23

107 5 0
                                    

Biasanya malam ini aku sedang sibuk-sibuknya mencuci piring atau membersihkan meja pelanggan. Sekarang aku hanya rebahan sambil mendengarkan lagu-lagu di radio bututku. Tugas Dinar sedikit demi sedikit aku kerjakan, supaya banyak waktu untuk aku bersantai.

Aku juga memintanya untuk mengerjakan tugasku, membuat teks pidato. Sakit kepala aku kalau di suruh mengarang teksnya, kalau dia kan senang membaca buku, pastinya dia bisa merangkai katanya meskipun sedikit.

Dinar: Maaf ya ngerepotin, janji deh ntar aku traktir makan bakso subangkit yang kata kamu.

Aksa: Santai aja atuh kaya ke siapa aja. Harusnya saya yang neraktir kamu.

Dinar: Pokonya aku yang neraktir

Dinar: Eh kalo ngerjainnya di rumah aku mau ga?

Aksa: let's go!

Mimpi apa aku kemarin malam, dia mengajaku ke rumahnya!. Aku terus menanyakan apa yang nanti harus aku lakukan disana. Aku menyiapkan segalanya, aku berlatih mengobrol dengan orang tuanya dalam hati sampai larut. Sialan, aku jadi susah tidur.

"Hey bangun! Aa bangun solat!" Ibu menepuk-nepuk badanku.

Perlahan tapi pasti mataku terbuka, menampakan wajah ibu dan jam yang sudah menunjukan pukul 04.35, "Kenapa ngebangunin jam segini? Ga akan ke pasar?"

"Engga, ibu mau ke sawah, sana solat!"

"Sarapan seadanya dulu, nanti kalo udah mau berangkat kuncinya simpen di pot" Tambah ibu lalu keluar dengan pakaian dinas berladangnya.

Sebentar, apa ajakan Dinar semalam itu hanya mimpi?. Aku cek ponselku, ternyata tidak ini nyata!.

Hari ini aku berangkat lebih pagi, aku lupa kalau tugasku banyak yang belum selesai. Aku berangkat dengan Iman, kebetulan dia lewat depan rumah dan dia berangkat ke arah sekolahku, jadi lumayan ada tumpangan.

"Bener mau kerja proyekan lagi?"

Iman menghela nafas pasrah "Mau gimana lagi atuh, susah nyari kerja yang bagus. Kalo di proyek kan lumayan duitnya"

"Tapi emak kamu gimana kasian kalo di tinggal jauh, Man?" Tanyaku lagi.

"Lahaula aja, Sa" Jawabnya singkat namun penuh keyakinan. Doaku untuknya semoga selalu di berikan kekuatan, semangat Iman!.

Setelah sampai di sekolah aku langsung menuju kelas. Menyusuri lorong-lorong kelas yang masih kosong, hanya ada beberapa murid yang sedang membereskan kelasnya. Sisa hujan kemarin juga membuat lantai di lorong ini becek, bahkan di lorong kelasku sudah seperti banjir.

Ternyata hari ini aku yang datang pertama ke kelas, biasanya Marni yang selalu datang paling awal. Entah apa yang merasukiku, aku sangat bersemangat untuk membersihkan genangan di depan kelasku ini. Padahal aku tergolong murid yang malas untuk piket di kelas, sampai-sampai denda karena tidak piketku sampai hari ini sudah 78 ribu.

Aku memang selalu begini dengan urusan beres-beres, harus menunggu aku mau sendiri. Jika di suruh-suruh atau bahkan di paksa, akhirnya aku tak iklas mengerjakannya. Tapi anehnya jika di tempat kerja aku semangat mengerjakannya, mungkin karena ada duitnya kali ya, awoqwoqwoq.

"Aksa!" Sahut seseorang dari arah belakangku, lantang sekali seperti bel pulang sekolah.

Aku menoleh ke sumber suara, ternyata Hani, "Oi" Jawabku sambil melambaikan tangan ke arahnya.

Dengan wajah tanpa dosa dia melenggang ke arahku, "Rajin bang--"

"Stop!" Teriaku membuatnya langsung membatu, dan baru sadar kalau lantai yang dia injak sudah di pel.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aa JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang