TEROR JURIG 40 HARI

3.2K 176 4
                                    

Pak Madi berjalan pulang seorang diri menuju rumahnya yang terletak di dekat sungai. Ia baru saja pulang dari acara 7 harinya mbah Darso. Bulan terlihat penuh di antara gelapnya langit malam, suara jangkrik bersahutan, serta derik-derik bambu yang saling bergesek karena angin.

Sebenarnya Pak Madi sudah terbiasa dengan suasana seperti itu. Namun kali ini berbeda, hawa dingin begitu merasuk hingga sendi tulang padahal angin tak bertiup kencang. Bersamaan dengan itu Pak Madi mencium bau busuk yang menyengat, seperti bau bangkai yang gosong.

"Madiiiiiii ... Madiiiiii ..."

Kaki Pak Madi terhenti, entah kenapa kakinya tiba-tiba berhenti bergerak begitu saja.

"Madiiiiii ... Madiiiiii ... "
Suara itu terdengar tua, menggema, namun cukup familiar di telinga.

Pak Madi menoleh, seolah ada sesuatu yang memaksa kepalanya untuk memutar ke arah suara.

"Madiiiiii .... Tolooong Madiiii..."
Mata Pak Madi terbelalak, lidahnya kelu, jantungnya bergerak cepat, dan tubuhnya kaku sepersekian detik. Itu Mbah Darso.

Terbungkus kain putih lusuh di ikat lima dengan bercak kecoklatan dibagian bawah. Wajahnya hancur namun masih bisa dikenali. Raut muka datar dengan mulut menganga yang meminta tolong.

"Tolooong Madiiiiiii ...."

"Jeee.... Jerrr.. Jerrrangkoooooong."

Teriak Pak Madi secara spontan. Ntah mendapatkan kekuatan dari mana, akhirnya pria paruh baya itu berhasil menggerakkan kaki dan berlari cepat ke arah rumah.

[*Jerangkong: Hantu yang menyerupai tulang belulang/ tengkorak manusia. Namun sebutan Jerangkong bagi penduduk pulau boyan juga berarti penampakan orang yang telah mati].

*

Hasim mengantuk berat, namun ia harus memaksa tubuhnya untuk terjaga dari tempat tidur. Jika tidak ingin membasahi kasurnya. Dengan langkah malas, dipaksakan kedua kaki untuk tetap bergerak. Kebetulan letak kamar mandi berada di luar rumah. Hasim sudah keluar dari pintu belakang.

Angin semilir menerpa, membuat rambut halus di sekujur tubuh meremang. Dilihatnya bangunan kamar mandi berukuran 3x3 tinggal beberapa langkah lagi di depan. Kebetulan letak kamar mandi bersebelahan dengan sebuah sumur.

Ia mengucek kedua mata saat menangkap sosok berbentuk guling diikat lima melayang di atas sumur. Hasim tercekat tak bisa bergerak.

"Tolooooong .... Tolooooooong ..."
Suara itu terdengar rendah namun menggema.

"Toloooooong .... Toloooong ...."

Mulut Hasim menganga namun tak mampu berkata-kata. Seumur hidup baru kali ini ia melihat sosok berwajah semengerikan itu.

Sosok dibungkus kain putih itu melayang mendekat, hingga wajah hitamnya yang hancur kini tepat beberapa centi dari wajah Hasim.

Matanya membelalak menatap pemuda malang tersebut. Bau busuk yang sangat menyengat menyeruak masuk ke dalam rongga hidung. Tak dipedulikan lagi cairan hangat mengalir dari kedua sela kakinya. Hasim tak mampu lagi menahan. Lalu pandangannya berubah gelap saat itu juga.

*

TOKK TOKKK ....

Terdengar suara pintu yang diketuk.

"Eniiiiiiii bukain pintu." Teriak Mak Farida dari arah dapur.

Dengan malas Eni melangkah ke arah pintu depan. Dibuka, namun tak ada siapa-siapa. Kepalanya melongok, ke sekitar rumah, kosong dan gelap.

Ditutupnya pintu kembali. Baru berbalik beberapa langkah terdengar lagi suara ketukan. Eni membuka pintu, kosong lagi. Bulu kuduknya merinding. Gadis kecil itu pun langsung menutup pintu kasar dan berlari ke arah kamar.

Terdengar suara teriakan dari arah dapur.

"Eniiii jangan banting pintu. Nanti rusak. Tuman!" omel mak Farida.

TOKKK TOKKK...

"Eniiiiii... " Teriak Mak Farida lagi.

Tak ada sahutan dari sang anak.

Akhirnya mak Farida berjalan sendiri dengan tangan masih membawa spatula penggorengan ke arah pintu.

"Siapa sih bertamu malam-malam begini?" Gumamnya kesal sambil membuka pintu. Tak ada siapapun, kosong.

Namun ada yang aneh. Ada kaki yang melayang-layang di depan matanya. Kaki itu kotor penuh lumpur. Mak Farida mendongak perlahan.

Matanya membelalak mendapati sosok lelaki tua dengan kepala mencengklak seakan lehernya patah, wajah berdarah-darah, menatap kosong mak Farida yang sedang ketakutan. Sontak Mak Farida menjatuhkan spatula di atas tanah.

"Jerangkoooong ...."

*

Di malam yang sama, di salah satu rumah yang terletak di dataran paling tinggi.

Hajjah Aminah duduk seorang diri di ruang tamu, terdengar lantunan merdu ayat-ayat suci Al-Qur'an keluar dari bibirnya.

Tiba-tiba ada suatu suara yang cukup mengejutkan dari luar rumah.

Seperti benda berat yang jatuh di teras rumah. Hajjah Aminah menghentikan aktifitas mengaji sejenak.

Awalnya sempat tak menghiraukan. Namun rasa penasaran yang besar tiba-tiba saja merasuk ke dalam fikiran. Yang mana langsung membuatnya melangkahkan kaki untuk memastikan.

CEKLEK...

Pintu terbuka. Pelan-pelan beliau mengecek kondisi diluar sana. Namun tak ada apapun atau siapapun.

"Jiiiiii .... Jiiiiiiiii...."

Panggil seorang dengan suara berat. Hajjah Aminah menoleh.

"Astaghfirullahal'adziiim..."

"Jiiiii... Jiiiiii... Tolong Jiii." Rintihnya.

Pocong mbah Darso tampak berdiri melayang-layang di samping kanannya dengan wajah hancur.

'BRAAKKK'

Hajjah Aminah masuk dan menutup pintu serampangan.

"Hafizaaahh, Ifaaaaah, Nuriiii ...." Panggilnya pada anak dan cucunya.

Hajjah Aminah menyuruh mereka berkumpul dan menceritakan apa yang dilihatnya. Dan malam itu mereka semua memutuskan berkumpul, tidur dalam satu kamar.

*

Desas desus kabar penampakan jerangkong mbah Darso tersebar dengan cepat. Kesaksian datang dari berbagai pihak. Hampir sebagian besar warga desa mengaku pernah melihatnya. Ada yang melihatnya dalam bentuk pocong , ada juga yang melihat mbah Darso dengan tubuh berdarah-darah sama seperti mayatnya ditemukan.

Hal ini menimbulkan momok menakutkan tersendiri bagi mereka. Bahkan beberapa orang menyarankan untuk selalu menyediakan sapu lidi di kamar. Karena menurut kepercayaan setempat, sapu lidi mampu menghalau roh roh jahat.

Selama beberapa hari, desa mendadak sunyi. Hampir tak ada siapapun yang berani keluar di malam hari. Namun Mbah Darso menampakkan diri kepada warga hanya selama 40 hari. Setelahnya, jerangkong mbah Darso tak pernah terlihat lagi.

Tak lama kemudian tersiar berita lain yang cukup meresahkan. Menurut kabar, sebelum kematiannya, Mbah Darso telah menurunkan semua ilmu hitamnya pada salah satu kerabatnya. Ntah itu anak atau saudaranya. Tak ada seorang pun yang tahu.

-SELESAI- 

TEROR TUKANG SANTET - TAMAT (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang