ini tiga.

16.1K 2.5K 227
                                    

"Dev, menurut lo, cowok suka basa-basi atau ketika dia memang nggak suka, dia akan bilang nggak suka dan nggak perlu ngerespons dengan kategori 'manis'?"

Ini tanya begini, bukan karena gue nggak tahu atau nggak punya tebakan asal sama sekali sih. Gue cuma mau tahu dari pandangan orang lain. Ya, biar sekiranya gue nggak selfish amat gitu lho.

Paham lah ya.

"Itu pertanyaan atau masalah idup sih, Ya, panjang amat."

Gue ketawa.

"Sebenernya gue nggak ngerti, lo tanya begini karena beneran pengen tahu, atau cuma karena gabut aja," katanya, sambil tetap ngetik di laptop tanpa natap gue sama sekali. Yang gue heran kadang, kenapa gue bisa memperkerjakan orang sengeselin ini mulutnya. Nggak ada senyum lagi. "Cowok nggak bisa lo ambil satu dan bisa lo jadiin sampel untuk mewakili semuanya." Gila, okay ngerti. Bagian ini gue ngerti, apa salahnya sih sharing pendapat! "Kalau lo tanya begitu, seakan lo nuding satu cowok untuk semua."

"Ngerti. Menurut lo secara general aja."

"Ya simpel sih. Ada yang memang nggak suka basa-basi, lantas ketika dia bersikap manis artinya dia memang mau. Atau, ada yang anggap basa-basi adalah komponen dalam bersosialisasi.  Nah, masalahnya, cowok yang lo maksud nggak tahu bagian mana."

Gue nyengir lebar. "Nah itu! Sekarang gue tahu kenapa lo ada di sini." Bangun dari sofa, gue buru-buru ke lemari buat ganti baju.

"Mau ke mana lo?"

"Mau buktiin dia termasuk bagian yang mana." Saat gue mengedipkan sebelah mata, Devi masih tetap menatap gue tanpa perubahan ekspresi. Tapi jangan dikira gue nggak tahu, dia lagi memaki gue, pasti. "Fyi, dia yang ngajak. Lo tahu, meski kadang gue mutusin hubungan lebih dulu, gue tetap suka menunggu untuk dipilih."

Setelahnya dia nggak menjawab.

Dan, kali ini lo jangan minta gue buat ngartiin lah. Gila, gue bukan cenayang, Bebs.

Sampai setelah gue selesai ganti baju (iya, gue memang se-nggak-tahu-malu itu buat ganti pakaian di depan orang), Devi masih khusyuk banget ngetik.

Gue kira dia beneran nggak mau buka mulutnya yang tipis dan tajem itu, tapi ternyata tepat ketika gue selesai menyemprotkan parfum, dia ngomong.

Gini katanya, "Nanti malem sisihin waktu buat IG Story dua produk aja. Script-nya udah gue kirim ke elo."

"Thanks."

Dia begitu.

Bukan yang akan tanya, "terus nanti balik jam berapa? Terus storiin produk ini gimana? Yang ini gimana?"

Itu bukan Devi.

Devi adalah orang yang nggak peduli aku pulang jam berapa dan nggak akan worry aku nggak bisa nyisahin waktu bentar buat endorse. Karena ketika dia bilang hari itu, maka hari itu harus terjadi.

Karena di sini, bukan Devi yang ngikutin waktu Samiya, tetapi sebaliknya.

Gue nggak ngerti kenapa bisa begini, intinya gue merasa ya memang dia orang yang gue butuhkan.  Apa lo sadar, kadang kita perlu hidup bareng orang yang bahkan kita sendiri merasa ... kenapa harus dia?

Dan ....

Ini informasi penting untuk memperjelas semuanya sebelum lo tanya ini-itu, asumsi hal ini dan hal itu. Pusing dengerinnya. Gue ceritain sambil gue ...  bentar, gue pamitan sama Nyokap dulu. "Keluar bentar, ya Bu. Jam tujuh udah di rumah. Janji." Karena gue juga harus story Instagram kan. "Bilaperlu aku yang jemput Biyas atau?"

[ NOVEL ] setelah jadian, memangnya kenapa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang