Nuri, gadis kecil berusia 10 tahun itu memandang jengah langit yang sudah berubah warna bermegakan oranye kekuningan. Penanda waktu bermainnya telah usai. Sepanjang mata memandang, tanah sekitaran desa menghijau dengan hamparan sawah, irigasi , perkebunan warga, dan hutan-hutan di sekitarnya. Jarak rumah-rumah sepanjang desa memang tak begitu rapat.
Suasana desa sore itu mulai sedikit sepi. Terlihat dari banyaknya warga yg mulai menghentikan aktifitas dan memasuki rumahnya masing-masing
Nuri rindu suasana tempat tinggalnya dulu, sebelum seluruh keluarganya memutuskan pindah dari Solo ke Pulau Boyan sejak 3 tahun yg lalu.
Salah satu alasannya, usaha nenek Nuri yang berprofesi sebagai pengusaha jahit yang sukses mengalami kebangkrutan dikarenakan pemotongan mata uang.
Solo termasuk kota yang cukup ramai meski malam menjelang, berbanding terbalik dgn Pulau Boyan. Pulau Boyan masih termasuk daerah tertinggal dan sangat terisolir pada masanya.
Nilam, sahabatnya sedari tadi tampak gusar mengajak Nuri untuk segera pulang.
Meninggalkan tanah lapang yang terletak di dataran tinggi yg dikelilingi persawahan.
"Nuri, ayo pulang. Udah sore."
Nuri berdecak. Matanya menelisir keseluruh tanah lapang. Hanya tinggal 5-6 anak termasuk mereka berdua.
Nilam benar mereka harus segera pulang, meskipun waktu maghrib masih lumayan lama.
Bukan tanpa alasan Nilam mendesak Nuri untuk segera pulang. Gadis kurus berkuncir dua itu bisa melihat hal-hal tak kasat mata yang tak bisa dilihat orang kebanyakan.
Matanya awas, seketika para penghuni ghaib di tanah lapang mulai berkumpul. Kebanyakan memang para montianak, tapi yg cukup membahahayakan adalah jin yang terkenal suka menculik anak-anak.
Nilam mulai menyadari hal itu ketika matanya tak sengaja bersibobrok dengan salah satunya.
Sesosok berwujud nenek tua dgn kulit pucatnya yg berkeriput dan payudara menjuntai hingga ke tanah.
Nenek itu menyeringai dibalik rimbunan pohon bambu sebelah utara tanah lapang.
Nuri melihat sepupunya Eni yang masih asik bermain engklek bersama dua orang temannya.
"En... pulang yuk. Udah sore."
Eni memandang kedua temannya meminta persetujuan. Namun Ani dan Halimah menggeleng bersamaan.
"Kamu duluan aja Nur. Nanggung nih."Nuri melihat mimik muka aneh Nilam ketika melihat sekitar lapangan. Dan itu bukanlah hal yg bagus. Nuri tahu kemampuan spesial yg dimiliki sahabatnya.
"Yakin kamu? Pulang aja yuklah. Ntar kalo aku ditanyain emak kamu gmn?"
"Duh... kamu cerewet banget sih Nur. Kalau mau pulang duluan, pulang aja."
Eni tetap tak menghiraukan bujukan Nuri.
"Nur, udah lah yuk pulang aja. Dari tadi tuh wewe gombel ngeliatin ke arah kita terus." bisik Nilam kemudian.
Nuri begidik ngeri mendengar pengakuan Nilam.
"Eni cepet pulang sebelum maghrib ya." sahutnya khawatir.
Akhirnya keduanya mengambil langkah cepat meninggalkan tanah lapang tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEROR TUKANG SANTET - TAMAT (Revisi)
Horror(BERDASARKAN KISAH NYATA) Ini bukan dongeng semata. Tapi sebuah kisah kelam yang pernah terjadi di sebuah desa. Teror dari seorang tukang santet yang membawa banyak malapetaka. Mbah Darso adalah seorang Tukang Santet yang paling ditakuti di desa "...