Part 11

5.3K 401 10
                                    

Sudah berjam-jam aku memilih untuk mengurung diriku didalam kamar mandi, terduduk dilantai dengan air dingin yang mengucur dari Shower turut menemani malam yang menurutku terasa sangat panjang ini.

Pada akhirnya aku pun melangkah membawa diriku keluar dari kamar mandi. Menyeret tubuhku menuju ranjang tanpa berniat mengganti pakaian yang benar-benar sudah basah kuyup.

Dengan sayu mataku melirik Aerra yang seperti tengah menangis dalam diam, namun raut wajahnya terlihat seperti tengah berusaha menahan sakit.

"Haruskah aku membunuh Kim Taehyung agar tidak seorang pun yang bisa memilikinya!?"

Aku mendudukkan diriku disisi ranjang dengan posisi menghadap pada Aerra yang masih setia meneteskan air mata. Aku sungguh merasa kedinginan serta berusaha menahan getaran pada tubuhku yang menggigil.

"Tidakkah kau berpikir bahwa Kim Taehyung itu terlalu sempurna untuk dimiliki, Aerra?! Aku yakin kau sudah melihat segala sudut kamarku dengan matamu itu, bukan?! Ya. Lihatlah foto-foto itu! Aku lah yang memotretnya secara diam-diam."

Aku hanya bisa berujar lirih seraya menampilkan senyum penuh kesakitan.

"Aku begitu mencintainya, Aerra. Tetapi, dia hanya memilihmu. Lantas apa yang harus aku lakukan?"

Tanpa sadar setetes air mata turun membasahi belah pipiku. Merasa bahwa ini sungguh menyiksa batinku.

"Aku hanya ingin dicintai. Karena memang aku tidak pernah mendapatkannya. Bahkan mereka turut menyiksa batinku dengan segala kegilaan mereka."

Aku menunjuk sebuah foto yang aku beri tanda silang berwarna merah pada permukaannya, difoto itu menampilkan pasangan paruh baya yang tengah tersenyum manis dan saling merangkul dengan mesra. Mereka adalah orang tua angkatku yang hidupnya selalu aku sumpahi dengan makian.

Memori itu masih tersimpan dengan rapi didalam kepalaku. Hidupku saat itu terasa seperti di neraka. Bagaimana masa remajaku di suguhkan pemandangan yang tidak-tidak didalam rumah itu, rumah yang dijadikan tempat pelacuran.

Saat itu aku sungguh tidak mengerti apa-apa ketika ibu angkatku mendandaniku secantik mungkin untuk disuguhkan pada seorang pria tua yang terlihat begitu menjijikkan. Aku dibawa pria itu ke kediamannya untuk kemudian menyeret ku ke kamar yang aku yakini bahwa pria itu pasti ingin menyetubuhiku.

Beruntung aku bisa kabur dari sana setelah tanpa sengaja—sebab ketakutan yang melingkupi—aku membunuh pria itu dengan pisau untuk  mengupas buah yang terdapat didalam kamarnya.

Dan semenjak saat itu, aku memutuskan untuk kembali secara diam-diam kerumah orang tua angkatku guna mengambil barang-barangku yang sekiranya penting untukku bertahan hidup. Karena memang aku memutuskan untuk pergi dari kota itu untuk mencari pekerjaan yang tidak sulit untuk aku dapatkan karena aku bahkan baru saja lulus dari sekolah menengah atas.

Aku bekerja, mengumpulkan uang sendiri agar bisa melanjutkan pendidikanku yang sempat tertunda hingga beberapa tahun.

Aku sempat tertegun begitu mendengar kabar kematian orang tua angkatku. Sedikit merasa sedih, karena bagaimanapun juga mereka sudah mau berbaik hati menyekolahkanku, bukan?!

Tapi, tetap saja perbuatan keji mereka yang menjual ku membuatku tidak bisa dengan mudah untuk melupakannya. Sehingga tanpa sadar aku tertawa ketika mendapati mereka sudah tidak ada lagi di dunia ini.

Aerra mengikuti arah telunjukku masih disertai air matanya yang terus berjatuhan. Aku sontak mengernyit tidak mengerti melihat hal tersebut.

"Kenapa kau menangis?"tanyaku seketika, Aerra tentu saja tidak menjawab karena mulutnya yang masih tertutupi plester.

Tetapi, kedua tanganku lekas bergerak guna melepaskan semua ikatan pada tubuh Aerra setelah lebih dulu melepaskan plester dari mulutnya. Setelah ikatan pada tangannya terlepas, aku mengernyit dalam begitu melihat Aerra yang lekas menyentuh perutnya. Seketika aku berpikir bahwa penyakitnya kembali kambuh.

Masih dengan tubuh yang menggigil, aku hendak kembali menyerukan suara sebelum dengan tiba-tiba saja kepalaku seperti dihantam dengan benda keras, membuatku kontan menjerit kesakitan. Tidak. Sama sekali tidak ada yang memukulku. Rasa sakitnya tiba-tiba saja muncul dari dalam kepalaku. Aku sontak meringis ngilu.

Kedua tanganku lantas menjambak rambutku sendiri karena sungguh, ini benar-benar menyakitkan. Pandanganku bahkan menjadi buram, tetapi sebelum aku benar-benar kehilangan kesadaranku, aku mendapati Aerra yang sudah lebih dulu tidak sadarkan diri dengan posisi tubuhnya yang masih terduduk dikursi.

[]

....

DIMNESS [M]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang