Bab XVII (Pengakuan)

46 5 1
                                    

"ada hal yang harus kamu simpan rapat sampai akhir, namun ada hal yang harus kamu ungkapkan biar tak berakhir"

-
-
-
-

Kembali ku teringat obrolan ku dengan Marcel tempo hari, saat ini kulihat Leon masih mengerutkan keningnya aku tau dia mungkin bingung dengan ucapanku barusan. Aku memang sudah berniat untuk jujur dengan Leon hanya saja aku selama ini masih belum bisa menerima keadaan ini. Dimana ketika aku berusaha untuk menghapus Leon dari hatiku tapi dia tetap tidak mau pergi.

Aku ingat ketika pertama kali aku bangun dari koma dan Leon selalu berada didekatku, saat itu aku merasa tidak nyaman karena salah satu orang yang menjadi alasan ku berlari pada malam kecelakaan itu dan seseorang yang ingin aku hindari malah sekarang selalu berada disekitarku.

Padahal saat itu aku sudah melepaskannya sama seperti Adrian. Tapi entah kenapa setelah dua tahun tertidur dia masih tetap tidak bisa pergi dari hidupku dan hatiku, dan saat itu aku berpikir bagaimana aku bisa melupakannya kalau dia saja selalu berada disekitarku dan ditambah lagi dengan perihal bahwa dia sudah berani menikahiku.

Apalagi selama ini Leon juga sama sekali tidak pernah menunjukan tanda-tanda bahwa dia juga mempunyai perasaan yang sama denganku ditambah dengan berita dia mempunyai pacar saat itu dan aku juga tidak mau merasa sakit sendiri, dan itulah alasanku ingin melepaskannya saat itu dan sampai Adrian masuk dalam hidupku.

Tapi setelah mendengar penjelasannya kenapa dia menikahiku dan setelah melihat tindakan dia selama ini yang selalu menunjukan sikap perhatiannya dalam mengurusku selama beberapa minggu ini, karena ini jugalah kemarahanku padanya sedikit menguap tapi tidak dengan perasaanku karena perasaanku kepadanya bukannya hilang seperti niat awalku tapi malah semakin bertambah, hal ini juga yang membuatku marah dengan diriku sendiri karena tidak bisa konsisten dengan ucapanku bahwa aku ingin melepaskannya, aku marah tidak hanya padanya tetapi pada diriku sendiri, aku tau melupakannya tidak akan berhasil, aku hanya tidak mau kecewa lagi dengan Leon oleh karena itu aku bersikeras melupakannya.

Tapi mungkin tidak seharusnya aku berpikir begini lagi, karena melupakannya sama saja kembali menyiksa diriku, karena sampai kapanpun sepertinya aku memang tidak bisa melupakannya, semakin aku mengelak maka semakin aku merasa sakit apalagi melihat perjuangan Leon dalam menghadapi sikap dinginku kepadanya selama beberapa hari ini, dan aku juga memutuskan akan mengungkapkan perasaanku padanya.

Dan ditambah lagi dengan obrolanku dengan Marcel tempo hari yang mana membuatku semakin yakin untuk berbicara pada Leon tentang perasaanku dan kelanjutan hubungan ini.

Oleh karena itu aku ingin berbicara dengannya hari ini, dan keputusan ini bukan hanya karena ancaman Marcel saja tapi ini memang dari diriku sendiri apalagi aku sudah beberapa hari ini mempersiapkan diri untuk berbicara dengannya walaupun aku masih ragu tapi sepertinya sekaranglah saatnya.

"Bel... kok diam?"

"eh.. oh iya kayaknya makan siang yang kamu bawa tadi udah dingin deh" oke aku mengelak lagi kali ini karena aku juga bingung mau dari mana menjelaskannya.

" Astagfirullah.. aku sampai lupa kamu belum makan" dengan sigap Leon berjalan ke meja tempat makan siangku tadi dan membawanya ke arahku.

"Kok kamu bawa kesini?" aku heran dengan tindakan Leon barusan, bukannya dia menuntunku ke meja makan seperti biasa tapi malah membawa makan siangku ke tempat ku duduk saat ini yaitu diatas ranjangku.

" kamu duduk aja, biar aku yang suapi" dengan senyum berdimplenya dia mengarahkan sendok yang berisi nasi ke arahku.

Jujur saja aku sangat malu saat ini, memoriku langsung berputar pada saat dia pernah menyisir rambutku dirumah sakit kala itu.

DIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang