PETAKA

3K 168 3
                                    

Ustadz Malik memegang segelas air putih yang sebelumnya dilafalkan doa-doa. Lalu sedikit demi sedikit air itu dicipratkan ke wajah Pak Hamid, suami Mak Saroh.

Seluruh orang di ruangan itu kaget bukan main melihat reaksi Pak Hamid usai mendapat cipratan air dari ustadz Malik. Tangannya langsung menepis gelas yang dipegang sang ustadz, hingga terpental kearah tembok. Gelas yang terbentur berhasil menciptakan puing-puing kaca yang tajam di sekitarnya. Pak Hamid berubah ekspresi yang tadinya kosong menjadi sangar.

Matanya melotot sempurna, bibirnya menyeringai bahkan terdengar suara gemeletuk gigi yang ditekan secara berlebihan hingga membuat ngilu ditelinga. Deru nafasnya makin kencang seperti orang yang menahan amarah.

Pak Hamid mundur beberapa langkah hingga menyender tembok seolah ingin mengambil ancang-ancang.

"Astaghfirullah.."

Tiba-tiba saja meloncat menerkam pria dihadapannya. Ust Malik yang sedikit lengah kini ambruk di lantai bersamaan dengan Pak Hamid yang menindih tubuhnya.

"Grrrr... grrrr.."

Pak Hamid mencengkeram kuat-kuat leher ustadz Malik kala itu. Ustadz Malik tampak menahan cengkraman itu sambil melafalkan doa-doa. Semua orang yang panik melihat kejadian itu segera memegangi Pak Hamid. Dua orang pria berusaha sekuat tenaga menarik tubuhnya, namun tak membuahkan hasil.

Lelaki berusia 45 tahun itu masih kokoh mencekik. Tak lama kemudian Damar menghampiri, telapak tangan kirinya menyentuh kepala Pak Hamid tepat dibagian dahi sedang tangan kanannya mencengkram leher belakang.

Pak Hamid berteriak-teriak, merontak hingga cekikannya mulai melemah. Pada saat itulah Damar mengintruksikan dua orang yang memeganginya untuk segera menariknya kebelakang.

"Bapak-bapak tolong bantu kami, pegang tangan dan kakinya." Teriak Damar pada beberapa orang yang berada di dalam ruangan, karena dirasa kewalahan menahan tenaga pak Hamid yang luar biasa.

Ust Malik kembali berdiri setelah mengatur nafasnya sambil memegang lehernya yang masih masih sakit. Ia pun menghampiri kerumunan orang yang masih berusaha memegangi Pak Hamid.

"Gimana Mar?"

"Susah. Bandel ini." Jawab Damar sambil terus menekan dahi Pak Hamid.

Ust Malik kembali melafalkan doa, kemudian menempelkan telapak tangannya di perut Pak Hamid. Dengan gerakan sedikit menekan, Ust Malik mengarahkan telapak tangannya dari perut hingga ke mulut, lalu menarik ambang sesuatu yang tak kasat mata dari sana.

Pak Hamid berteriak lalu tersedak akan sesuatu. Tak lama kemudian ia memuntahkan darah berwarna merah pekat. Bersamaan dengan itu semua mata melihat sesuatu yang mengerikan. Diantara muntahan darah itu terdapat beberapa paku tajam berkarat berserakan.

Pak Hamid jatuh tergeletak, disaat yang sama Mak Saroh terlihat menangis dan langsung pingsan melihat kondisi suaminya. Ust Malik saling beradu pandang dengan Damar. Ini adalah kasus kelima yang ia tangani dalam dua minggu terakhir.

*

Beberapa hari setelahnya, ust Malik tampak berjalan beriringan bersama Nuri dan Nilam untuk mengantarkannya pulang usai mengaji. Jalanan desa yang terlihat sejuk di pagi hari dengan pohon-pohon rindangnya, memang cukup menyeramkan di malam hari. Salah satu alasan mengapa Ust Malik harus mengantarkan pulang semua anak didiknya seusai ngaji.

Dan malam itu sedikit berbeda, terdengar suara gemuruh ketika daun dan dahan saling bergesekan padahal tidak ada angin. Tiba-tiba telinga mereka menangkap suara krasak krusuk di antara semak-semak.

Membuat ketiganya menghentikan langkah. Tidak terlihat jelas. Samar-samar ketiganya menangkap sepasang mata menyala di tengah jalan. Namun mata itu posisinya berada dibawah, seperti sedang berjongkok.

TEROR TUKANG SANTET - TAMAT (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang