Bab XIII ( Setelah itu )

50 5 0
                                    

Garis, aku sedang berjalan di garis takdir itu sendiri.

.
.
.
.
.
.



Setelah pengakuan Leon beberapa hari yang lalu, Aku masih tetap tidak mau berbicara dengannya dan tetap mengurung diri di kamar hanya mau keluar kamar ketika ada jadwal terapi saja.

Berbeda dengan Leon saat ini, sepertinya dia benar-benar membuktikan kesungguhannya kepadaku, Leon.

Seseorang yang dulunya aku anggap laki-laki yang cuek yang lebih mementingkan karir, tapi saat ini dia berbeda dia sudah menjelma sebagai seorang suami yang sangat baik dan sangat peduli seperti seorang suami yang di idam-idamkan perempuan diluar sana.

Dan lagi-lagi timbul keraguan di diriku apakah iya dia mencintaiku? Aku tau dia tidak akan pernah mau melakukan hal yang remeh kalau hal tersebut tidak dia anggap penting di hidupnya, dan dia akan bersikap peduli kalau itu menyangkut orang yang disayanginya. 

Itu yang aku nilai selama ini darinya, makanya aku ragu apa iya dia telah lama mencintai ku tapi kenapa baru sekarang dia berani bersikap perhatian begini kepadaku? Apa penyebab dia memendam perasaan selama itu kepadaku?

Anggap aku egois karena tidak mau berbicara bahkan tidak mau terlalu merespon setiap dia berbicara kepadaku, karena setiap dia bertanya aku hanya menjawab kata "ya" dengan mengangguk dan kata "tidak" dengan menggeleng.

Aku seperti ini bukan karena aku tidak beretika dan jahat tapi aku marah sangat marah, aku memang belum memberikan jawaban apapun tentang pernikahan ini.

Menerima atau tidak ? Aku belum memutuskan tapi sejak pengakuan Leon kepadaku hari itu dia memang betul-betul berusaha meyakinkanku akan pernikahan ini dan menurutku biarlah begini dulu aku juga sedang tidak ada kekuatan untuk melawannya dan aku juga mau melihat sampai dimana usahanya untuk meyakinkanku

Sampai aku benar-benar yakin, aku akan memutuskan untuk menerima atau tidak dan aku butuh waktu untuk itu

Sebenarnya ada sedikit hal penting yang ingin aku bicarakan kepada Leon.

Ah tidak sedikit tapi sangat banyak, ini mengenai perasaanku

Namun aku masih mengurungkan niatku itu karena aku masih ragu untuk mengatakannya dan mungkin pada saat yang tepat aku akan melemparkan Bom itu kepada Leon.

Seperti yang aku ceritakan tadi, aku sama sekali tidak mau keluar dari kamar kalau tidak ada jadwal terapi, mulai dari aktivitas makan, minum  semuanya aku lakukan didalam kamar, walaupun Mas Ken sudah membujukku tapi aku tetap pada kekerasan hati ku untuk tidak mau keluar dan tidak mau berinteraksi dengan siapapun, ya. Salahkan Leon.

Berbicara tentang dia saat ini dia sedang membereskan semua peralatan makanku, aku baru saja selesai makan siang tentunya didalam kamarku dan selama beberapa hari ini dia yang mengurus semua keperluan ku mulai dari mengantar terapi kemaren pagi, mengurus makanku dari pagi sampai malam tidak ada yang menyuruhnya Mas Ken mengatakan semua itu kemauannya.

Walaupun begitu aku dan dia tetap tidak banyak berbicara, bukan aku dan dia tapi lebih tepatnya aku yang tidak mau berbicara dengannya.

" Ini obat sama vitaminya Bel"

Sambil menyodorkan piring kecil berisi obat-obatan dan vitamin yang sudah dibuka bungkusnya Leon menyerahkan itu kepadaku, aku memang masih mengkonsumsi obat-obatan dan vitamin karena kondisiku masih belum bisa dikatakan benar-benar kuat jadi Dokter masih meresepkan obat dan vitamin untukku.

Aku mengambil obat tersebut dan menerima gelas berisi air dari tangan Leon, setelah semua obat, vitamin serta air tersebut tertelan aku memberikan gelas yang sudah kosong beserta piring kecil tadi ke pada Leon

DIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang