Pagi itu Nuri main ke rumah Fitri. Namun ia malah bertemu ayah Fitri di depan rumah. Matanya menangkap sesuatu yang sedikit ganjil. Pak Madi sedang memegang seekor ayam jago bersama anak laki-lakinya. Sepertinya mereka akan menyembelih si ayam.
Lalu Nuri pun mendekati keduanya.
"Loh kok di sembelih, biasanya kan diadu?""Iya sih Nur, tapi karena sakit parah. Dari pada mati, terpaksa disembelih aja." Jawab Mas Danu, kakak Fitri.
Saat itu Danu curhat soal ayam jago kesayangan bapaknya.
"Jadi si Gawung (*nama ayam jagonya) tiap malam kayak diganggu. Gaduh sendiri."
Pak Madi yang saat itu mendengar, mencoba menengok kondisi Gawung, namun tak menemukan keanehan. Kejadian itu berlangsung selama seminggu, hingga ayam itu jadi sakit karena kurang istirahat.
Mulut mungil Nuri membentuk sebuah huruf 'O' tanda mengerti.
Lima hari kemudian tiba-tiba Danu mendatangi Nuri dan Nilam di tanah lapang, tempat mereka biasa bermain.
"Nilam ..mas mau ngomong sesuatu, boleh?"
Nilam menoleh pada Nuri "Nuri ikut ya tapi."
Ntah kenapa si Nilam lengket banget sama Nuri.
"Iya boleh. Kita bicara ke dhurung rumah mas ya."
Nilam mengangguk. Mas Danu mulai menceritakan permasalahannya.
Jadi setelah Gawung di sembelih, kandangnya dibiarkan kosong. Malam setelah disembelih, pintu rumahnya diketuk-ketuk. Saat dilihat tak ada orang sama sekali.
Malam kedua, Pak Madi (ayah Danu) pulang agak larut dari hajatan warga. Ketika melewati jalan setapak, ia memergoki ada orang berjongkok di depan kandang ayam. Saat di tegur, orang itu berlari kencang dan berbelok ke arah barat pagar bambu. Saat dikejar, orang itu lenyap begitu saja. Lalu pak Madi menceritakan hal ini pada keluarganya. Orang lewatpun agak mustahil, karena sebelah timur dan barat rumah Danu hanya rimbunan pohon bambu yang dibawahnya langsung menjorok sungai.
Bahkan samping kiri kanannya, diberi pagar kayu sebagai batas. Umumnya orang sangat mustahil lewat sana apalagi malam hari karena pasti banyak ular. Satu-satunya rute, hanya jalan setapak lurus kurang lebih sejauh 15 meter yang langsung menuju rumahnya
Tak jauh dari rumahnya, ada tetangga yang juga gemar bermain sabung ayam. Sebut saja si Anwar, dia teman Danu juga. Anwar kerap mengajak Pak Madi berangkat bareng ke tempat sabung ayam.
Malam itu habis isya', si Anwar ini duduk sendiri di dekat surau. Saat itu Danu dan Hasim menghampirinya.
"Woi War! Maaf kalau nunggu lama. Aku tadi habis mampir dulu ke tempat Hasyim." Sapa Danu
"Dan! Jangan pulang ke rumahmu dulu. Gawat!" Ujar Anwar dengan wajah pucat.
"Lha kenapa War?" Tanya Hasim.
Akhirnya si Anwar cerita. Tadi dia mau langsung saja mampir ke rumah Danu. Saat tiba di lokasi. Ada orang jongkok di depan kandang kosong Gawung. Anwar mencoba menyapa orang itu, orang itu berdiri menghadap Anwar. Anwar pun mengarahkan lampu minyaknya sebagai penerangan.
Dan ternyata mata orang itu cekung dan gelap, alias tidak punya bola mata. Tampak rahang bawahnya bergelantungan. Si Anwar tercekat, mau lari pun sudah tak bisa. Lantas sosok itu mengangkat tangan kirinya dan menunjukkan jari tangan yang sebagian dagingnya sudah menghilang.
Saat hampir hilang kesadaran, pintu rumah Danu terbuka. Ibu Danu muncul dan menegur Anwar. Bukannya menjawab dengan salam, si Anwar malah kabur. Akhirnya Anwar tetap menunggu Danu di Surau sesuai dengan janjian mereka di awal.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEROR TUKANG SANTET - TAMAT (Revisi)
Horror(BERDASARKAN KISAH NYATA) Ini bukan dongeng semata. Tapi sebuah kisah kelam yang pernah terjadi di sebuah desa. Teror dari seorang tukang santet yang membawa banyak malapetaka. Mbah Darso adalah seorang Tukang Santet yang paling ditakuti di desa "...