“Ironi ya Pak? Beberapa bulan yang lalu kita ini sekutu tapi sekarang kita ketemu lagi sebagai musuh,” kata Janggala sembari berjalan mendekat ke arah Jayadratha dengan kobaran api di tangannya.
“Kau pikir bocah ingusan macam dirimu bisa mengalahkan aku Wisanggeni?” tantang Jayadratha.
“Oh, mengingat reputasiku dahulu sebagai perusak kahyangan, kurasa mengobrak-abrik tubuh seorang Iksa Manggala Jati menjadi tak berwujud bukan hal yang rumit.”
“Parwati sempat histeris ketika tahu bahwa aku diperintahkan untuk menghabisimu. Dia menyukaimu dan pasca mendengar berita kematianmu dia tidak mau bicara padaku selama dua minggu. Bayangkan!”
“Saya bisa membayangkannya,” kata Janggala, “Saya bisa membayangkan betapa menderitanya Ibu Parwati karena telah mendapatkan suami yang macho tapi pengecut dan hobinya main keroyokan, bahkan untuk tugas membunuh seorang remaja tanggung macam Mahesa.”
“Jaga mulutmu Nak!”
“Saya dengar kalau lelaki macho tapi pengecut itu punya masalah ranjang ya?”
“Kuperingatkan kau ...!”
Satu bola api menghantam tubuh Jayadratha, memaksa pria itu mundur empat langkah sebelum bola api itu padam da meninggalkan bekas luka bakar berdiameter 15 cm pada perutnya.
“Kau membuat kesalahan, Nak!” Jayadratha mengayunkan gadanya ke arah Janggala.
Janggala berkelit dan melesat ke belakang Jayadratha lalu menembakkan satu bola api yang langsung membakar punggung Jayadratha.
“Hmm!” Jayadratha tiba-tiba melemparkan gadanya ke arah Janggala. Janggala sendiri berkelit dari lemparan gada itu namun saat ia menoleh kembali ke arah Jayadratha, sosok pria itu sudah tak ada.
“Hei!” Janggala segera menghampiri tempat Jayadratha tadi berada namun tidak mendapati seorang pun di sana. Matanya kemudian menangkap sosok seorang pria tengah digotong oleh sekumpulan makhluk berbentuk seperti asap hitam melayang di angkasa sebelum ditelan oleh sebuah lubang gelap mirip lubang hitam dan menghilang tanpa bekas.
“Janggala!” tiba-tiba seorang dari dokter kembar, Sadewa, menghampirinya, “Kau tak apa-apa? Ke mana Jayadratha?”
“Kabur,” ujar Janggala sembari membalikkan badan menghadap Sadewa, “Digotong oleh sekumpulan makhluk berwujud asap hitam ke atas sana,” jemarinya menunjuk ke arah langit malam.
“Yah sudahlah, mari kita kembali. Ada banyak hal yang harus kita selesaikan.”
“Ya Pak,” jawab Janggala sembari melangkah mengikuti Sadewa keluar dari stasiun.
*****
Markas Dakara, 10.00 WIB, 2 hari kemudian
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Awatara II : Anak-Anak Arjuna
Science FictionMahesa Werdaya, atlet panahan muda dari kota Surakarta, harus memenuhi panggilan kompetisi KONI untuk mengikuti Olimpiade di Vancouver, Kanada, mewakili Indonesia. Namun situasi politik dan keamanan Indonesia yang kacau akibat ancaman dari Laskar Pr...