10 - Awal yang baik

130 13 7
                                    

Hari ini merupakan jadwal kontingen Indonesia untuk melakukan tes lapangan. Sebuah hal yang sudah biasa dilakukan di mana setiap pemain dari semua negara yang ikut serta dalam turnamen mendapat jadwal untuk menjajali lapangan yang akan mereka gunakan saat hari pertandingan dimulai.

Saat ini hanya beberapa pemain yang tersisa, karena sebagian dari kontingen Indonesia sudah melakukan latihan siang tadi, jadilah untuk sore ini hanya tersisa beberapa saja.

"Kenapa harus kebagian sore gini sih" Aku menengok ke arah samping ku, Kevin sedang mengikat rapi tali sepatunya setelah beberapa saat yang lalu laki-laki itu melakukan pemanasan bersama ku.

Aku mengerutkan kening ku "Ya emang kenapa? Bukannya sama aja?" sahut ku tatkala muncul rasa penasaran. Bukan apa, hanya saja rasanya aneh untuk mendengar Kevin menggerutu hanya karena kedapatan jadwal tes lapangan pada sore hari seperti ini.

Ia menatap ku datar, tapi sorot matanya teduh sekali "Ta, pertama, kita latihan bareng sama Fajar dan Rian. Ya kamu tau sendirilah mereka tuh jahilnya minta ampun. Kedua, setelah latihan kita pasti istirahat karena mepet sama jadwal besok pagi" ucapnya dengan sedikit nada kesal.

Aku tersenyum, "Ya bagus dong, abis latihan bisa tidur, porsi latihannya juga gak sebanyak latihan pagi sama siang" sahut ku membalas.

"Ya ntar kita gak bisa jalan-jalan, Ta" ucapnya dengan raut muka memelas. Ya tuhan di mana saja aku selama ini, kenapa aku baru sadar kalau Kevin juga manusia yang bisa bereskpresi seperti ini? Menggemaskan sekali.

Aku tersenyum menanggapi, memilih untuk melangkahkan kaki ku untuk masuk ke dalam court yang juga di susul oleh Kevin yang mengambil posisinya di samping ku. "Udah aku bilang kan, kita fokus aja sekarang Vin" sahut ku sebentar sebelum benar-benar mengayunkan raket ku ke udara saat shuttlecock dari servicenya Della terbang tepat di hadapan ku.

Tidak ada hal lain lagi yang terjadi setelahnya, aku dan Kevin benar-benar menjalani latihan dengan fokus, walapun di tengah-tengah latihan keusilan Fajar tidak bisa dihindari, karena sesekali laki-laki itu sengaja memukul shuttlecock ke arah lapangan kami, tapi pada akhirnya sesi latihan berjalan dengan lancar.

Perjalanan dari hall ke hotel tempat kami menginap memang tidak terlalu jauh, bahkan untuk jalan kakipun tidak terasa jauh sama sekali. Awalnya aku ingin memilih untuk pulang menggunakan transportasi yang desiakan BWF dan asosiasi penyelenggara, mengingat besok pagi kami sudah harus bertanding, namun laki-laki di samping ku memilih untuk menolak, lebih tepatnya ikut serta memaksa ku untuk berjalan kaki ke hotel.

"Capek tau Vin, jalan gini. Mending naik bus tadi."

Aku masih menggerutu, perjalanan dari hall ke hotel sudah hampir setengah jalan, tapi aku masih saja terus menggerutu, seolah-olah laki-laki yang berjalan di samping ku ini tidak jemu-jemunya mendengar gerutuan ku.

"Ini namanya lagi membangun chemistry, Ta."

Aku memutarkan bola mata ku singkat, aku tahu Kevin cuman sedang berbohong. Belakangan ini, laki-laki itu nyaris memanfaatkan segala keadaan untuk kami terus bersama. Aku tahu, mungkin maksudnya sebagai tabungan kenangan di turnament terakhir kami berpasangan seperti ini, tapi setidaknya aku tidak pernah benar-benar hilang dari padangannnya, kan? Toh sehabis ini kami masih akan sering bertemu, walaupun kadanga nantinya bersama partner main yang berbeda.

"Eh btw kemarin kata mbak Wid, chemistry kita udah offside, Vin. Jangan-jangan mba Wid tau lagi hubungan kita?"

"Kalau dia tahu emang kenapa?"

"Kamu ngasih tau?"

Untuk beberapa waktu, Kevin hanya diam, tidak menjawab sahutan terakhir ku, hal itu membuat aku cukup was-was. Bukannya apa, aku masih merasa sangsi jika hubungan ku dan Kevin diketahui banyak orang secepat ini, setidaknya tidak sekarang.

"Aku nggak ngasih tau, Ta. Lagian kenapa sih kalau orang lain tau?" Tanya Kevin sembari memusatkan perhatiannya ke arah ku.

Aku yang ditatap seperti itu merasa sedikit kikuk, bangunan hotel kami sudah terlihat dari tempat aku dan Kevin berjalan sekarang, rasanya aku ingin cepat-cepat sampai saja.

"Ta? Kok diam?"

"Terlalu risk-an Vin, gue nggak mau apa-apa yang terjadi ke depannya orang-orang masalahin hubungan kita."

"Aku."

"Hah?"

"Ngomongnya jangan pake Gue, pake Aku."

Ya Tuhan, boleh tenggelamkan Kevin Sanjaya Sukamuljo sekarang juga? Aku sudah mengenalnya lama sekali, tapi sifat yang merajuuk seperti ini kenapa tidak pernah aku tahu sedari dulu?

"Iyaa maksud aku, aku nggak mau kalau orang-orang nantinya masalahin hubungan kita kalau semisal kita nggak bisa menuhin ekspetasi orang-orang."

Hal yang paling masuk akal memang begitu jalannya. Sebagai seorang atlit, sudah menjadi makanan sehari-hari untuk kami semua bekerja keras untuk memenuhi ekspetasi orang lain, tak jarang saat kami tidak bisa memenuhi ekspetasi itu, semua hal akan di bawa-bawa, perihal gak serius latihan lah, main sosmed lah, pacaran lah, semua itu akan menjadi bual-bualan orang-orang untuk mencemooh kami setiap kali kami tidak bisa memenuhi ekspetasi orang-orang.

Masalah hubungan ku dan Kevin, sudah aku bilang jikalau aku masih sangsi untuk diketahui oleh orang lain. Aku hanya takut jika sewaktu-waktu hal seperti ini akan menyakiti masing-masing dari diri kami, walaupun pada nyatanya, aku terlalu paham betapa hubungan ku dan Kevin terlalu rumit.

"Ironis ya Ta, hidup kita seolah-olah dituntut untuk menuhin ekspetasi orang lain. Orang mana tahu sebesar apa kita berjuang, sekeras apa kita latihan, sebanyak apa hal-hal yang kita korbanin, orang lain mana mau tahu hal-hal gagal yang bisa saja terjadi di luar kuasa kita."

Aku menghentikan langkah ku sejenak, menatap punggung Kevin di hadapan ku yang beberapa saat kemdian turut menghentikan langkahnya dan beralih menatap ku yang ada di belakangnya.

Aku tersenyum menyambut pandangannya, dengan hati-hati, ku langkahkan kaki ku menghadap ke arahnya, menggenggam tangannya dengan lembut, "Vin, WJC memang terakhir kita sama-sama, oleh karena itu, apapun hasilnya, aku mau hal itu bisa kita kenang dengan perasaan yang baik, ekspetasi orang lain mungkin menjadi makanan kita, tapi untuk kali ini saja, kita lakuin dengan senang hati, ya? Untuk yang terakhir kalinya."

Lalu kemudian aku membawa diriku pada pelukannya. Persetan dengan suasana Bankok yang tengah ramai, orang-orang yang tengah berlalu-lalang, untuk kali ini saja, biar aku memulai untuk menjalaninnya dengan apa adanya dengan baik.

"Aku janji untuk berusaha sekuat mungkin untuk itu, Ta, berusaha untuk buktiin kalau kita juga bekerja keras."

"Aku tahu kamu akan selalu berusaha, aku tahu kita udah ngelakuin banyak hal, makanya untuk apapun hasilnya di sini, aku cuman mau kamu ngelakuinnya dengan senang hati, nggak usah mikirin gimana kita sehabis ini. Apa yang terjadi di lapangan nggak akan merubah apa yang terjadi di luar lapangan, Vin."

Hanya dengan begitu, aku merasa seolah-olah semua akan baik-baik saja, seolah apa yang aku pikirkan selama beberapa waktu terakhir lenyap begitu saja, seolah-olah tidak pernah akan ada yang selesai antara aku dan Kevin, begitu saja, Bankok dan WJC mulai ku berharap akan ku kenang dengan perasaan yang baik.

***
With love,
Tiyah

Hullaaaa, akhirnya aku update juga setelah sekian lama, terima kasih karena sudah mau menunggu cerita ini.

Di sini aku cuman mau nekanin kalau apa yang aku tulis ini pure hanya fiksi, beberapa timeline turnamen memang ada yang benar, tapi untuk kejadian, lawan, dan hal-hal yang aku tulis antara tokoh-tokoh di dalamnya pure hanya fiksi, ya.
Di kehidupan nyata mereka sudah punya jalan masing-masing, tinggal kita semua dukung sebisanya kita.

Sekali lagi, terima kasih sudah membaca cerita ini, jangan lupa vote dan komen biar semangatt akunya hehehe.......

Love, patience and pain (kevin sanjaya fanfic) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang