—
Sungguh, rasanya benar-benar menyakitkan. Kendati begitu, tidak langsung membuatku hilang kesadaran. Hanya meringis menahan sakit dari pukulan yang tiba-tiba menghantam tubuhku tersebut.
Aku lantas mengarahkan tatapanku kebelakang untuk kemudian mendapati Aerra yang ternyata tengah berdiri tidak jauh dibelakangku dengan kedua tangannya yang menggenggam tongkat Baseball. Tunggu, dari mana dia mendapatkan benda itu?
"Cukup sudah kau mengambil alih serta ikut campur dalam kehidupanku."
Dadaku naik turun, sebab tidak bisa lagi menahan amarah yang saat ini tengah menguasai diriku. Merasa tidak terima dengan perlakuan Aerra barusan.
Aku hanya terdiam, tidak menanggapi ucapan Aerra. Sementara wanita itu membuang tongkat yang berada digenggamannya sebelum berakhir melangkah keluar dari kamar, melewati tubuhku yang masih tertelungkup di lantai.
Namun, belum sempat dirinya melangkah menjauhiku, tangan kananku sudah terlebih dahulu menarik salah satu kaki Aerra sehingga membuatnya langsung jatuh tersungkur dilantai.
Aku sontak tertawa melihat hal tersebut."Sudah mulai memberontak ternyata. Kau pikir semudah itu mengalahkanku, huh?"
Aku lekas berusaha bangkit dengan susah payah guna mendudukkan diriku pada tubuh Aerra yang bergantian tertelungkup dilantai.
Aku menjambak rambut tersebut, hingga membuat Aerra mendongak dengan kedua tangan yang berusaha melepaskan cengkraman tanganku dari rambutnya.
"Lepaskan, Sialan!"
"Kau lah yang sialan. Kau benar-benar membuatku marah dengan apa yang baru saja kau perbuat, Aerra. Sepertinya kau benar-benar ingin cepat mati, ya."
Tanpa aba-aba, tanganku kontan tergerak guna membenturkan kepala Aerra ke lantai, hingga membuat wanita itu menjerit kesakitan.
"Itu belum seberapa dengan pukulanmu terhadap diriku."ujarku menyeringai sinis.
Mataku dengan segera menyusuri area sekitar untuk kemudian meraih tongkat Baseball yang tadi digunakan Aerra untuk memukulku.
Aku beranjak berdiri dengan manik yang masih setia memperhatikan segala pergerakan dari Aerra.
Aku hanya bisa melempar tawa remeh begitu melihat Aerra yang saat ini tengah berusaha merangkak guna membawa dirinya menjauh dariku.
"Percuma, Aerra, kau tidak akan bisa lari dariku. Lagipula, bukankah ini yang kau inginkan? Kau lah yang lebih dulu memulai semuanya, membuatku semakin berlaku jahat padamu."
"Persetan denganmu. Aku sungguh tidak takut."ujar Aerra menoleh ke arahku dengan rambut yang menjuntai tidak karuan sehingga menutupi separuh wajahnya.
Wanita itu kali ini tengah berusaha berdiri dibantu dengan tangan yang meraih meja hias yang terletak disudut dinding ruangan.
Mendengar Kalimatnya barusan kontan membuatku menggeram marah sebelum berakhir mengayunkan tongkat Baseball yang berada ditanganku tepat kearah kaki Aerra.
"Arghh..!"
"Aku sudah tidak bisa lagi menahan diri untuk membunuhmu sekarang juga."
Aerra meringis seraya menyentuh kedua kakinya yang baru saja aku hantam dengan tongkat di tanganku. Wanita angkuh itu memilih untuk tidak menanggapi ucapanku dan memutuskan untuk menyeret kedua kakinya dengan isak tangis yang terdengar pilu.
Sementara tatapan mengintimidasi masih setia menyorot Aerra dari kedua mataku, kakiku melangkah dengan perlahan mengikuti Aerra disertai senyum manis yang ikut menghiasi wajahku.
"Tetapi, sebelum kau benar-benar mati, aku ingin kau memberikan kata-kata terakhirmu guna mengenang kematian mu. Ah, ya, apakah kau merindukan Kim Taehyung, Aerra? Aku tahu bahwa kau pasti amat sangat merindukannya. Kalau begitu, bagaimana dengan Jeon Jungkook?"
Isak tangis Aerra semakin terdengar jelas ditelingaku, membuatku seketika tidak bisa lagi menahan senyum puas melihatnya menderita.
[]
....
KAMU SEDANG MEMBACA
DIMNESS [M]✓
Mystery / ThrillerMature Content!!! 🔞 'Sebuah Jiwa yang terkurung dalam kegelapan.' Fanfiction Short Story Start : 20 Maret 2020 Fin : 25 April 2020 ©YuiCha12