata "Dikocok, bukan diaduk" dengan sebatang cokelat martini. Aku tertawa terbahak-bahak hingga mengejutkan Mary yang masih menungguku di telepon.
"Kamu baik-baik aja, Sayu? Kedengarannya, kamu kayak lagi hilang akal."
"Sori, aku cuma sedang membayangkan Mello jadi James Bond dengan cokelat martini."
"Wah serius, sempurna banget kamu membayangkannya! Mungkin itu yang harus kita lakukan untuk ulang tahunnya nanti."
"Pesta ala James Bond? Tapi harus tanpa alkohol, dia cinta banget dengan tubuhnya dan nggak akan membiarkan racun apa pun untuk merusaknya."
"Ya, ya, kecuali kandungan gula di dalam cokelat."
"Tahu nggak, dia bakalan mengumpatimu kalau kamu bilang kayak gitu di depan mukanya."
Mary tertawa. Aku juga tertawa.
Terdengar suara beep di telepon Mary. Dia menunda teleponku sejenak. Aku nggak peduli. Itu pasti Matt, pacarnya. Kemudian Mary membuat panggilan telepon kami jadi tiga arah. Aku mendengar suara tembakan dan erangan zombie.
"M-Matt, tolong matikan suaranya," pintaku dengan suara gemetar. Aku benar-benar nggak bisa dengan film horor zombie. Membayangkannya bisa membuatku mati ketakutan.
"Oh, maaf," sahut Matt buru-buru mematikan suaranya. Matt tahu soal ketakutanku. Ya, si cheerleader ini takut dengan zombie. Aku sungguh-sungguh ketakutan sampai bisa terbawa mimpi buruk.
"Jadi, Sayu, gimana?" tanya Matt.
Aku berusaha menata mentalku dan menenangkan napasku sementara Mary cerita soal percakapan kami tadi pada Matt.
"Tentu, kamu bisa pergi bersantai dengan Mello. Kamu sungguhan butuh tumpangan yang baik supaya bisa melupakan mimpi burukmu, Sayu."
"Aku benci kamu, Matt," gumamku, tapi Matt benar bahwa aku akan mengalami mimpi buruk yang membuatku berkeringat dingin. Matt tertawa di seberang, dia tahu kalau aku nggak sungguhan membencinya.
"Terus, gimana dengan James Bond tadi?" tanyaku.
"Yah, itu bakalan jadi sempurna, apalagi kalau kamu tampil ala cheerleaders dengan kostum kucing," jawab Matt.
"Misa, Takada, dan aku udah punya kostum kayak gitu," sahut Mary.
"Oke, nanti aku akan cari kostumnya juga. Tapi nggak ada yang menarik dari wajahku, tubuhku, atau apa pun dariku," desisku.
"Dia bakal tetap suka kok, dan kamu akan jadi lebih dekat dengan dia," kata Matt.
Kemudian aku dengar Mary menggoda Matt lewat telepon. Aku pun menutup teleponku.
Tidak, tidak akan ada telepon seks di telingaku.
Aku membaringkan tubuh di atas tempat tidur. Aku lelah, tapi takut untuk tidur. Aku juga kelaparan dan ingin makan malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOMERUN (Translated)
FanfictionSayu Yagami adalah seorang cheerleader yang diam-diam naksir pitcher andalan klub baseball di sekolahnya. Akan tetapi, menjadi seorang cheerleader tidaklah mudah. (Diterjemahkan dari fanfiksi Death Note AU! milik "Demonic Mello". Please visit the or...