Winnipeg, Manitoba, Kanada, 10.30 waktu setempat
Bayu masih terduduk sambil terkantuk-kantuk menatapi peti-peti di hadapannya ketika arlojinya mengeluarkan suara ribut, tanda panggilan masuk. Tidak tampak nomor pemanggil itu di arlojinya, tanda bahwa penelepon itu menggunakan nomor privat.
“Terima! Halo!” Bayu menjawab panggilan itu dengan sedikit terbata-bata karena ia tadi sebenarnya nyaris tidur.
“Saudara Nazib Ali?” terdengar suara berat dari seberang.
“He?” Bayu butuh berpikir cukup lama sebelum mengingat bahwa itu namanya sekarang, “Benar.”
“Di mana posisi Saudara sekarang?”
“Ini siapa?”
“BIN!”
“Oh! Di ... Winnipeg.”
“Lekas turun!” pria di seberang telepon itu memerintah, “Kalian sudah diincar. Turun dan ganti transportasi. Usahakan sampai Toronto dalam waktu 2 x 24 jam. Agen kami akan menemui anda di sana.”
Lalu sambungan itu terputus. Bayu terdiam. Butuh waktu beberapa lama bagi dirinya untuk mengumpulkan kesadarannya dan akhirnya bergerak membangunkan Mahesa yang masih tidur sambil mendengkur.
“Dhan!” Bayu menepuk-nepuk punggung Mahesa yang tidur bersandar di dinding, tapi Mahesa tetap belum bangun.
“Ramadhan!” sekali lagi Bayu mengulangi usahanya dengan mengguncang-guncangkan tubuh Mahesa.
“HEESSSS!!!” di usaha ketiganya Bayu berteriak tepat di telinga kiri Mahesa. Usahanya berhasil. Mahesa membuka matanya dengan gelagapan sebelum Bayu mencengkeram dagu Mahesa dan memaksanya menoleh ke arahnya.
“Kita turun di sini,” kata Bayu.
“Eh?” Mahesa tampak bingung.
“Nanti kujelaskan. Sekarang ambil ranselmu dan kita turun pelan-pelan dari sini. Jangan sampai ketahuan kondektur karena nanti kita dikira mangkir.”
“Memang mangkir kan?” celetuk Mahesa.
“Terus kamu mau nanti kita diinterogasi, lalu diserahkan ke polisi, lalu kena UU Imigrasi dan ditahan sebulan dua bulan gitu? Bisa-bisa kita kembali ke Indonesia tinggal nama dan jasad, Hes! Kawanan raksasa itu pasti masih mengejar kita.”
“Tunggu! Sebenarnya alasan apa sih yang buat mereka ngejar kita? Kenapa raksasa itu manggil aku Abimanyu dan kamu dipanggil Irawan?”
“Nanti kujelaskan.”
“Nanti? Hallo?? Kamu dari kemarin selalu bilang ‘nanti’ tiap kali aku tanya soal itu. Cukup! Aku nggak mau! Jelasin sekarang!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Awatara II : Anak-Anak Arjuna
Fiksi IlmiahMahesa Werdaya, atlet panahan muda dari kota Surakarta, harus memenuhi panggilan kompetisi KONI untuk mengikuti Olimpiade di Vancouver, Kanada, mewakili Indonesia. Namun situasi politik dan keamanan Indonesia yang kacau akibat ancaman dari Laskar Pr...