Bab.4a

6.5K 842 28
                                    

“Sudah telepon Gavin?” tanya Anggun pada sahabatnya yang sedang menunduk di atas ponsel.

“Mau ngapain?” jawab Zalia bingung.

“Lo lupa acara nanti malam?”

Untuk sesaat Zalia kebingungan sampai akhirnya mengingat sesuatu. “Sial! Makan bareng kelas C.” Ia terlonjak dan berkacak pinggang sambil menggigit bibir. “Ada Safitri dan yang lain.”

“Hahaha. Baru ingat? Mereka datang di acara pertunangan lo. Sudah pasti banyak gossip.”

Zalia memejam, sibuk memutar otak. “Apa nggak aneh, baru juga putus dua Minggu pertunangan lalu membawa laki-laki lain?”

“Loh, emangnya kamu mau terus berkubang dalam kesedihan?”

“Entahlah, gue  ngrasa kurang etis. Nggak mau juga Gavin menganggap gue hanya cari pelarian saja. Setelah putus dengan Thomas, enak saja nemplok sama dia.”

Anggun mengernyit. “Lo lupa sama pepatah, obat patah hati adalah cinta yang baru?”

“Gue tahuuu, apa ini nggak terlalu cepat? Gue bahkan belum kenal Gavin--,”

“—udah ciuman dua kali.”

“Aah, itu.” Zalia mengibaskan rambutnya dengan malu. “di luar rencana.”

Anggun yang semula berdiri di dekat jendela, melangkah gemulai mendekati sahabatnya. Ia mengamati wajah Zalia yang merona.

“Lo tahu nggak Sani ngomong apa sama gue?”

Zalia mendongak ingin tahu. “Apa, kalian berdua gosipin gue?”

“Iya memang. Kami berdua sepakat, lo harus cepet-cepet move on dari Thomas. Bukan karena lo mau nikah umur 33 tahun, bukan itu tapi … kami nggak mau lo berkubang dalam kesedihan terus-menerus. Laki-laki itu, nggak layak buat lo tangisi!”

Zalia menghela napas. Pikirannya berkelebat tentang hubungan asmaranya. Thomas adalah laki-laki pertama yang ingin mengikat dalam pernikahan dengannya. Ia ingat, pertemuan pertama mereka. Saat tanpa sengaja keduanya bertemu di sebuah acara perusahaan Thomas yang diadakan di hotel tempat Zalia bekerja.

Dari pertama mengenal Thomas, ia selalu merasa jika laki-laki itu cocok untuknya. Thomas yang selalu penuh perhatian dan menunjukkan rasa cinta dengan sangat manis, romantis, dan penuh kejutan. Namun pada akhirnya, kejutan itu justru memukul perasaannya.

“Zalia?”

Teguran Anggun menyadarkan lamunan Zalia. Ia menggigit bibir bawah dengan tangan mengurut kening. Ia ingin meminta Gavin menemani tapi ia malu. Apa nanti kata Gavin dan juga kata teman-temannya.

“Gue datang sendiri. Sekarang mau mandi, kita pergi barengan.” Ia meletakkan ponsel ke atas meja dan bergegas ke kamar. Meninggalkan sahabatnya yang menatap dengan tidak puas.

Anggun mendengkus sebal, ia menatap ponsel Zalia yang tergeletak di atas meja dan tanpa pikir panjang mengambilnya. Sahabatnya perlu diberi kejutan, dan dia yang akan memberikannya.
***
Rumah petak sederhana yang menghadap langsung ke jalan raya, dengan halaman di tutup pagar besi pendek, terlihat sunyi. Terdengar suara musik mengalun dari ponsel yang diletakkan di atas meja ruang tamu.

Gavin bersenandung di depan wastafel, tangannya sibuk mencuci piring. Ia baru saja selesai makan nasi goreng tuna yang menjadi favoritenya. Untunglah sekarang ada tuna kalengan, dicampur dengan irisan bawang bombay dan cabe, menjadi nasi goreng special tiada duanya.

“Kamu harus sedia tuna kalengan sama telur, jangan sampai kelaparan kalau nanti mama tinggal." Itu adalah perkataan sang mama yang selalu diucapkan untukknya. “jangan lupa makan sayur dan banyak minum air putih.”

Marry Me If You Dare (Sang Perawan Mengejar Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang