6b

9.4K 1K 89
                                    

☘️☘️☘️

"Ini hebat sekali," bisik Gavin sambil merangkul pundak kekasihnya.

"Apa?" Zalia menggeliat geli, dengan napas hangat Gavin.

"Kita bisa libur bersamaan dan berkencan tentu saja."

Zalia tersenyum simpul, merapat ke tubuh Gavin yang kokoh, ia merasakan kehangatan menyebar ke seluruh tubuh dan hati. Sudah lama ia merasa tak sebahagia ini, bisa jalan-jalan keliling mall, makan, dan menonton bioskop. Dulu, saat ia masih bersama Thomas, laki-laki itu tak pernak mau diajak menonton. Pertemuan mereka dulu cenderung membosankan dengan hanya makan di restoran atau mengobrol di kafe. Jika diingat lagi, Zalia merasa geli. Dulu, entah apa yang membuat dirinya memuja sang mantan.

Mereka mengantre bersama penonton yang lain untuk masuk ke dalam studio. Bioskop membludak karena ada film aksi terkenal yang sedang tayang, mereka pun tak mau melewatkannya.

Saat duduk di bangku penonton, Zalia merasa senang. Mereka berbagi popcorn dengan minuman untuk masing-masing segelas.

"Sebenarnya, aku kurang suka film aksi," ucap Gavin pelan.

Film belum dimulai, di layar sedang menayangkan iklan atau trailer film yang akan datang.

"Kenapa emang?" tanya Zalia. Mengambil segenggam popcorn dan mengunyahnya. Rasa asin gurih menyerbu lidah.

Gavin mendekat dan berbisik. "Karena, kebanyakan film aksi itu tokohnya harus kalah dulu baru menang kemudian. Itu sesuatu yang nggak masuk akal buatku. Nggak enak amat jadi pemeran utama, babak belur, dihina, baru bisa bahagia." Ia berpaling, dan menerawang menatap layar.

Zalia menatap kekasihnya, dalam bias lampu temaram, wajah Gavin terlihat rupawan. Namun, entah apa ia juga melihat ada setitik sendu di sana. Seakan-akan terlihat, Gavin menyimpan sesuatu yang menyedihkan.

"Kamu kenapa?" tanyanya lembut.

"Hah, ada apa?" Gavin menoleh.

"Kamu kayak lagi sedih. Apa terjadi sesuatu?"

Dengan senyum terkulum, Gavin meraih wajah Zalia dan membelai pipinya. Ia suka menyentuh kulit halus milik kekasihnya dan merasakan kehangatan di ujung-ujung jari.

"Aku senang bersamamu, mana mungkin aku sedih.'

"Benarkah? Yakin tidak ada yang kamu sembunyikan?"

"Yakin, nggak ada apa-apa."

"Kalau ada masalah, apa pun itu aku ingin jadi orang pertama yang tahu."

Gavin tersenyum. "Baik, Sayang. Btw, suapin aku popocorn."

"Iih, manja. Bisa makan sendiri juga."

Meski menggerutu, tapi Zalia tetap mengambil segenggam popcorn dan memasukkan ke dalam mulut Gavin yang menerima sambil tertawa. Saat lampu menggelap, keduanya memandang layar yang membuka.  Mereka menonton film selama hampir tiga jam, diselingi dengan cumbuan dan ciuman tanpa henti oleh keduanya.
**
Sani melahirkan, kabar gembira itu disampaikan sang suami. Anggun menjemput Zalia sepulang kerja dan bersama-sama mereka ke rumah sakit bersalin.

Sahabat mereka melahirkan seorang bayi perempuan montok. Ruangan pecah oleh desah memuja saat Zalia menggendong bayi dalam lengannya.

"Cantik sekali, dan lembut pipinya." Zalia menimang bayi perempuan di lengannya.

"Mirip Bima bentuk bibirnya." Anggun berucap sambil tertawa ke arah laki-laki berkacamata yang duduk di samping ranjang Sani.

"Iyalah, gue bokapnya. Kalau mirip tetangga pasti gue curiga bini selingkuh," jawab Bima ringan.

Marry Me If You Dare (Sang Perawan Mengejar Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang