BAB XVII : BADAI

1.2K 104 5
                                    

Toronto, 08.00 waktu setempat

Markus baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk tersampir di pundaknya sementara Kartika yang sedari tadi menunggu giliran untuk mandi langsung menyambar handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Markus mengambil arloji komunikatornya dan mendapati ada satu pesan masuk .

Target akan tiba sekitar pukul 10.00 waktu setempat di ‘Toronto Coach Terminal’. Harap bersiap dan kenali target dengan kata sandi salam ‘Davadwipa’[1] dan jawaban ‘Jayakarta’.

 

Markus mengambil sepotong sandwich yang dihidangkan motel tempat mereka menginap dan menggingitnya separo sambil menyalakan televisi dengan kata perintah, “Turn on the TV! Give me some news channel!”

Televisi pun menyala dan berita di televisi melaporkan adanya sebuah kecelakaan kereta Rail Canada yang mengangkut sejumlah besar logistik dari Vancouver dengan tujuan akhir Ottawa. Markus mengenali nomor kereta itu sebagai nomor kereta yang seharusnya ditumpangi target mereka.

“Untung saja mereka tidak jadi naik itu,” gumam Markus sembari mengunyah sisa setengah sandwichnya lalu mengambil sepotong sandwich lagi.

“Hei, Ipda Markus,” Kartika tampak sudah keluar dari kamar mandi dengan rambut basah. Gadis itu tampaknya mandi secepat kilat karena merasa dikejar waktu, “Bayu baru saja meneleponku. Dia sudah sampai Union Station Bus Terminal.”

Dahi Markus berkerut, “Sebentar! Baru saja Dakara mengirim pesan padaku bahwa target kita baru tiba pukul 10.00, bukan pukul 08.00. Dan kedatangannya juga bukan di Union Station tapi di Toronto Coach!”

“Hah?” Kartika tampak terkejut, “Tapi itu tadi barusan suara Bayu. Tunggu! Apa mungkin mereka mengalami perubahan rencana mendadak?”

“Ah entahlah?” Markus langsung menelan bulat-bulat sandwich di tangannya, “Kita ke Terminal Union Station sekarang dan cek apa benar itu mereka.”

*****

Terminal Bus Union Station, Toronto, 08.30 waktu setempat

Dengan sebuah pod taksi Markus dan Kartika segera meluncur ke Terminal Bus Union Station. Tempat ini sebenarnya lebih tepat dikatakan sebagai gabungan antara terminal bus dan stasiun kereta karena bagian timurnya merupakan terminal bus dan bagian baratnya merupakan stasiun kereta komuter dan kereta antar kota. Pasca tiba di tujuan, Kartika langsung keluar dan mencoba menghubungi Bayu dengan komunikatornya namun belum sempat ia melakukan itu, suara seorang remaja lelaki memanggilnya, “Mbak Kartika.”

“Ah! Itu mereka!” Kartika menunjuk ke arah peron di arah selatan di mana dua orang remaja usia belasan tampak melambaikan tangan dan berjalan mendekat ke arah mereka. Satu dari mereka tampak mengenakan kacamata berbingkai hitam. Keduanya tampak tersenyum saat melihat Marus dan Kartika. Kartika pun balas tersenyum, tapi tidak dengan Markus.

Markus merasakan dua kejanggalan. Kejanggalan pertama adalah perubahan mendadak tempat kedatangan mereka dan kejanggalan kedua adalah Markus merasa langkah kedua remaja itu tidak umum. Para remaja pada umumnya melangkah dengan hanya sedikit mengangkat tumitnya namun kedua remaja ini punya kesan melangkah seperti para prajurit dalam acara seremonial. Lutut mereka, mereka angkat cukup tinggi hanya untuk sebuah langkah pendek dan setiap satu langkah mereka cenderung membenturkan sepatu mereka ke jalanan, persis seperti prajurit yang berderap-derap dalam acara seremonial.

Sang Awatara II : Anak-Anak ArjunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang