Bab.6a

7.7K 1K 62
                                    

Gavin melangkah perlahan melintasi ruangan dengan artistektur bergaya oriental. Ada sofa kayu dengan dinding bernuansa merah. Lampu kristal yang menjuntai dari atas berbentuk seperti lampion besar. Ia berdiri, jarak beberapa meter dari seorang laki-laki tua yang duduk di atas kursi roda. Sosok laki-laki itu membelakanginya dan sepertinya sedang fokus menatap layar televisi besar yang menayangkan film kungfu lama.

"Papa, aku datang." Ia menyapa sopan.

Laki-laki tua itu menoleh lalu memutar kursi roda menghadap Gavin. Untuk sesaat mereka berpandangan sebelum terdengar suara serak yang menegur dingin.

"Jadi, kamu mau pulang jika dijemput, Gavin? Apa kamu sudah tidak menganggap kami keluarga?"

Gavin menghela napas. "Bukan begitu, Pa. Hanya saja ...."

"Kamu bahkan tidak datang saat pemakaman kakakmu!" Suara laki-laki tua itu meninggi. Tanganya gemetar di atas kursi roda.

"Aku datang, Pa. Tapi, mereka melarangku masuk ke rumah duka."

Chen Wang menatap anak yang sudah beberapa bulan tidak ia jumpai. Gavin, makin hari makin terlihat tampan dengan kulit putih dan mata besar yang merupakan warisan yang mama. Ia masih mengingat masa kecil anak laki-lakinya itu, tinggal di kontrakan sederhana bersama sang mama yang ahli menjahit. Ia tak pernah membawa Gavin dan mamanya pulang ke rumah ini dan hal itu yang membuat Gavin enggan menemuinya.

Malam mulai larut, orang-orang yang tinggal di rumah berlantai dua kebanyakan sudah tidur. Chen Wang menunggu Hanson membawa anaknya berkunjung. Itu yang membuatnya bertahan hingga sekarang.

"Kamu tahu kalau kakakmu kecelakaan?"

Gavin mengangguk. "Baca dari berita."

"Berarti, kamu juga tahu kalau hotel kita tidak ada pimpinan."

Tidak ada reaksi dari Gavin, dia hanya mengangkat bahu. Untuk menunjukkan ketidakpedulian. Terlihat sekali sikapnya yang bosan dan ingin segera pergi dari rumah ini. Namun, pandangan sang papa menahan gerakannya.

"Gavin, kamu sudah dua puluh lima tahun. Papa juga tahu kamu bekerja di hotel kecil itu. Sudah saatnya jika kamu kembali ke rumah ini."

Belum sempat Gavin menjawab, dari arah tangga muncul seorang wanita umur 50-an dengan rambut disasak dan memakai baju rumah.

"Wah-wah, kita kedatangan tamu agung rupanya. Kenapa nggak ngasih tahu aku sebelumnya, Pa?"

Wanita itu menatap Gavin dengan tajam. Menilai penampilan pemuda itu dari atas ke bawah. Saat dia mencapai samping kursi roda, senyum sini tersungging di mulutnya.

"Kamu sengaja ya, datang tengah malam begini seperti maling?"

"Maaa, diam dulu!" tegur Chen Wang.

Gavin tidak bereaksi, menatap wanita itu dengan dingin. Dia sudah terbiasa dengan mulut berbisa Jingmi. Tak masalah jika wanita itu menghinanya asal dia bisa keluar dari rumah ini sekarang.

"Kalau Papa tidak ada lagi yang ingin diomongkan, aku pulang." Ia berbalik dan  bersiap pergi tanpa berpamitan saat terdengar suara papanya yang menegur marah.

"Jangan coba-coba pergi Gavin. Papa belum selesai bicara denganmu!"

Gavin tertegun di tempatnya berdiri, merasa begitu frustrasi. Ia begitu benci rumah ini dan merasa tercekik saat harus berada di sini. Menarik napas panjang, ia kembali berbalik. Menghadap sepasang suami istri yang ia anggap sebagai papa dan mama tiri.

"Apa lagi yang ingin dibicarakan dengan anak berandalan itu. Kamu nggak lihat penampilananya? Celana sobek, jaket kulit. Bandingkan dengan Emilio." Jingmi berucap sambil bersendekap. Melirik suami dan memandang sinis pada Gavin dari ujung atas sampai bawah.

Marry Me If You Dare (Sang Perawan Mengejar Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang