AKHIR RIWAYAT SANG DUKUN

2.6K 164 2
                                    

Waktu seolah berjalan seharian, namun tidak dengan waktu di dunia nyata. Singkatnya, peperangan itu dimenangkan mutlak oleh pasukan Ki Ageng Simo.

Baturrekso pun tak berkutik saat Ki Ageng Simo berhasil memutus kedua tangannya. Di sini untuk pertama kali, Damar menyaksikan medan perang paling berdarah darah dalam hidupnya.

Amis, darah dimana-mana. Genangan berwarna merah kehitaman membentuk banyak kubangan.

Ki Ageng Simo menghampiri Damar yang terlihat pucat menyaksikan kengerian tersebut.

"Pergilah. Selesaikan apa yang memang menjadi urusanmu."

Lalu Ki Ageng Simo memberikan sebuah batu hitam pada Damar. Konon katanya batu itu akan bisa mencabut ilmu dan kekebalan sang dukun.

Sukma Damar akhirnya kembali ketubuhnya. Damar memberi sebuah isyarat pada kedua temannya untuk melanjutkan rencana. Ketiganya pun mengendap-endap ke rumah mbah Darso dan berhasil menculiknya. 

Tak butuh waktu lama, ketiga pemuda itu berhasil membawa mbah Darso ke dalam hutan dan menutupi kepalanya dengan kain hitam. Sesampainya disana mereka membanting tubuh mbah Darso ke tanah. Mbah Darso tertawa mengejek saat mengetahui siapa dalang penculikannya.

"Berani sekali kalian. Mau setor nyawa! Hah!" mbah Darso meludah. 

Lalu dengan kekuatannya berhasil melepas ikatannya. Tomo dan Farid sedikit melangkah mundur. Namun tidak halnya dengan Damar.

Saat mbah Darso merapal mantra, Damar bergegas mengeluarkan batu yang diberikan Ki Ageng Simo. Lalu menjatuhkannya dan menginjaknya sebanyak tiga kali di atas tanah. Seperti itulah Ki Ageng Simo memberikan petunjuk sebelumnya.

Tak lama kemudian, terdengar suara ledakan keras di sekitar mbah Darso.

"Kurang Ajar!" Teriak mbah Darso kemudian karena ilmunya tiba-tiba tidak bisa digunakan.

"Bertobatlah mbah. Minta ampun pada Allah. Ilmumu hilang karena kehendak Allah."

Mbah Darso kembali meludah. Karena kesal, akhirnya lelaki tua itu malah memprovokasi ketiga pemuda itu. Tomo dan Farid terpancing dan langsung memukul mbah Darso secara bertubi-tubi.

"Bajingan kamu mbah! Laknat! Bapakku mati karena ulahmu ternyata!" Caci Farid sambil terus memukul mbah Darso.

Mbah Darso masih tertawa-tawa meski hidung dan mulutnya sudah mengeluarkan darah. Damar mencoba menghentikan Farid agar tidak berbuat lebih jauh lagi. Namun ntah karena apa, mbah Darso masih terus berbicara.

Kali ini ia berhasil memprovokasi Damar. Hilang sudah kesabaran, ketiganya pun kembali kalap menghajar mbah Darso secara bertubi-tubi. Dalam kepala Damar, terselip bayang-bayang Malik dan korban-korban mbah Darso yang lain yang telah menderita.

Hingga akhirnya terdengar suara gemeletak tulang-tulang rusuk yang patah. Wajah mbah Darso kini berlumuran darah. Lelaki tua itu pun akhirnya ambruk ke tanah. Napasnya tersengal-sengal, seolah kematian memang sudah menunggu untuk menjemputnya.

Kian lama gerakan dadanya yang naik turun makin melambat. Hingga akhirnya tubuh itu terdiam kaku, namun masih dengan mata terbelalak.

*

Keesokan harinya, warga desa dikejutkan dengan penemuan sesosok mayat di pinggir hutan. Mayat itu ditemukan dalam kondisi mengenaskan. Seluruh tubuhnya lebam dengan warna kulit biru keunguan. Wajahnya hampir tak berbentuk dan berwarna sedikit hitam kecoklatan, karena darah yang mengering bercampur dengan tanah.

Sosok itu tak sengaja ditemukan oleh salah satu warga yang sedang mencari kayu bakar di sekitar hutan. Tampak sekumpulan warga mengerumuni sesuatu yang ditutup dengan kain putih. Di dekatnya, beberapa orang terlihat menangisi si mayit.

Ya, mayat itu adalah mbah Darso. Warga pun tak menyangka dan mulai bertanya-tanya siapa yang bisa membunuh si tukang santet yang paling ditakuti ini. Nilam dan Nuri hanya bisa memandang dari kejauhan.

"Sudah kuduga itu mbah Darso." Gumam Nilam

Semalam ia bermimpi menyaksikan semua kejadian. Di mulai dari peperangan ghaib, penculikan, bahkan detik-detik kematian mbah Darso yang cukup mengenaskan. Tak hanya mbah Darso, sebelumnya Nilam pun sering mendapat mimpi kematian dari beberapa korban santet mbah Darso. Mulai dari kematian Pak Jarwo, Bu Kinanti (istri Ust Malik) dan warga yang lain. Yang terakhir Nilam juga bermimpi didatangi qorin Ust Malik sebelum tragedi kapal tenggelam.

Lebih tepatnya, khadam milik Nilam yang menyaksikan semua peristiwa tersebut. Lalu menghantarkan penglihatannya pada Nilam. Hanya saja ia tak bisa berbuat banyak, karena mimpi itu datang saat kematian menjemput.

Tak lama kemudian, datang beberapa orang memakai seragam yang tak lain adalah pihak berwajib dan petugas medis. Lalu mereka pun membawa si mayit beserta para pengurus desa untuk dimintai keterangan. Selang beberapa waktu, para aparat terlihat kembali membawa tiga orang pria yang sangat dikenal warga. Mengetahui itu, warga mencoba menghalangi aparat yang dimana sedikit menimbulkan kericuhan.

"Tidak apa-apa bapak-bapak, ibu-ibu. Tolong jangan menghalangi para petugas. Kami memang menyerahkan diri karena bersalah. Bagaimana pun hukum harus ditegakkan." Ucap Damar menenangkan.

Damar, Tomo, dan Farid menampakkan raut wajah legowo. Sedang Istri dan anaknya menangis mengiringi kepergian Damar. Diketahui akhirnya mereka bertiga dibawa dan diadili pengadilan yang ada di Jawa. 

Kabar terakhir dari perangkat desa, Damar dijatuhi hukuman tiga tahun sedang kedua temannya lima tahun penjara.

Di saat yang sama, warga desa 'Tandur Timur' tampak bersuka cita dengan kematian mbah Darso. Mereka pun lega, akhirnya teror santet yang telah lama menghantui desa selama beberapa tahun berhenti.

Namun disisi lain, warga tetap bersimpati dengan keluarga mbah Darso yang berduka. Bagaimana pun, keluarga mbah Darso juga keluarga yang dikenal cukup baik di desa. Keluarga mbah Darso juga tidak menyalahkan dan memaklumi sikap warga yang terlihat bersuka cita.

Mengingat bagaimana mbah Darso sudah banyak berbuat zhalim pada sebagian penduduk desa. Bagaimanapun kematian adalah hal yang tidak bisa dicegah kapan, dimana, dan bagaimana itu datang. 

***

TEROR TUKANG SANTET - TAMAT (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang