Bab.4b

6.4K 891 35
                                    

Hingga acara selesai, Zalia sama sekali tidak menyentuh makanannya. Ia sibuk dengan pikirannya sendiri dan hanya mendengarkan sekilas obrolan di sekelilingnya. Ia tak menyadari pandangan iba yang dilayangkan kedua sahabatnya.

Saat mereka sudah membayar tagihan dan saling bersalaman di teras restoran sebelum berpisah, Zalia masih sibuk dengan pikirannya.

“Ingat, ya, Zalia? Jangan mudah tergoda rayuan laki-laki. Cari yang baik seperti Leo,” nasihat Yuri dengan gaya seorang kakak pada adiknya.

Zalia mengepalkan tangan di sisi tubuhnya. Menahan diri untuk tidak memukul rubuh wanita di sampingnya.

“Tenang saja, Zalia yang nggak selemah itu.” Sani berdiri di antara Yuri dan Zalia. “Pasangan barunya aku yakin adalah laki-laki yang baik.”

Yuri menyipit. Menatap Zalia yang terdiam. “Serius, kamu sudah punya pacar baru?”

Zalia menarik napas panjang dan mengembuskannya dengan kesal. “Kenapa, sih? Dari tadi kamu kepo banget urusanku.”

Yuri kaget, ia menatap Zalia lalu mengedarkan pandangan sekeliling. “Hei, kami ini peduli sama kamu. Kok, kamu aneh gitu?” ucapnya sambil meminta dukungan pada teman-teman yang lain.

“Zalia kuat, nggak perlu banyak dukungan,” sahut Anggun keras.

“Tetap saja, nggak enak kalau disebut pelakor!” Lagi-lagi Yuri berucap tak mau kalah.

Zalia mencubit kecil lengan Anggun, saat ia melihat gelagat kemarahan dari sahabatnya. Ia tahu kalau Yuri sedang ingin mempermalukannya sekarang. Dan, akan sangat tidak elok jika mereka terlibat adu mulut dengan wanita bermulut palsu itu.

Pandangan mereka teralihkan saat seorang pemuda dengan jin belel yang robek di banyak tempat dan kaos oblong hitam serta jaket kulit hitam, menghampiri mereka. Tak lama pemuda itu berhenti di depan Zalia dan menyapa riang.

“Sudah selesai acaranya?”

Zalia terbelalak, menatap Gavin yang berdiri di depannya. Ia kebingungan saat melihat pemuda itu mengulurkan tangan padanya.

“Ayo, kuantar pulang.”

“Ga-gavin, kok tahu aku di sini?” tanya Zalia gagap.

Gavin mengerutkan kening. “Bukannya kamu yang minta dijemput.”

Sebelum Zalia sempat menjawab, Sani menyela keras. “Ah, Gavin. Kamu datang tepat waktu. Aku sama Anggun akan pergi ke tempat lain, jadi nggak bisa anterin Zalia pulang.”

“Wah-wah, kamu tampan sekali, Gavin.” Anggun berdecak dengan nada memuji. “Dekat sama kamu, penampilan kamu bikin jantungku berdetak lebih kencang.”

Pujian Anggun yang terus terang membuat para wanita yang berkerumun terkikik. Kebanyakan dari mereka menatap Gavin terpesona. Bagaimana tidak, jika kesan sexy terlihat jelas dari penampilan Gavin yang justru apa adanya.

“Sana pulang dulu, Zalia. Kasihan Gavin kelamaan menunggu!” Anggun menyenggol tubuh sahabatnya yang sedari tadi terdiam.

“Ah, jadi ini pacar barumu, Zalia. Beda, ya, sama Thomas!” Yuri tersenyum mengejek. Memandang Gavin denga terus terang dari atas ke bawah.

Zalia tertawa lirih, melangkah dan mengapit lengan Gavin. “Tentu saja beda. Gavin ini keren,” ucapnya tanpa memandang Yuri, ia menatap pemuda di depannya lalu berbisik. “Yuk, pulang.”

“Yuuk! Naik motor tapi,” jawab Gavin pelan.

“Nggak masalah, aku senang naik motor.”

Zalia berbalik ke arah teman-temannya dan berpamitan dengan lantang. “Aku jalan dulu, terima kasih untuk semua.”

Marry Me If You Dare (Sang Perawan Mengejar Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang