5

70 5 0
                                    

Aku menepuk nepuk pundak Salman, berusaha menegarkannya. Di tolak mentah mentah Rashya ternyata membuatnya tersiksa. lebay bangsat!!.

"Dah sekarang mah pulang yu ah dah sore" Aku mengajak Salman pulang.

"Ah masih nyaman disini" Balasnya terlihat kesal. Saat itu kami sedang di warung togar.

"Eh atuh kan saya teh harus bantu si bapa ke kebon"

"Ya terus apa? Tinggal pulang aja duluan ga susah kan" Dia membentaku.

"Eh kan saya teh mau nebeng sama kamu, mau ikut pulang, saya ga bawa motor kalo jalan cape panas gini liat" Aku juga mulai kesal karena dia sulit sekali di ajak pulang. Tak tau diri aku awoqwoq.

Salman menatapku sinis, aku hanya tersenyum. "Ah anjing bangsat, ya udah hayu" Dia langsung beranjak dari duduknya menuju motor.

"Tah gitu udah di rumah aja sedihnya, nangis di kamar sepuasnya sambil dengerin lagu pupus - dewa 19." Aku meledek, dan dia acuh dengan ucapanku.

Aku bisa merasakan apa yang Salman rasakan, karena aku juga sudah beberapa kali mengalami penolakan. Bukan karena tampangku yang biasa saja tapi karena mereka tahu aku ini orang susah. Goblokkk, buat kalian semua yang udah nolak saya PUCEKKK!!!.

Anehnya, di sisi lain aku juga merasa senang Salman di tolak Rashya.  Dengan begitu bebanku yang akhir akhir ini selalu terpikirkan akan hilang. Ada kesempatan lagi untuk aku mendekati Rashya. Tapi apa dia mau dengan aku yang begini?, entahlah.

Salman sekarang menunjukkan bakatnya, memacu motor Ninja R ini seperti di track balap. Ngebut sekali dia menjalankannya sampai sampai aku memeluk tubuhnya yang kurus itu karena takut, apalagi sekarang ini kami berdua tidak pakai helm.

Aku tak mengerti dengan nyali orang ini, selap selip di antar truk dan bus dengan kecepatan tinggi. Knalpot cemprengnya yang berisik membuat telingku sakit dan kepala pusing. Orang orang yang mendengarnya pasti sama denganku.

Pelukanku makin erat. "Man anying kamu teh mau ngajak saya mati?." aku sedikit berteriak.

"Saya belom kawin Man, ampun gusti." brebenggggg.......... Dia malah menambah kecepatan motornya.

"Salman ampun man ampun." Sumpah aku takut sekali, aku tak henti hentinya berdoa dan membaca dua kalimat syahadat. Aku sudah berserah lalu aku menutup mata.

Mungkin dia sedang meluapkan emosinya, melampiaskan kekesalannya dengan kebut kebutan. Tapi apa si kutil anoa ini lupa sedang membawa nyawa di belakangnya. Dasar tolol!, untung saja dia mengantarku dengan selamat sentausa, meskipun turun dari motor kakiku masih gemetaran. Salman sialan!!!

***

Seberes jam olahraga aku dan beberapa teman kelas kabur dari sekolah dengan memanjat benteng. Untungnya benteng di belakang sekolah ini tak terlalu tinggi kami hanya menggunakan meja yang sudah rusak sebagai alat pembantu memanjat.

Meskipun ada cctv yang menyorot ke arah kami, kami tidak takut, karena kami sudah tahu itu cctv rusak, sudah tak berfungsi. Kami pun kabur dengan tenang dan damai.

Tujuan kami kali ini ke rumah Miftah. Sesampainya di tempat, kami di suguhi rengginang, nagasari, dan jagung rebus. Banyak sekali sampai sampai aku merasa malu dengan orang tuanya.

"Lagi pada istirahat ini teh?" Tanya ibu Miftah sembari membawa teko dan beberapa gelas.

"Iya bu," Jawab aku canggung.

"Iya atuh sok di makan jangan di liatin aja, maaf ya cuma ada ini" Ucap ibunya.

Ah ini mah lebih dari cukup malah terlalu banyak. "Iya bu gapapa malah  ini mah terlalu banyak"

Aa JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang