22

35 4 0
                                    

"Cek, cek, cek"

"Kedenger ini sampai belakang?" Tanya Pak Deon pada kami semua.

Hari ini semua pegawai di kumpulkan, duduk bersama dengan atasan. Firasatku sudah tak enak, pasti ini tentang yang Ade bicarakan kemarin.

Benar apa yang di katakan Ade, ada masalah dengan perusahaan. Meskipun tak di jelaskan secara rinci, kami semua sudah mengerti apa yang Pak Deon maksud.

"Jadi, besok hari terakhir restoran ini buka, mulai Rabu restoran akan di tutup, dan mulai Selasa saya beri kesempatan kalian untuk mencari pekerjaan yang lain. Pekerjaan yang baik untuk kalian semua,"

Mereka yang sudah lama bekerja tampak berat mendengar keputusan ini. Bukan tanpa sebab, sudah bertahun-tahun mereka menggantungkan hidupnya tempat ini. Wajar saja bagi mereka ini sangatlah berat.

"Atas segala dedikasinya selama ini saya ucapkan terima kasih."

Setelah mendengar kalimat itu suasana restoran jadi haru. Semua menangis, sedih dan tentunya kecewa. Aku juga merasakan apa yang mereka rasa, berat menerimanya, tapi mau bagaimana lagi.

Aku coba menenangkan Iman "Udah Man, pasti ada jalan lain, udah"

"Cicilan motor saya gimana, Sa?" Tanyanya sambil terisak-isak.

"Iya Man udah, pasti ada jalan lain percaya sama saya"

"Emak sama adik saya mau makan apa kalo saya ga kerja" Tangisnya makin kencang.

Iman memang tulang punggung keluarganya. Ayahnya sudah meninggal 8 tahun lalu karena penyakit jantung. Sekarang ibunya atau biasa di Emak terkena stroke, jadi mau tidak mau Iman yang harus menghidupi Emak dan adik perempuannya yang masih bersekolah.

Aku juga entah harus bagaimana, meskipun aku bukan tulang punggung, tapi aku juga ingin membantu keungan keluarga. Setidaknya aku bisa meringankan beban mereka walaupun sedikit. Aku sudah besar, aku sudah beranjak dewasa, sudah waktunya untuk bisa membantu keluargaku lebih banyak. Lagi pula kalau bekerja, aku tak perlu meminta pada orang tuaku karena punya uang sendiri.

Ingin aku ceritakan semua ini ke orang tuaku, tapi ya aku sudah tahu tanggapan mereka akan seperti apa. Apalagi pada bapak yang jelas-jelas tidak mengizinkan bekerja disana.

Tapi buatku menceritakan segala keluh kesah pada orang tua lebih menenangkan dibanding dengan siapapun, karena menurutku orang tua itu pendengar sekaligus penjaga rahasia anaknya yang terbaik. Kecuali masalah asmara, itu bukan pilihan yang baik. Alih-alih menguatkan ujung-ujungnya hanya akan meledek, aku sudah mengalaminya.

Baru saja sampai di rumah, harum masakan ibu menyeruak indra penciumanku. Aku langsung hampiri sumber harum ini yang tak lain dari dapur.

"Masak apa bu?"

Ibu menoleh ke arahku "Eh kenapa dah pulang lagi?" Pertanyaan itu rasanya sangat sulit aku jawab.

Aku hanya tersenyum lalu duduk di sampingnya dengan kursi kecil "Ada apa? Ceritain ke ibu atuh"

"Engga bu" Sekuat tenaga aku tahan untuk tidak menangis.

Seperti biasa mendaratkan kepala di pangkuan ibu membuat aku lebih tenang, "Nyerita atuh ada apa?" Ucap ibu sambil mengelus lembut kepalaku.

Aku sudah tak bisa menahannya lagi, air mataku tumpah saat itu juga "Maafin aa bu"

"Minta maaf buat apa?"

"Mulai besok aa ga akan kerja lagi di restoran" Ujarku sembari terisak-isak.

"Aa teh ga perlu minta maaf, malah ibu seneng, aa jadi banyak waktu buat belajar. Ibu sama bapak udah sering bilang, tugas aa cuma ibadah sama sekolah yang bener itu aja"

Aa JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang