GANTUNG WARIS
Sore itu tepat di pelataran, Nuri terlihat sibuk menyapu halaman rumahnya. Sapu lidi yang ia genggam terus bergerak membersihkan daun-daun kering, yang rencananya nanti akan ia bakar setelah terkumpul.
Belum selesai Nuri menyelesaikan pekerjaannya, tiba-tiba kornea matanya menangkap sesuatu. Spontan gadis kecil itu melemparkan sapu lidi sembarangan dan bergegas berlari masuk ke rumah.
"Loh? Loh? Kok lari-lari. Kayak habis lihat setan saja." Tegur Hajjah Aminah. Nenek Nuri.
Kala itu Hajjah Aminah, Hafizah (Ibu Nuri), dan Nyi Nimas Ayu saling bercengkrama di kursi teras. Setelah kepergian Nuri, kini sudut mata Aminah menangkap sosok yg membuat Nuri lari ketakutan.
Hafizah dan Nyi Nimas Ayu ikut memalingkan pandangan dimana mata Aminah sempat terpaku.
Tampak seorang laki-laki tua sedikit bungkuk berjalan ke arah mereka. Sontak raut wajah Nimas Ayu yang sebelumnya sumringah, berubah drastis menjadi dingin."Ji, saya pamit pulang dulu." Ucapnya kaku.
(**Panggilan "Ji" singkatan dr "Haji". Biasa disematkan pada orang-orang yang sudah pergi menunaikan ibadah haji).
Aminah yang sudah paham tersenyum ramah pada Nimas Ayu.
"Terima kasih ya Nyi sudah bertandang ke rumah. Kalau pulang kampung ke boyan, jangan sungkan-sungkan mampir kesini lagi.""Baik Ji. Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumsalam."
Nimas Ayu segera melangkah pergi begitu saja melewati mbah Darso yang sempat meliriknya.
"Ada perlu apa So?" Tanya Hajjah Aminah tanpa basa basi.
"Ji, bulan depan sawahmu aku garap lagi ya?"
Hajjah Aminah tersenyum simpul "Iya boleh."
Mbah Darso tampak mengamati kebun buah milik nenek Nuri.
"Ji, kayaknya pohon buah merra kamu bunganya banyak. Kalau sudah panen aku minta hasilnya setengah ya."
Hajjah Aminah tampak terdiam sesaat, Hafizah memandang ibunya dengan raut tak suka.
"Baiklah. Kalau sudah panen buahnya, saya akan suruh cucu saya antar ke rumahmu."
Hajjah Aminah benar-benar tak bisa berkutik. Mbah Darso terkekeh senang.
"Ya sudah kalau begitu. Aku pamit dulu ya Ji."
Kemudian lelaki tua itu berbalik meninggalkan rumah nenek Nuri.
"Umi, kenapa menuruti permintaan mbah Darso begitu saja? Umi kan tau, kalau buah merra kita hasil panennya selalu dijual ke pasar." Protes Hafizah.
Hafizah tau, ibunya senang-senang saja jika sawahnya di garap mbah Darso. Karena setiap sawah yg digarap mbah Darso selalu subur dengan panen yg banyak. Tapi ntah kenapa ibunya selalu menuruti hampir semua permintaan mbah Darso.
Hafizah tidak tahu, bahwa ibunya adalah satu dari sekian penduduk desa yg takut akan sepak terjang mbah Darso selama ini.
"Oh iya umi, kenapa ya Nyi Nimas terlihat benci sekali dengan mbah Darso?"
Hajjah Aminah menghela nafas. Wajar saja Hafizah kurang tahu menahu tentang peristiwa yg menimpa Nimas Ayu, karena Hafizah belum lahir waktu itu. Ingatannya menerawang kejadian 35 tahun silam.
***
(Flashback)Namanya Nimas Ayu. Asli keturunan melayu. Keluarga kakeknya merantau ke pulau Boyan dari Malaysia sudah sejak lama. Gadis muda itu anak dari Haji Mustafa, orang kaya terpandang yg juga menjabat sbg kepala desa kala itu.
Wajahnya yang cantik rupawan membuatnya menyandang menjadi-
salah satu kembang desa yang dipuja banyak lelaki. Termasuk para kompeni (orang belanda) yg berada di Boyan. Hanya saja karena Nimas Ayu adalah salah satu anak orang terpandang, para kompeni jg tidak bisa berbuat semau mereka pada Nimas.Saat usianya menginjak 18 tahun, makin banyak lelaki yang ingin meminangnya. Namun Nimas Ayu memilih menolak, karena belum menemukan tambatan hatinya. Orang tuanya pun juga tak memaksakan kehendak pada anaknya.
**Ilustrasi foto Nimas Ayu
(Di jaman dahulu usia dibawah 20 tahun dianggap sangat produktif untuk menikah. Di atas usia 20 tahun malah sudah disebut perawan tua. Karenanya pada jaman itu banyak terjadi pernikahan dini).
Hingga suatu hari desa mereka kedatangan pendatang baru. Sepasang suami istri beserta 3 orang anaknya. Mereka berasal dari jawa timur.
Suaminya bernama Darso (35thn) sedang istrinya bernama Ratih (25thn).
Untuk menunjukkan tata krama sbg pendatang baru, mereka pun mengunjungi rumah kepala desa. Saat berbincang-bincang, Nimas Ayu muncul membawakan minuman kepada tamu ayahnya.
Kecantikan Nimas Ayu sempat membuat Darso lupa bahwa ia sudah memiliki istri.
*
Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Semakin sering Darso bertemu Nimas, semakin menggila hasratnya pada gadis belia itu. Ia pun tahu bahwa banyak laki-laki yang juga berusaha mendapatkan Nimas.
Hingga akhirnya Darso memberanikan diri membuat keputusan gila.
"Nyi, boleh mas Darso ngomong sebentar?"
(*kala itu Nimas dipanggil dengan tambahan 'nyi' karena kedudukannya yang terpandang).
Kala itu Darso mencegat Nimas yang baru pulang dari pasar di tengah jalan. Nimas yang tidak terbiasa berdua-duaan dengan lelaki menoleh sekitar dengan pandangan khawatir.
"Iya silahkan. Tapi ngomong di sini saja ya."
"Sudah lama mas Darso memperhatikan kamu. Kamu cantik dan baik. Kamulah wanita yg selama ini mas cari."
"Maksudnya apa ya?" tanya Nimas tak suka.
"Saya mencintai kamu nyi. Saya berniat melamar dan menikahimu." Ucap Darso penuh percaya diri.
Bagai disambar petir di siang bolong, Nimas terkejut bukan main.
"Lalu bagaimana dengan mbak Ratih?"
"Jangan khawatirkan Ratih. Dia tidak akan menolak kalaupun saya menikah untuk yg kedua kalinya."
"Jadi maksudnya. Saya akan dijadikan istri kedua?"
"Jangan khawatir nyi, meskipun menjadi istri kedua. Saya akan menganggapmu yang pertama dan satu-satunya wanita yang saya cintai. Saya akan memperlakukanmu dengan istimewa."
Nimas Ayu tersinggung bukan main. Harga dirinya terluka. Bagaimana bisa ada seorang lelaki yg berani melamarnya hanya untuk dijadikan istri kedua? Sedangkan laki-laki perjaka dan terpandang yg selama ini meminangnya saja banyak yg ia tolak.
Selain itu ia juga tidak bisa menyakiti hati wanita lain.Gila! Gila! Lelaki ini benar-benar gila! Pikirnya.
"Maaf mas Darso saya menolak pinangan anda. Saya tidak menerima lelaki yang sudah beristri menjadi suami saya. Permisi."
Nimas Ayu meninggalkan Darso dengan kemurkaan yg membumbung tinggi di kepala.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
TEROR TUKANG SANTET - TAMAT (Revisi)
Horror(BERDASARKAN KISAH NYATA) Ini bukan dongeng semata. Tapi sebuah kisah kelam yang pernah terjadi di sebuah desa. Teror dari seorang tukang santet yang membawa banyak malapetaka. Mbah Darso adalah seorang Tukang Santet yang paling ditakuti di desa "...