BAB 31 - Menghindar

2.7K 93 0
                                    

Aku sedang berdiri di lobby menunggu Dion yang sedang ke toilet. Aku memang pulang bersama Dion setiap hari. Apalagi rumah kami searah. Aku berdiri sambil memainkan handphoneku sampai seseorang mengagetkanku.

"Vi." Katanya. Aku sempat terdiam. Suara itu sangat aku kenal. Sam.

Aku menoleh dan tersenyum singkat. "Hai." Kataku basa-basi. Aku kira pria ini sudah pulang kenapa dia betah sekali di sini. Aku menoleh ke kanan dan kiri mencari Dion. Kenapa dia ke toilet lama sekali.

"Nunggu pacar?" Katanya tersenyum miring.

Aku hanya tersenyum mengangguk. Aku belum mau berbicara dengan Sam setidaknya jangan sekarang. Sam sempat terdiam sejenak. "Kemana .." Belum selesai Sam menyelesaikan ucapannya Dion sudah memanggilku. Sam pun ikut menoleh melihat Dion.

"Gue duluan ya." Kataku tersenyum singkat lalu langsung berlari ke arah Dion.

"Ngobrol sama siapa lo?" Tanya Dion melihat Sam. Untung saja jarak kami cukup jauh jadi Sam tidak dapat mendengar suara Dion. 

Aku langsung menarik Dion ke parkiran. Walaupun Dion merasa aneh ia tetap mengikutiku. "So? Who is he?" Kata Dion saat kami sudah di mobil.

Aku menghela nafas pelan. "Mantan gue." Kataku singkat.

Dion berfikir sejenak yang ia tau Novi itu cuma punya satu mantan dan itu adalah pria bernama Sam yang pernah diceritakan padanya. "Bukannya dia di Inggris? Ko di Indo sekarang?" Tanya Dion bingung.

"Udah balik ke sini kali." Kataku asal.

"Lah lo ngapain balik sama gue Juleha bukannya balik sama dia." Kata Dion tak mengerti. Memang temannya yang satu ini rada-rada.

"Gue gak mau Paijo. Lo tega liat gue nangis nanti? Gue aduin ke Dini nih." Ancamku. Kalian mungkin bingung kenapa aku membawa-bawa Dini. Iya Dini teman kuliahku kalian ingat yang anaknya suka random ngajak kenalan orang, dia itu tunangannya Dion. 

Di kantor hanya aku, Dion, dan Ray yang tau kalo Dion itu sudah bertunangan. Sisanya masih menganggap aku pacaran dengan Dion. Mereka tidak tau saja kerjaan kami berdua itu udah kaya tom and jerry berantem mulu. Entah masalah kerjaanlah, masalah menu makan, masalah pulang bareng, malah kadang masalah sepele pun kami berdebat. Aku sepertinya kena karma karena dulu sering meledek Dini sekarang aku harus berhadapan dengan tunangannya.

"Ya ampun temen gue begini banget si. Maksud gue tuh biar kalian selesaiin masalah kalian. Biar lo bisa move on gak kelamaan ngejomblo jadi gue gak pelu nganterin lo pulang lagi." Aku Dion. Ternyata ini anak gak ikhlas mengantarku pulang.

"Lo gak ikhlas gue nebeng?" Kataku sebal.

Dion menghela nafas pelan. Bisa gawat kalo Novi marah padanya. Bisa-bisa Novi ngadu ke Dini dan Tunangannya yang cantik itu akan menceramahinya semalaman. "Ya ampun gak gitu, lo mah sensi banget si. Maksud gue gini lo udah gede mau sampai kapan menghindar terus? Cepat atau lambat kalian berdua harus ketemu ngobrol berdua biar ketauan endingnya gimana. Sekarang gue tanya lo juga sebenernya masih ngarepin dia kan?" Kata Dion. Pria itu sedang berceramah dengan pandangan fokus ke jalan.

"Kata siapa? Gak ko." Kataku sebal. 

"Ye si Juleha gak ngaku, terus ngapain itu cincin masih lo kalungin aja?" kata Dion melirik kalung yang aku sembunyikan liontinnya. Iya liontinnya adalah cincin yang diberikan oleh Sam dulu. Skakmat aku hanya bisa diam.

"Udahlah Vi tinggalin ego lo ajak dia ngomong. Kalo emang dia masih belum bisa ngasih kepastian sama lo mending lo tinggalin dia." Kata Dion serius. Walaupun sering menyebalkan Dion itu tipe sahabat yang care banget. 

"Pikirin baik-baik ucapan gue. Ngehindar itu gak nyelesaiin masalah." Kata Dion saat kami tiba dirumahku.

Aku menghela nafas pelan lalu membuka seatbelt. "Iya panjul bawel deh lo." Kataku sebal.

"Ye ini bocah bukannya bilang makasih udah dianterin." Kata Dion sebal.

Aku tertawa. "Makasih Panjul lo emang pahlawan gue. Nanti gue bilang ke Dini kalo lo lelaki idaman. Bye." Kataku nyengir sambil menutup pintu mobilnya.

Aku masuk ke rumah sambil bernyanyi sedikit. Iya aku sudah gila hari ini. Sam menurunkan kaca mobilnya. Ia sengaja mengikuti mobil Dion hingga ke rumahku. Dia tersenyum lirih lalu kembali menyalakan mobilnya pulang ke rumah.

Hari itu aku sedang libur. Aku turun untuk sarapan. Jam sudah menunjukkan pukul 9 aku memang suka bangun siang kalo libur. "Mah aku laper." Kataku turun. Aku lihat Mama sedang mengobrol dengan seseorang di meja makan. Entah kenapa aku seperti merasa de javu.

"Udah berapa kali Mama bilang kalo bangun jangan siang. Gimana nanti kamu mau nikah?" Kata Mama. Iya inilah ucapan rutin setiap hari liburku.

Semenjak kerja aku memang jarang berolahraga karena rasanya badanku sudah kretek semua. "Mama berapa kali aku bilang aku kan cape abis lembur. Lagian yang mau nikah besok kan Nova bukan ..." Kataku sebal menghampiri Mama. Ucapanku berhenti saat melihat Sam duduk disana. Ngapain pria ini muncul disini sekarang.

"Mama tuh ya Sam udah pusing. Dulu Novi tuh rajin bangun pagi sekarang bangunnya siang terus." Keluh Mama curcol tiba-tiba. Sam yang mendengarnya hanya tertawa.

"Mama." Kataku sebal. Aku duduk disebelah Sam. Kenapa juga pria itu harus duduk di tengah mau tidak mau aku harus duduk disebelahnya.

"Iya iya Mama tau kamu cape lembur terus. Tapi kan kamu udah dewasa sayang." Kata Mama memberiku sepiring nasi goreng.

"Udah kamu makan pusing Mama kalo tiap minggu debat sama kamu terus." Kata Mama menyerah. "Sam Mama pergi dulu ya kasian Nova sama Papa udah nunggu di luar." Kata Mama pamit.

"Eh tunggu Mama mau kemana?" Kataku bingung.

"Nemenin Nova fitting baju sama Ray. Kamu gak lupakan sudara kamu mau nikah minggu depan." Kata Mama cuek.

Aku melongo. "Lah terus aku gimana? ko aku ditinggal?" Kataku bingung.

"Makanya kalo bangun jangan siang. Udah jangan bawel lagian ada Sam ko kamu gak Mama tinggal sendiri. Udah Mama mau pergi Papa pasti udah nunggu lama di mobil." Kata Mama pergi meninggalkanku yang masih bengong.

"Udah makan malah bengong." Kata Sam tersenyum sinis sambil menikmati nasi gorengnya.

Aku menatapnya sebal. "Ngapain lo ke sini pagi-pagi? Emang Mama Shinta gak ngasih lo makan apa?" Kataku asal.

"Di suruh ke sini sama Mama Tya. Katanya nungguin lo gak bangun-bangun takutnya lo bingung gak ada orang di rumah." Kata Sam asal.

Aku tau pasti ini ulah Mama sengaja biar aku dan Sam berbicara. "Kenapa Mama Tya gak nyuruh pacar lo aja yang ke sini?" Kata Sam menyindirku.

"Sibuk. Lagian gue bukan anak kecil juga harus ditemenin." Kataku sebal. Aku memakan nasi gorengku buru-buru aku malas lama-lama berbincang dengan Sam.

Uhuk.. aku tersedak karena makan terlalu cepat. "Pelan-pelan." Kata Sam memberiku segelas air. "Katanya bukan anak kecil makan aja masih keselek." Kata Sam menyindirku.

Aku menatapnya malas. Hening menghampiri kami kembali. Kami makan tanpa bersuara sedikitpun. Selesai makan aku mencuci piring dan dengan seenaknya Sam sudah duduk di ruang tengah dan menonton TV. Sepertinya memang aku tidak bisa menghindar lagi.

Antara Aku dan Saudari Kembarku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang