"Pernahkah kau mendengar istilah, setiap manusia terikat oleh benang merah yang tak terlihat di jari kelingking masing-masing kita, yang menghubungkan kita dengan takdir cinta sejati, bahkan tak ada seorang pun yang mengetahui siapa yang berada di ujung benang merah itu bahkan kemanapun kau pergi kau tetap akan kembali kepada takdirmu"
-
-
-
-
-Sepertinya hujan diluar sana masih enggan untuk berhenti, sejak dua jam yang lalu aku sudah berada dirumah. Aku sengaja berangkat pagi dari Puncak Karena aku meminta Leon untuk pulang cepat.
Dan aku tidak menyangka ketika memasuki Jakarta hujan telah menyambutku, dan Sekarang hujan-pun masih setia mengalun merdu diluar sana kulihat jam didinding kamarku sudah menunjukkan angka 12 lewat 5 menit.
Setelah mengantarku ke kamar sejak kedatangan kami tadi tak kudengar lagi suara Leon, kembali ku teringat kejadian sebelum berangkat tadi kejadian yang membuatku benar-benar mendiami Leon dan kali ini benar-benar tidak merespon apapun yang ditanyakannya.
Tadi sebelum berangkat, sambil menunggu Leon memasukkan barang bawaan kami ke dalam bagasi mobil, kulihat ada seseorang yang menelpon Leon karena kebetulan dia meletakkan handphonenya di dalam mobil dan suara dering itu tidak mau berhenti, penasaran aku melihat sang penelepon tersebut, mana tau itu dari bunda atau orang yang penting dan setelah aku melihat nama penelpon yang tercantum di benda persegi itu tubuhku langsung kaku, ternyata dia masih berhubungan dengan perempuan itu, ya. Orang yang menelpon Leon adalah seseorang yang ku tahu pernah menjalani hubungan dekat dengan Leon atau bisa jadi sampai sekarang karena seingatku media pernah menyiarkan dia adalah pacar Leon.
Kalau memang dia masih berhubungan dengan orang tersebut kenapa dia menikahiku dan juga memakai alasan dia mencintaiku, apakah Leon berbohong, semua pertanyaan berkecamuk didalam otakku dan perasaanku semakin tidak tenang dan bertambah runyam.
Maafkan aku yang memang belum mempercayai Leon.
Dan tadi Leon sempat mengangkat telpon itu dan dia berbicara diluar mobil membuatku semakin yakin ada seseuatu yang disembunyikannya, kalau tidak ada, apa salahnya dia mengangkat telpon tersebut didekatku dan tidak perlu menjauh seperti itu.
Setelah kejadian itu sepanjang perjalanan pulang aku betul-betul mendiaminya bahkan ketika dia bertanya pun aku tidak menjawabnya.
Biasanya ketika dia bertanya aku akan membalas dengan anggukan atau gelengan, tapi setelah kejadian itu jangankan memberi kan respon seperti itu menoleh kepadanya saja aku tidak mau.
Apakah sudah saatnya aku menjelaskan semua ini kepada Leon, dan menanyakan semua yang ada didalam kepalaku biar aku tenang, mungkin sudah cukup aku berfikir beberapa hari ini dan aku pikir sudah saatnya kami membahas mengenai kelanjutan pernikahan ini.
*
Hujan masih belum reda, tampaknya beberapa bagian daerah Jakarta akan banjir lagi karena semakin lama kudengar diluar sana air yang mengucur dari langit masih belum menampakan tanda akan berhenti, dan seiring dengan itu Leon masuk ke kamarku sambil membawa nampan yang aku yakini adalah makan siangku.
Aku tidak sanggup melihat dia terus-terusan bersikap seperti ini entah mengapa aku semakin hancur apalagi kulihat ada guratan lelah diwajahnya, mungkin memang sekarang saatnya aku memberitahunya.
"Bel, makan dulu ya" seperti biasa dia meletakkan piring tersebut di meja makan yang ada didalam kamarku
"Leon, bisa kita bicara" langsung saja aku berbicara kepada Leon
Kulihat dia berjalan kearah ranjangku
"Bicaranya nanti aja ya, kamu makan dulu" ucapnya lembut" Nggak.. gue maunya Sekarang" dengan nada tegas aku mengeraskan keinginanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA
RomanceTernyata terbaring koma di rumah sakit selama dua tahun tidak menghilangkan perasaanku padanya. Aku sudah bangun tapi ada satu hal yang membuatku marah. Marah karena tanpa sepengetahuan ku, aku sudah sah menjadi seorang istri dari seseorang yang tid...