Bab.2a

6.5K 855 19
                                    


Pukul delapan malam, lobi hotel tidak terlalu ramai pengunjung. Bisa jadi karena Minggu malam sudah banyak tamu chek-out, dan tamu yang chek-in saat siang lebih suka berada di dalam kamar mereka. Gavin menunduk di atas catatannya. Rambut hitamnya dibiarkan jatuh menutupi dahi. Seragam birunya terpantul cahaya lampu kristal di langit-langit, membuat kulit putihnya makin terlihat cemerlang.

Hotel tempat Gavin berkerja adalah hotel bintang tiga yang menyediakan 50 kamar, dari harga termurah 250rb per kamar hinga paling mahal 400rb. Selain itu, di lantai dasar menyediakan hall untuk disewa untuk rapat atau pun resepsi.

"Gavin, kerjaan kamu udah selesai?" Suara sapaaan membuatnya mendongak. Ia menatap laki-laki yang beberapa tahun lebih tua darinya, memakai seragam yang sama. Menatap dari tengah lobi.

"Sudah, Pak. Apa ada tugas lain?"

"Nggak ada. Bisa nggak bantu pantau keadaan di ruang cempaka? Sepertinya ada sedikit kendala di sana."

Gavin menatap atasanya dengan kening berkerut. Mengingat tentang ruang cempaka yang disebutkan atasannya.

"Bukannya sedang ada pesta pertunangan di sana?"

"Justru itu, sepertinya sedang ada ribut-ribut. Entah ada masalah apa."

Gavin memasukkan catatan dalam map, meletakkannya dalam laci dan keluar dari meja resepsionis. Menghampiri sang atasan.

"Saya ke sana sekarang, Pak. Saya tinggalkan meja kepada Anda."

"Oke, pergilah!"

Gavin mengangguk, meninggalkan Gunadi, atasannya di hotel Kristal tempat dia bekerja selama dua tahun ini. Benaknya menduga-duga tentang masalah yang sedang terjadi di ruang Cempaka. Ia ingat tentang acara pertunangan dadakan, yang dijadwalkan dua Minggu lalu.

Ia tertegun, saat melihat ruang Cempaka berantakan. Kursi-kursi terlempar, orang-orang berteriak marah dan dekorasi rusak. Ia melongo kaget, merogoh ponsel dan melakukan panggilan cepat. Tak lama, empat orang petugas hotel datang menyusul.

"Kita akan hentikan kekacauan ini. Jangan bertindak anarkis, biarkan aku yang bicara dengan mereka!" Perintah Gavin diberi anggukan oleh mereka.

Ia melangkah masuk, menyeruak di antara orang-orang yang sedang adu mulut. Ia tidak tahu apa yang terjadi, kenapa sebuah pesta pertunangan bisa berubah menjadi pertumpahan darah. Di bawah gazebo bunga yang sudah tumbang, seorang laki-laki berjas hitam sedang berusaha meleraikan dua perempuan yang saling memukul dan mencakar. Sementara di sekitar mereka orang-orang saling berteriak.

Gavin melangkah ke arah peralatan stereo, mengambil mix dan setelah yakin jika mix di tangannya berfungsi, berkata dengan keras.

"Selamat malam semua! Kami dari pihak hotel meminta kesediaan kalian untuk menghentikan kekacauan. Barang siapa sengaja merusak properti hotel, akan menghadapi tuntutan dari kami!"

Besarnya volume suara Gavin, membuat orang-orang yang semula adu teriak, berangsur-angsur mereda. Tinggal beberapa orang di bawah gazebo yang belum berhenti bertengkar. Gavin menghadap ke arah mereka dan sekali lagi bicara lantang.

"Saya peringatkan sekali lagi, bagi Anda yang sedang ribut di sana dan merusak property hotel. Akan menghadapi tuntutan ganti rugi dari kami!"

Dua wanita yang sedang adu otot, kini menegakkan tubuh. Laki-laki berjas hitam yang berada di tengah mereka terlihat lega. Menyugar rambut dan mendesiskan sesuatu ke telinga wanita berkaos putih.

Gavin menatap sekeliling dengan prihatin, saat ruangan tak lagi dikenali karena berantakan. I mengembuskan napas panjang lalu berucap tegas.

"Bagi yang tidak berkepentingan, silakan meninggalkan ruangan. Saya meminta bagi tuan rumah untuk tetap tinggal di tempat!"

Dengungan bagai lebah terdengar, saat satu per satu tamu beranjak pergi. Tersisa beberapa orang yang berdiri berhadapan di bawah gazebo. Gavin meminta pada petugas keamanan untuk berjaga dan memanggil atasnnya, datang.

Ia tak tahu apa yang terkadi karena Gunadi meminta pada orang-orang yang tersisa ke ruang rapat. Ia hanya mendengar saat seorang wanita berkebaya berbicara panik dengan wanita hamil di sebelahnya.

"Di mana Zalia? Ke mana dia?"

"Nggak tahu, ke mana dia."

"Duuh, jangan sampai dia melakukan sesuatu yang bodoh karena sakit hati sama setan itu!"

"Nggaklah, mungkin ke kamar mandi!"

Setelah ruangan sepi, Gavin meminta pada petugas kebersihan untuk merapikan dan mencatat barang-barang yang rusak. Setelah itu meletakkan laporan di atas meja atasannya. Jam kerjanya sudah selesai, dan pulang tertunda karena masalah di ruang Cempaka.

Ia masih tidak mengerti, kenapa sebuah pesta pertunangan berakhir dengan pertumpahan darah. Bukankah seharusnya pesta dilakukan dengan bahagia. Jika ia tak salah dengar, dari seorang petugas kebersihan yang secara tak sengaja melihat awal kejadian, mengatakan jika calon mempelai laki-laki ternyata sudah beristri. Pesta ricuh saat sang istri mendatangi pesta pertunangan suaminya.

"Dunia sudah gila," gumam Gavin sambil menstarter motor. Meninggalkan parkiran yang basah.

Rintik gerimis membasahi tubuh dan ia merasa belum perlu memakai jaket. Seragamanya cukup tebal untuk menghalau angin. Aroma tanah basah berbaur dengan asap kendaraan. Ia berhenti di tikungan untuk memperhatikan kondisi lalu lintas dan kembali melajukan motor saar dirasa sudah aman.

Mendadak, ada mobil melaju cepat di sampingnya. Ia tak sempat menyingkir dan secara tak sengaja, motornya melewati lubang yang penuh genangan. Memerciki seorang wanita yang berdiri di pinggir jalan.

Gavin kaget, menghentikan motor dan berlari menghampiri sang wanita. Ia merasa bersalah karena sudah membuat kotor dan basah.

"Maaf, Kak. Tadi nggak sengaja. Wah, gaunnya kotor, ya?"

Ia hanya ingin meminta maaf, tidak ada maksud apa pun. Entah apa yang terjadi, wanita itu memeluknya dan mengajak menikah. Ia masih tetap tak mengerti apa yang terjadi. Di bawah guyuran hujan wanita asing dalam balutan gaun kuning, menangis tersedu-sedu dalam pelukannya.

Malam itu, Gavin merasa jika dunia sudah tua dan gila. Termasuk dia yang terjebak dalam pertumpahan darah di acara pertunangan dan wanita asing yang menangis di pinggir jalan. Bisa jadi, wanita ini adalah pasien rumah sakit jiwa. Ia menebak dengan bimbang saat melindungi wanita dalam dekapannya dari percikan air dan membasahi celananya bagian belakang.

Marry Me If You Dare (Sang Perawan Mengejar Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang