ini tujuh.

12.3K 2.3K 455
                                    

Ini nikmat banget.

Kalau ada urutan peringkat kenikmatan di dunia, maka versi gue, makan buah alpukat diancurin bareng yogurt adalah urutan kedua setelah seks.

Gue nggak bohong.

Lo bisa coba, dan kalau memang menurut lo nggak enak, gampang, kirim ke rumah.

Gue dengan senang hati bakalan menghabiskannya.

"Lo seriusan nggak mau datang ke event make up itu?"

"Lo tahu kan, gue suka keluar itu bukan sebagai yang diperhatiin, tapi gue seneng merhatiin orang. Event kayak gitu terlalu maksa gue buat jadi seseorang yang mereka mau. Nanti aja kalau udah berubah pikiran gue, sekarang belum."

"Bayaran lumayan."

"Oh Devi ...." Gue memutar bola mata. "Lo tahu gue mata duitan, lo tahu kenapa gue dukung mindset sugar baby, tapi enggak untuk sesuatu yang gue nggak suka. Gue masih bisa dapetin duit dari hal-hal yang gue suka."

Dia mengendikkan bahu. "Reza kemarin ngirimin gue chat."

Gue udah kasih tahu belum, kalau satu-satunya orang yang tahu gue punya hubungan sama cowok dan siapa aja dia, itu adalah Devi orangnya.

Awalnya juga nggak sengaja sih, karena gue lagi pusing banget pada saat itu, tapi gue harus balas chat Ibu. Dan, ya, gue minta tolong Devi yang bales chat, ternyata chat Reza muncul di notif bar, lalu---katanya---kepencet Devi.

Chat apa?

aku weekend ini free, abis beli kondom.
main ke apartemenku ya?

Jadi, dengan kepala rasanya berat banget, gue memutuskan menceritakan segala hal. Malah bablas sampai ke pandangan masa depan tentang hubungan.

Devi nggak nge-judge sama sekali. Meski dia ada di pihak oposisi. Gue ingat banget dia bilang, "Umur lo masih muda. Yang lo liat di sekeliling lo sekarang adalah contoh pernikahan dengan komitmen yang rapuh. Gue yakin pandangan lo akan berubah nantinya."

Pada saat itu, gue cuma senyum tipis sambil menganggukkan kepala.

Nah, sekarang, masalahnya gue mau buka mulut aja males banget buat menanggapi tentang Reza. Devi juga nggak lanjut cerita, sampai gue yang minta biasanya mah.

Tapi, gue udah males, makanya gue milih diam. Kayaknya juga nggak penting-penting amat, kalau urgent kan pasti Devi nekat ajalah kasih tahu gue tampa diminta.

Logis, kan?

Astaga, tunggu dulu, ini jam berapa? Mikirin logis dan enggaknya si Devi, tiba-tiba keinget ajakan om-nya Azriel yang maha logis itu.

"Dev."

"Hm."

"Lo nggak malmingan?"

"Lembur doi."

"Malam minggu kerja?! Dia kerja apa dikerjain." Devi cuma ngelirik, sinis banget. "Kasih tau ke si Anwar ya. Kasihan, mana masih muda. Kerja boleh, tapi jangan nyusahin diri sendiri dong ah. Lo kasih dia target nikah apa gimana sih, Dev? Sampe begitu dia."

"Orang-orang yang nggak bisa milih jalan hidup di luara sana bakalan nangis denger omongan lo barusan."

"Okay, sorry." Gue tadi saking kagetnya. Karena merasa ... senin-jumat disuruh kerja, dan gue nggak kebayang kalau weekend tetap harus kerja juga

Sorry ya kalau omongan gue nyakitin.

"Dia kerja malam minggu ini, karena beberapa hari kemarin dia cuti. Udah jadi tanggung jawab dia. Kerjaan harus kelar senin."

[ NOVEL ] setelah jadian, memangnya kenapa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang