BAB XVIII : CANDAVATA

1.1K 111 4
                                    

Terbang di tengah hujan badai ternyata merupakan pilihan buruk bagi Markus, baik saat menggunakan mobil anti-gravitasi maupun saat terbang dengan kemampuannya sendiri. Arah angin tidak bisa ditebak dan cukup sulit bagi Markus untuk mempertahankan laju dan keseimbangan terbangnya. Beberapa kali ia nyaris oleng dan terjatuh. Itu belum diperparah dengan jarak pandangnya yang menjadi terbatas akibat guyuran air hujan.

Tapi kabar bagusnya ada dua hal yang bisa dia jadikan acuan untuk terbang tanpa takut hilang arah. Acuan pertama adalah menara komunikasi CN Tower yang letaknya tak jauh dari bandara Toronto – sebagai tanda bahwa dia melaju ke arah yang salah jika melewati menara itu, dan satu lagi adalah siluet seekor ular kobra raksasa yang tampaknya tengah memburu sesuatu.

“Pegangan yang kuat Non!” ujar Markus, dan Kartika memperat cengkeraman tangannya di leher Markus.

Ketika mereka sudah semakin dekat, Markus kini mulai bisa melihat seperti apa ancaman yang menghadang langkahnya untuk menyelamatkan targetnya. Ia bisa menyaksikan makhluk yang selama ini mungkin hanya ada dalam mitologi-mitologi semata. Seekor naga.

*****

 

Belum hilang ketertegunan Markus soal kehadiran naga raksasa itu, ada suara minta tolong terdengar sayup-sayup di antara derasnya hujan.

“Toloongg!!” suara itu terdengar kembali.

Sekilas, mata Markus mendapati adanya sosok orang yang dibawa terbang oleh pusaran angin sebelum akhirnya jatuh bebas ke bawah.

“Sori Non! Aku terpaksa turunkan kamu di sini,” Markus segera melesat ke atap sebuah bangunan bertingkat 20 dan menurunkan Kartika di sana kemudian ia kembali ke angkasa dan berusaha menangkap tubuh orang malang yang jatuh terhempas ke bumi itu.

Tubuh orang malang itu nyaris saja membentur aspal, kalau saja Markus tidak sigap berdiri di bawahnya dan menangkapnya.

Hei, Are you okay?” tanya Markus pada sosok yang ternyata seorang remaja Melayu berjaket merah itu.

Uh-uhm. Yeah. I am okay, Sir. Thank you,” jawab pemuda itu sembari turun dari pangkuan Markus.

Markus mengamat-amati sosok pemuda itu selama beberapa saat dan mendapati bahwa sosok ini mirip dengan ‘Mahesa’ yang dia temui di Terminal Union Station tadi, “Mahesa?”

Remaja itu tampak terkejut dengan pertanyaan Markus, tapi ia segera mengangguk. Markus sendiri, karena tidak ingin kecolongan ditipu penyaru lagi langsung melontarkan kata sandi pada Mahesa, “Davadwipa?”

“Jayakarta,” jawab Mahesa, “Anda dari BIN?”

“Ya, kenalkan, Markus Passaharya,” Markus mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan dan Mahesa menerima ulurannya sebelum menoleh panik ke arah terminal.

“Bayu masih di sana! Naga itu bisa memakannya kapan saja!”

Sang Awatara II : Anak-Anak ArjunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang